Polisikan 2 Peneliti ICW, Moeldoko Harus Pahami Posisi Pejabat Publik!

Jum'at, 10/09/2021 17:45 WIB
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (Republika)

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (Republika)

Jakarta, law-justice.co - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana merespon terkait laporan yang dilakukan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terhadap dua peneliti ICW. Laporan itu terkait polemik obat Ivermectin dan ekspor beras.

Kurnia mengatakan, pihaknya menghormati langkah Moeldoko yang memilih jalur hukum dalam menjawab kritik dari masyarakat.

"ICW berharap Moeldoko memahami sepenuhnya posisi pejabat publik yang memiliki tanggung-jawab dan oleh karena itu, akan selalu menjadi objek pengawasan masyarakat luas karena wewenang besar yang dimilikinya," katanya dalam keterangannya, Jumat (10/9/2021).

Ia mengatakan, pengawasan itu berguna agar pejabat publik tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik.

Menurutnya, kajian ICW terkait dugaan konflik kepentingan pejabat publik, yakni KSP dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin, ditujukan untuk memitigasi potensi korupsi, kolusi, maupun nepotisme di tengah situasi pandemi Covid-19.

"Jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dirinya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum," jelasnya.

Kurnia menegaskan kembali bahwa Moeldoko yang beranggapan ICW telah menuduhnya mendapatkan untung dalam peredaran Ivermectin, merupakan penafsiran yang terlalu jauh atas kajian lembaga itu. Dalam siaran pers ICW yang diunggah melalui website resmi maupun penyampaian lisan juga tidak ada satu pun kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Moeldoko.

"ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata `indikasi` dan `dugaan`. Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," ujarnya.

Kemudian, dia menambahkan, pernyataan Peneliti ICW terkait kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa sudah diakui terdapat kekeliruan penyampaian informasi secara lisan. Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan, sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers.

"Atas kekeliruan penyampaian ini, ICW telah menyampaikan permintaan maaf dalam surat balasan somasi beberapa waktu lalu. Berkaitan dengan permintaan maaf ICW, perlu kami tegaskan bahwa hal tersebut kami sampaikan hanya terbatas pada kekeliruan penyampaian lisan tentang ekspor beras, bukan terhadap kajian secara keseluruhan peredaran Ivermectin," ungkapnya.

Terkait laporan Moeldoko, ICW yang telah didampingi sejumlah kuasa hukum telah siap untuk mendampingi para terlapor guna menghadapi pemeriksaan di Bareskrim Polri.

"ICW berharap agar pelaporan yang dilakukan KSP Moeldoko ke Bareskrim Polri tidak menyurutkan langkah berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjalankan peran untuk mengawasi tindak tanduk dan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik. Pengawasan publik tetap harus dilakukan agar potensi penyimpangan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dideteksi guna mencegah kerugian bagi masyarakat luas," ungkapnya.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar