Kecewa Vonis Ringan Lili Pintauli, ICW: Dewas KPK tidak Bertaji
Dewas KPK saat menjatuhkan vonis kepada Lili Pintauli (Foto: KPK)
law-justice.co - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku sangat kecewa dengan vonis yang dijatuhkan kepada wakil pimpinan KPK Lili Puntauli Siregar. ICW menilai bahwa Dewas KPK tidak memiliki taji.
Dewas KPK telah menjatuhkan pemotongan gaji pokok selama satu tahun kepada Lili Pintauli atas pelanggaran etik yang dilakukan wakil pimpinan KPK itu. Dalam putusan itu disebutkan bahwa Lili terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dua pelanggaran.
Pertama, menyalahgunakan pengaruh selaku komisioner untuk kepentingan pribadi. Kedua, berhubungan langsung dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.
ICW dalam keterangan resminya kepada media menyebut bahwa pelanggaran etik ini kian menggambarkan adanya permasalahan serius, terutama dalam hal menjaga integritas di antara Komisioner KPK era Firli Bahuri.
ICW menilai, putusan Dewas KPK terhadap Lili Pintauli tergolong ringan karena tidak sebanding dengan tindakan yang telah dilakukan yang bersangkutan.
"Bisa dibayangkan, Lili secara sadar memanfaatkan jabatannya selaku komisioner untuk mengurus kepentingan keluarga yang sebenarnya tidak ada kaitan dengan tugas dan kewenangan KPK. Lili juga turut membantu perkara mantan Walikota Tanjung Balai, Syahrial, dengan cara menjalin komunikasi dan memberikan kontak seorang advokat di Medan," demikian bunyi keterangan ICW.
Menurut ICW, apa yang dilakukan oleh Lili bukan hanya pelanggaran etik biasa, tapi bisa dikategorikan tindak pidana korupsi. Dewas seharusnya meminta Lili untuk mengundurkan diri.
"Berangkat dari putusan Dewan Pengawas kepada Lili, masyarakat dapat melihat jelas bahwa penegakan etik di KPK tidak bertaji. Sebab, sejak satu tahun terakhir, Dewan Pengawas seperti enggan untuk menjatuhkan sanksi berat kepada pejabat tinggi KPK," tulis ICW.
Sebelumnya, Dewas KPK juga pernah memvonis bersalah atas pelanggaran etik dari Ketua KPK Firli Bahuri saat terbukti menggunakan helikopter mewah. Firli saat itu hanya diberi teguran tertulis II.
Komentar