DPR Menilai Sanksi Dewas pada Pimpinan KPK Lili Pintauli Tidak Serius

Selasa, 31/08/2021 12:00 WIB
Wakil Ketua MPR Arsul Sani. (Tempo.co).

Wakil Ketua MPR Arsul Sani. (Tempo.co).

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menilai sanksi yang dijatuhkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam kasus pelanggaran etik Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, tidak serius.

Menurutnya, sanksi yang dijatuhkan oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan tidak sejalan dengan pernyataan anggota Dewas KPK, Albertina Ho soal indikasi pelanggaran serius yang dilakukan Lili.

"Apalagi beredar media pendapat anggota Dewas, Albertina Ho, yang menyatakan bahwa perbuatan Lili itu dianggap sebagai awal atau permulaan korupsi. Ini berarti kategorinya pelanggaran etik serius, tetapi sanksi yang dijatuhkannya tidak serius," ucap Arsul seperti melansir cnnindonesia.com.

Dia pun menyarankan Dewas KPK mengubah aturan sanksi di kode etik, salah satunya dengan tak lagi memasukkan sanksi pemotongan gaji atau pendapatan ke dalam kategori sanksi berat.

Menurut Wakil Ketua MPR itu, sanksi berat untuk pelanggaran yang dikategorikan berat seharusnya berupa penonaktifan atau pemberhentian sementara atau tetap, bukan pemotongan gaji.

"Kalau cuma potong gaji pokok disebut sebagai sanksi berat, maka ini akan jadi bahan tertawaan publik yang akan menjatuhkan martabat KPK sebagai lembaga penegak hukum," katanya.

Lebih lanjut, Arsul mengaku menerima banyak aspirasi dari berbagai elemen masyarakat agar Komisi III DPR mendalami sanksi yang dijatuhkan Dewas KPK terhadap Lili.

Salah satunya, menurutnya, terkait total pendapatan yang masih diterima Lili per bulan sebagai Wakil Ketua KPK.

"Intinya sejumlah pihak menyampaikan ada kontradiksi antara cara pandang Dewas KPK yang menilai perbuatan Lili tersebut dianggap sebagai pelanggaran berat, namun sanksi yang dijatuhkan hanya memotong gaji pokok 40 persen. Padahal gaji pokok Komisioner KPK itu tidak seberapa dibanding dengan total tunjangan atau take home pay," ujar Waketum PPP itu.

"Ini dinilai oleh para penyampai aspirasi kepada kami di Komisi III, sebagai hal aneh," imbuhnya.

Sebelumnya, Majelis Etik Dewas KPK menyatakan Lili terbukti secara hukum telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara.

Lili terbukti melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dan Pasal 4 ayat 2 huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Selain itu Lili terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan M. Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.

Sementara terkait hubungan langsung dengan pihak berperkara, Lili dinyatakan terbukti berkomunikasi dengan M. Syahrial terkait dengan kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.

Ia dihukum sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar