Pemburu Rente Untung Besar di Bisnis Tes PCR,KPPU Harus Segera Periksa

Minggu, 29/08/2021 08:27 WIB
Ilustrasi Tes PCR. (Tribunnews)

Ilustrasi Tes PCR. (Tribunnews)

Jakarta, law-justice.co - Mahalnya harga PCR di Indonesia tidak lepas dari daftar panjang komponen yang harus dihitung pihak laboratorium maupun fasilitas kesehatan lainnya. Kementerian Kesehatan memerinci komponen dalam penghitungan tarif PCR.

Pertama, jasa dokter, tenaga laboratorium, tenaga ATLM (Ahli Teknologi Laboratorium Medik), dan jasa pengambil spesimen. Kedua, komponen alat medik habis pakai. Mulai dari alkohol, hazmat, cover sepatu, cover kepala, masker N95, masker bedah.

Ketiga, komponen reagen. Reagen terdiri dari reagen sendiri dan reagen ekstraksi RNA. Keempat biaya operasional seperti listrik, air, administrasi. Dari keseluruhaan hitungan, dimasukkan komponen keuntungan untuk pihak fasilitas kesehatan. Namun, besarannya berkurang disbanding ketika harga PCR masih Rp900.000.

"Kita tambahkan keuntungan 15 persen. Setelah itu didapatkan nilai Rp495.000." Gakeslab juga menyebut komponen yang sama dalam perhitungan tarif PCR di Indonesia. Selain biaya reagen, ada biaya untuk alat kesehatan seperti masker dan Alat Pelindung Diri (APD). Ada pula biaya tenaga kesehatan dan honor dokter yang mendiagnosa hasil tes PCR. Selain itu, komponen biaya administrasi dan listrik.

Analisis BPKP mengacu harga tes PCR bulan September tahun lalu, untuk komponen alat tes-nya sendiri sekitar 50-60 persen dari total harga PCR. Sisanya untuk komponen tenaga kesehatan dan administrasi.

Biasanya, pihak RS juga memperhitungkan investasi dari pembelian alat untuk tes PCR dalam menentukan harga. Mesin PCR sendiri harganya bervariatif. Mulai dari Rp100 juta hingga miliaran. Tergantung spek di dalamnya.

"Lalu reagen PCR itu juga bisa dipakai untuk untuk 10-100 atau 200 pasien tergantung," jelas Sekjen Gakeslab Randy Hendarto kepada Merdeka.  Penentuan tarif tes PCR melalui berbagai evaluasi dan perhitungan matang. Seperti pemilihan reagen terbaik, serta bahan baku PCR nomor wahid. Diakuinya, komponen reagen masih harus diimpor. Atas nama menjaga kualitas, maka harga PCR sangat dipengaruhi banyak faktor,

Memburu Rente

Belum semua fasilitas kesehatan menerapkan harga sesuai instruksi pemerintah. Sampai hari ini pun tidak ada tindakan menertibkan. Wajar jika akhirnya ada yang memandang kebijakan dikeluarkan pemerintah selalu tolerantif.

Ada pula yang memandang kebijakan ini sebagai anomali atau keanehan. Sebab, idealnya penertiban harga tes PCR sudah dilakukan sejak awal Pandemi. Mengingat PCR sangat dibutuhkan pemerintah dalam melakukan tracing.

"Kan sebetulnya teriakan mahal sudah sejak awal," kritik anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Herryawan. Saban kali menggelar rapat dengan pemerintah, Netty selalu heran. Mahalnya harga PCR tidak ditindaklanjuti. Baru belakangan ini, setelah 1,5 tahun Indonesia dilanda Pandemi.

Mahalnya harga PCR membuat Nett mempertanyakan political will pemerintah dalam penanganan Pandemi Covid-19. Termasuk pengawasan yang longgar dalam menyikapi tidak seragamnya harga tes PCR di fasilitas kesehatan publik.

"Apakah ada penumpang gelap, apakah ada mafia, apakah ada pemburu rente. Karena kita juga tidak tahu harga sebenarnya berapa sih. Kok, sekarang baru diturunkan," tanya Netty.

Pemerintah memiliki segala sumber daya untuk mengendalikannya. Jika ada penumpang gelap di saat pandemi, ditindaklanjuti dengan hukum yang berlaku. Sebab, telah merugikan banyak pihak. Netty tidak berani menyebut secara terang-terangan mengenai penumpang gelap atau mafia alat kesehatan di balik mahalnya harga tes PCR. Dia belum mendapat informasi soal itu. Namun, satu yang dia yakini. Praktik korup dengan memanfaatkan situasi yang ada.

Menurut Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kodrat Wibowo juga belum menelusuri adanya keterkaitan antara tingginya harga PCR dengan campur tangan para pemburu rente. KPPU dalam tahap menggali harga keekonomian.

"Swasta ini apakah memang harga sekian keekonomiannya. KPPU mulai minggu ini mulai coba memerintahkan investigator untuk menghitung keekonomian dan memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangannya," lanjut Kodrat Wibowo.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar