Siasat Mengerikan Pinjol Ilegal, Puluhan Pinjol Pakai 1 Aplikasi
Fintech (Ilustrasi)
Jakarta, law-justice.co - Salah satu korban keganasan praktik pinjaman online (pinjol) ilegal membeberkan siasat yang disebut untuk mengelabui Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo) dan Google.
Aan (bukan nama sebenarnya) mengatakan ia menjumpai 30 pinjol dengan nama berbeda di dalam satu platform aplikasi. Ia mengatakan nama bank pinjol yang digunakan itu tidak lazim, bahkan di antaranya menggunakan nama buah-buahan hingga hewan.
"[Ada] banyak, Ada 30 pinjol di 1 aplikasi, saya waktu itu pilih bank Nanas. Pokoknya namanya aneh-aneh ada Bank Simpanse, Orang Utan, Mawar, Mangga, banyak lagi deh," ujar Aan, dikutip dari CNNIndonesia, Jumat (27/8/2021).
Dia menduga banyaknya aplikasi di dalam satu platform dilakukan untuk mengelabui pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Google hingga Kominfo.
Ia menjelaskan bahwa awal mula ia tergiur dengan pinjol itu lantaran terlihat seolah legal, dengan mencantumkan logo yang bersertifikasi OJK, dan aplikasi itu tersedia di toko aplikasi PlayStore di Android.
Usai menginstal aplikasi itu, dijelaskan Aan, aplikasi meminta penggunanya untuk memberikan izin akses kontak telepon, riwayat telepon, sms, hingga akses galeri ponsel. Saat itu Aan tidak curiga dengan permintaan izin tersebut.
Dalam hitungan menit, uang yang hendak dipinjam Aan masuk ke rekening pribadinya. Namun Aan menjumpai keanehan sejak penagihan pertama yang dilakukan empat hari sebelum tanggal jatuh tempo.
Dia mengatakan bahwa mulanya penagih masih melakukan penagihan yang terbilang sopan, yakni mengingatkan lewat pesan teks di platform WhatsApp. Ketika mendekati jatuh tempo, pola penagihan berubah dengan memberikan pesan intimidasi yang hingga melakukan spamming telepon.
"Itu sehari bisa 10 kali nge-spam nelpon ke hp saya dengan nomor yang berbeda," ujar dia.
Aan menjelaskan, tak jarang pihak penagih melontarkan kata kasar hingga cacian.
Usai beberapa hari dibombardir dengan panggilan seluler, kata Aan, pola itu berubah lagi dengan cara mengirimkan data diri seperti KTP dan foto pribadinya untuk menagih hutang ke teman atau saudara yang kontaknya dapat diakses pihak pinjol.
Lewat isi pesannya, penagih mengaku bahwa nomor yang dikirimi pesan merupakan nomor penjamin saat peminjam hendak melakukan kredit. Padahal Aan mengatakan tidak pernah memberikan nomor penjamin kepada pinjol ilegal.
Lebih lanjut ia menjelaskan pinjol tidak hanya menagih dengan mengirimkan pesan teks, tetapi juga membagikan foto yang diambil dari galeri ponsel miliknya.
Selain itu Aan menceritakan bahwa pihak aplikasi juga memberi gangguan psikis lewat pembuatan grup di aplikasi WhatsApp. Grup itu berisikan belasan orang terdekat Aan yang. Praktis, Aan mengaku sempat stress dan panik saat hal itu menerpanya.
"Saya sempat panik dan stress lah itu. Apalagi isinya tuh teman atau kerabat deket lah. Cuman karena saya tahu bakalan ada cara itu, ya saya cepet-cepetan ama pinjol untuk hubungin kerabat dekat saya [soal pinjol ini]," tuturnya.
Dengan demikian, Aan menduga praktik yang dilakukan oleh pinjol ilegal yakni memberi intimidasi kepada sasarannya dengan menagih lewat orang-orang terdekat. Dia menceritakan, tak jarang orang yang berujung stres hingga berniat bunuh diri akibat jeratan bunga dan denda pinjol yang makin menumpuk.
"Itu kalau kita gabung di Facebook ada grupnya. Banyak banget yang udah frustrasi karena stresnya tuh datang dari kerabat sekeliling, bilang ada tagihan, ada ini ada itu. Ada yang mau bunuh diri juga," tutup Aan.
Komentar