Peneliti UPI: 44 dari 100 Siswa SMA Bandung Terindikasi Paham Radikal

Kamis, 26/08/2021 08:34 WIB
Ilustrasi Siswa SMA (Inforiau)

Ilustrasi Siswa SMA (Inforiau)

Jakarta, law-justice.co - Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Riset Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menemukan fakta bahwa 44 dari 100 siswa tingkat menengah atas di Kota Bandung telah terindikasi memiliki paham radikalisme.

Hal itu ditemukan dalam penelitian yang dilakukan pada Juli-Agustus 2021.

Secara umum dari hasil penelitian yang dilakukan dengan metode mixed methods ditemukan, bahwa sebaran sebesar 35 persen diduga terindikasi tipe radikal secara agama, yang terbagi atas 16 persen berkarakteristik radikal ISIS dan Al-Qaeda; 15 persen berkarakteristik dengan gerakan keagamaan garis keras secara fisik; 4 persen berkarakteristik radikal secara ideologi dan sebesar 2 persen diduga terindikasi paham radikal kriminal bersenjata.

Dalam penelitian itu, ditemukan juga bahwa propaganda di media sosial merupakan salah satu sumber terbesar penyebar paham radikal di kalangan siswa di Kota Bandung.

Ketua Tim PKM Riset UPI, Muhammad Nur Imanulyaqin mengatakan penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai riset yang menyatakan siswa SMA kerap menjadi sasaran dari penyebaran paham radikal, bahkan paparannya hingga masuk ke ruang kelas.

"Maka dari itu perlu dilakukan deteksi secara masif untuk mengetahui apakah siswa SMA di Kota Bandung juga banyak yang terpapar atau tidak. Selain itu, menurutnya penanganan radikalisme yang efektif adalah penanganan yang mampu membedakan antara yang sudah terpapar dan yang tidak," ujar Iman dalam keterangan tertulis, Rabu (25/8/2021).

Iman mengatakan penanganan bagi siswa yang terpapar pun harus disesuaikan dengan motif dan proses radikalisasinya. Pasalnya setiap individu memiliki proses radikalisasi yang berbeda-beda.

"Oleh karena itu diperlukan deteksi untuk mengkategorikan siswa-siswa tersebut." ujar Iman yang juga mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi 2017 UPI itu.

Dosen pembimbing tim PKM Riset UPI Asep Dahliyana mengatakan, penelitian ini sangat penting mengingat kasus radikalisme di Indonesia selalu mengalami gejolak setiap tahunnya.

"Selain itu, kasus teror pun selalu terjadi tiada henti. Jika radikalisme ini tidak segera ditangani dengan baik maka sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI," ujar Asep.

Ia mengatakan setiap karakteristik radik yang ditemukan memiliki ciri-ciri tersendiri. Sehingga penanganan atau deradikalisasi perlu dilakukan dengan cara yang berbeda. Artinya tidak bisa dipukul rata dengan satu penanganan deradikalisasi.

"Sebab jika penangananya tidak tepat bukan tidak mungkin paham radikal akan semakin menyebar luas," katanya.

Selain Iman dan Asep Dahliyana, tim penelitian ini juga melibatkan dua mahasiwa lainnya, yakni Asep Soleh yang merupakan Mahasiswa dari Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam 2018 dan Dwi Gita Cahyanurani yang merupakan Mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan 2018 sebagai anggota dua.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar