Konflik di Afghanistan

Walikota Pasrah Jika Dibunuh Taliban "Saya Duduk di Sini Menunggu"

Kamis, 19/08/2021 10:24 WIB
Wali Kota Perempuan Afghanistan Pasrah Jika Dibunuh Taliban

Wali Kota Perempuan Afghanistan Pasrah Jika Dibunuh Taliban

law-justice.co - Wali Kota Perempuan pertama di Afganistan  menyampaikan kekawatirannya kepada media  . “Saya duduk di sini menunggu mereka untuk datang. Tidak ada seorang pun yang datang membantu saya atau keluarga saya,” kata Zarifa Ghafari.

“Saya hanya duduk bersama keluarga saya dan suami saya. Dan mereka akan datang ke orang-orang seperti saya dan membunuh saya.”


Zarifa Ghafari adalah  sebagai Wali Kota Perempuan pertama di Afghanistan, mengaku pasrah dan menunggu Taliban untuk datang seperti dilansir dari The Sun, Zarifa Ghafari, menyampaikan kekhawatirannya.

Pasalnya, kebebasan perempuan Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban terancam.

Dalam sejarah politik pemerintahan Afghanistan, Zarifa Ghafari merupakan perempuan termuda dan pertama menjabat sebagai wali kota.

Digambarkan Zarifa Ghafari, dalam situasi saat ini dirinya tidak bisa ke Afghanistan apalagi meninggalkan keluarganya.

Di samping itu, Zarifa Ghafari juga tidak mengetahui harus pergi ke mana di tengah situasi yang kini terjadi.

“Saya tidak bisa meninggalkan keluarga saya dan lagi pula ke mana saya akan pergi?,” tutur Zarifa Ghafari.

Untuk diketahui, Zarifa Ghafari dipilih menjadi wali kota pada 2018.

Dalam perannya, Zarifa Ghafari aktif mengampanyekan hak-hak perempuan di Afghanistan.

Kekhawatiran Zarifa Ghafari yang akan dibunuh oleh Taliban justru dipatahkan melalui deklarasi “amnesti”.

Deklarasi itu berisi desakan kepada perempuan di seluruh Afghanistan untuk bergabung dengan pemerintahan Taliban.

Dalam pernyataannya, Zabihullah Mujahid berjanji Taliban akan menghormati hak-hak perempuan dalam norma-norma hukum Islam. Kemudian, memaafkan mereka yang memerangi mereka dan memastikan Afghanistan tidak menjadi surga bagi teroris.

Tidak hanya itu, Taliban juga mendorong perempuan untuk kembali bekerja seperti biasa dan mengizinkan anak perempuan kembali ke sekolah, sambil membagikan jilbab di pintu sekolah.


Melansir dari media Lokal , seluruh pernyataan itu dibuat sebagai bagian dari upaya untuk meyakinkan pandangan dunia dan warga Afghanistan yang ketakutan.

Taliban memang berusaha keras menggambarkan lebih moderat daripada ketika mereka memberlakukan bentuk pemerintahan Islam yang ketat pada akhir 1990-an.

Namun, usaha keras Taliban disikapi skeptis oleh warga Afghanistan yang justru berlomba keluar negara melalui Bandara Kabul.

Dalam sejarah Taliban, generasi yang lebih tua mengingat aturan Taliban yang mengurung wanita di rumah, melarang televisi dan musik, serta mengadakan eksekusi di depan umum.

Janji Hormati Perempuan

Taliban menyatakan, mereka berjanji menghormati hak perempuan Afghanistan menurut syariah (hukum Islam).

Pernyataan itu disampaikan oleh juru bicara milisi Zabihullah Mujahid dalam konferensi pers pertama mereka.

Mujahid menerangkan, terdapat perbedaan besar antara Taliban yang digulingkan AS pada 2001 dengan sikap mereka setelah kembali berkuasa.

Awak media merujuk pada periode pertama 1996-2001. Saat itu, wanita dilarang bekerja dan berkontak dengan pria bukan muhrimnya.

"Jika pertanyaan ini berdasarkan ideologi dan kepercayaan, tidak ada yang berubah," jelas Mujahid 

"Tetapi, jika kami merujuk pada pengalaman, kematangan, dan persepsi, tidak diragukan lagi banyak perbedaannya," lanjutnya.

Mujahid menegaskan, Taliban berhak mengatur Afghanistan berdasarkan prinsip keagamaan yang mereka anut.

Meski begitu, dikutip BBC, dia menuturkan, kelompok pemberontak berjanji akan menghormati hak perempuan menurut syariah.

"Mereka akan bekerja bahu-membahu dengan kami. Kepada komunitas internasional, kami menjamin tidak akan ada diskriminasi," paparnya.

Mujahid mengatakan, wanita berhak mendapat pendidikan hingga jenjang universitas, yang sempat dilarang pada periode 1996-2001.

 

(Patia\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar