Pengacara HAM Papua Sebut Demokrasi Telah Mati dan Rasisme Merajalela

Kamis, 19/08/2021 10:02 WIB
Aksi unjuk rasa orang Papua terkait permasalahan rasis di Surabaya (The Jakarta Post)

Aksi unjuk rasa orang Papua terkait permasalahan rasis di Surabaya (The Jakarta Post)

Jakarta, law-justice.co - Pembubaran demonstrasi rakyat Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua atau PRP oleh kepolisian di Kota Jayapura, dan pembubaran aksi di Kabupaten Yahukimo, serta penghalangan kepada Pendeta Benny Giay saat melakukan doa di Gedung Parlemen Provinsi Papua pada 16 Agustus 2021, dinilai sebagai simbol matiya demokrasi bagi rakyat Papua.

Pernyataan itu disampaikan Pengacara HAM Papua, Gustav Kawer, kepada jurnalis Jubi usai menerima laporan dari asisten advokatnya, Henius Asso, yang melakukan pendampingan kepada massa aksi yang dikepung di Asrama Mahasiswa Yahukimo di Perumnas 3 Kota Jayapura, Papua.

“Kita lihat ini demokrasi mati, rasisme merajalela. Saya menerima laporan staf saya bahwa demonstran di Perumnas 3 dibubarkan dan dikepung di asrama. Dua orang dipukul dengan popor senjata,” ungkapnya seperti melansir jubi.co.id.

Selain itu, ia juga mengikuti bahwa Ketua Sinode Kingmi Papua, Ketua Dewan Gereja-gereja Papua, Pdt Dr Benny Giay, dihalangi masuk Gedung Parlemen Provinsi Papua.

“Ini ketua sinode, seorang doktor dihalangi-halangi seperti anak SMA, saat mau masuk ke gedung parlemen itu, kita sayangkan,” katanya.

Kawer mengurai jejak matinya demokrasi bagi orang asli Papua. Menururnya pemerintah membatasi orang asli Papua untuk tidak membicarakan hak politiknya. Pemerintah Indonesia sudah melakukannya sejak awal integrasi hingga saat ini.

“Batasi demokrasi itu bukan baru. Pemerintah mulai sejak upaya-upaya rebut Papua. Konferensi Meja Bundar, Perjanjian Roma, New York Agreement, PEPERA 1969, hingga pemberlakukan Otonomi Khusus pun, orang Papua tidak diberikan kebebasan berbicara,” katanya.

Bukan hanya di Jayapura, aparat kepolisian juga menembak 1 demonstran dan menahan 48 orang. Dari 48 itu, polisi telah membebaskan 44 orang orang. Demonstran yang tertembak atas nama Ferianus Asso (29 tahun) sedang menjalani perawatan di rumah sakit di Dekai.

“Empat kawan masih ditahan,” kata Sem Awom, juru bicara PRP kepada jurnalis Jubi, Senin (16/08/2021) malam.

Sementara itu, Agus Kossay, selaku Ketua Umum KNPB mengatakan rakyat Papua tidak akan pernah berhenti berbicara tentang penghapusan rasisme, selagi Indonesia masih rasis terhadap orang asli Papua.

“Kami harus lawan. Kami harus lawan. Selama penindasan dan rasisme subur di tanah ini, kami akan terus lawan dengan apa pun caranya,” tegasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar