Faisal Basri Sebut Perbankan RI Malfungsi, Makin Kikir Salurkan Kredit

Minggu, 15/08/2021 21:10 WIB
Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri (Monitor.id)

Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri (Monitor.id)

Jakarta, law-justice.co - Ekonom Senior Faisal Basri menyoroti kinerja perbankan di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Menurut Faisal, perbankan sebagai jantung perekonomian kini sudah tidak bekerja sebagaimana mestinya alias malfungsi.


Faisal menganalogikan ekonomi seperti tubuh manusia, salah satu organ vital di dalam tubuh adalah jantung, yang tugasnya adalah menyedot darah dan memompakannya kembali ke sekujur tubuh.

Dalam perekonomian, jantung bisa dianalogikan dengan sektor keuangan, khususnya perbankan. Bank berfungsi menyimpan dana dari masyarakat dalam bentuk dana pihak ketiga (DPK) berupa giro, tabungan, dan deposito.

Dan yang terhimpun dari masyarakat itu, kata Faisal seharusnya dipompakan atau diputar kembali ke dalam perekonomian dalam bentuk pinjaman atau kredit.

Sayangnya, jantung perekonomian Indonesia dinilai Faisal tak kunjung optimal, sejak sebelum krisis ekonomi 1998 sekalipun, bahkan sangat lemah dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan jauh lebih rendah dari rerata negara berpendapatan menengah-bawah (lower-middle income).

"Sampai kini, kondisi jantung perekonomian belum kunjung pulih dari kondisi sebelum krisis 1998," ujar Faisal melalui situs resmi pribadinya, dikutip Minggu (15/8/2021).

"Wabah COVID-19 semakin memperlemah jantung perekonomian. Perbankan kian kikir menyalurkan kredit, padahal dana masyarakat yang disedotnya terus mengalir deras," kata Faisal melanjutkan.

Bukannya untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat, perbankan justru memperbanyak membeli surat utang negara (SUN). Berdasarkan data Asian Development Bank yang dikutip Faisal, sebelum pandemi kepemilikan SUN berdenominasi rupiah oleh perbankan, per Maret 2020 hanya 26,9%.

Setahun kemudian, setelah pandemi mulai masuk Indonesia, porsi pembelian SUN oleh perbankan naik signifikan menjadi 37,9% pada Maret 2021. "Membuatnya sebagai pembeli terbesar, mengalahkan investor asing," jelas Faisal.

Jika keadaan ini terus berlanjut, kata Faisal jangan terlalu banyak berharap segera terjadi pemulihan ekonomi. Organ-organ perekonomian sulit bangkit karena kekurangan darah.

"Jangan jadikan pandemi sebagai kambing hitam jika pertumbuhan ekonomi Indonesia tak kunjung beringsut dari sekitar 5%," tutur Faisal.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar