Biayanya Terlalu Mahal, ICW Desak Kemenkes Revisi Aturan Tarif PCR

Minggu, 15/08/2021 15:20 WIB
Ilustrasi pemeriksaan PCR. (Foto: Antara).

Ilustrasi pemeriksaan PCR. (Foto: Antara).

law-justice.co - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik mahalnya tarif tes PCR yang diatur dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 dengan mematok harga tertinggi untuk pemeriksaan PCR sebesar Rp900.000. Mereka mendesak Kementerian Kesehatan segera merevisi aturan tersebut.

Sebab, menurut ICW, tingginya biaya tes PCR mempengaruhi upaya memutus mata rantai penularan Covid-19.

"Mahalnya tarif pemeriksaan PCR di Indonesia tentu berdampak pada upaya Pemerintah dalam memutus rantai penularan Covid-19. Banyaknya kasus pasien Covid-19 tanpa gejala dan mahalnya tarif pemeriksaan, menghambat sejumlah warga untuk melakukan tes PCR secara mandiri," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangan tertulis Ahad (15/8/2021).

Desakan ICW itu juga dipengaruhi soal polemik mahalnya harga tes PCR di Indonesia yang sekitar 10 kali lipat dari tarif di Indonesia. Dalam sejumlah pemberitaan diketahui bahwa Pemerintah India memangkas tarif PCR dari 800 Rupee menjadi 500 Rupee atau sekitar Rp 96.000.

Sementara itu, berdasarkan penjelasan Kementerian Kesehatan, mahalnya tarif pemeriksaan karena bahan baku untuk tes PCR masih bergantung pada impor dan harga reagen yang mahal.

ICW menemukan dua permasalahan. Pertama, tidak ada biaya impor yang dibebankan kepada Pelaku Usaha untuk produk test kit dan reagent laboratorium.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepaeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dijelaskan bahwa atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Covid-19 diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berupa pembebasan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 salah satunya tes PCR.

Menurut Wana, tidak adanya biaya impor barang tentu akan mempengaruhi komponen dalam menyusun tarif PCR.

"Yang menjadi masalah adalah publik tidak pernah diberikan informasi mengenai apa saja komponen pembentuk harga dalam kegiatan tarif pemeriksaan PCR. Kami mendesak Kementerian Kesehatan segera membuka informasi mengenai komponen penetapan tarif PCR kepada publik," katanya.

Kedua, hasil penelusuran ICW menemukan bahwa rentang harga reagen PCR yang selama ini dibeli oleh Pelaku Usaha senilai Rp180.000 hingga Rp375.000. Setidaknya ada 6 (enam) merek reagen PCR yang beredar di Indonesia sejak tahun 2020, seperti: Intron, SD Biosensor, Toyobo, Kogene, Sansure, dan Liverifer.

Jika dibandingkan antara penetapan harga dalam Surat Edaran milik Kementerian Kesehatan dengan harga pembelian oleh Pelaku Usaha, gap harga reagen PCR mencapai 5 kali lipat.

Wana menyayangkan Kementerian Kesehatan yang tidak pernah menyampaikan mengenai besaran komponen persentase keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha yang bergerak pada industri pemeriksaan PCR.

Kebijakan yang dibuat tanpa adanya keterbukaan berakibat pada kemahalan harga penetapan pemeriksaan PCR dan pada akhirnya hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja.

Untuk itu, ICW juga meminta Kementerian Kesehatan memberikan subsidi terhadap pemeriksaan PCR yang dilakukan secara mandiri.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar