Setop Reklamasi Diyakini Anies Bakal Tahan Laju Penurunan Muka Tanah

Rabu, 11/08/2021 08:13 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Saat Menyegel Pulau Reklamasi. (Rmol.id)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Saat Menyegel Pulau Reklamasi. (Rmol.id)

Jakarta, law-justice.co - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyebut keputusan menghentikan reklamasi merupakan pilihan yang tepat. Pasalnya, berdasarkan salah satu penelitian, laju penurunan permukaan tanah pulau reklamasi jauh lebih cepat dari pulau alami.

"Jika di Jakarta Utara sekitar puluhan milimeter per tahun, di pulau artificial berlangsung lebih dari 80 milimeter per tahun," kata Anies dalam diskusi Jakarta Tenggelam yang digelar Ikatan Alumni ITB secara virtual, Selasa (10/8) malam.

Menurut Anies, hal itu merupakan fakta yang membuktikan dan membuat pihaknya merasa yakin bahwa kebijakan menghentikan reklamasi memang tepat.

"Ini adalah fakta yang membuat kami makin merasa yakin bahwa menghentikan, tidak meneruskan kegiatan reklamasi, adalah langkah yang tepat untuk kurangi dampak land subsidence (penurunan muka tanah), dampak dari naiknya permukaan air laut," jelas Anies mantap.

Dalam kesempatan tersebut, Anies mengatakan bahwa laju penurunan tanah Jakarta melambat. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Japan International Cooperation Agency (JICA).

JICA menyatakan bahwa pelambatan ini merupakan dampak dari pengurangan ekstraksi atau penyedotan air tanah di Jakarta.

Anies mengatakan, pada 2007, laju penurunan muka tanah di Jakarta sangat cepat, yakni hingga 22 milimeter per tahun.

"Ternyata berhasil dikurangi menjadi 2 milimeter per tahun lewat stasiun pengukuran land subsidence," tutur Anies.

Dalam gambar yang Anies tampilkan, pada 2007 jumlah daerah yang mengalami penurunan muka tanah dengan kecepatan di atas 10 milimeter tampak cukup banyak. Daerah ini ditandai dengan titik-titik merah. Namun, dari tahun ke tahun titik merah tersebut terus berkurang.

"Kita menyaksikan dari angka di angka 2007 sampai dengan di 2017 dan 2018, titik merah mengalami penurunan yang sangat signifikan," tuturnya.

Menurut Anies, pembangunan tanggul di pesisir utara Jakarta tidak cukup untuk menghadapi persoalan turunnya muka tanah Ibu Kota dan masalah muka air laut yang terus meningkat.

"Penyelesaian tidak hanya mengandalkan pada pembangunan tanggul. Itu bukan satu-satunya jurus ampuh," kata Anies.

Pemprov DKI Jakarta juga berupaya mengurangi ekstraksi atau penyedotan air tanah. Hal ini dilakukan dengan cara mengubah ekstraksi tersebut dengan pemipaan dari PAM Jaya. Pihaknya lantas mendirikan kios-kios di perkampungan sebagai akses air bersih bagi masyarakat.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga menerjunkan Satpol PP guna menindak gedung-gedung pencakar langit yang menyedot air dari kedalaman ekstrim dan sembarangan. Pihaknya melakukan inspeksi dan memeriksa gedung-gedung di kawasan Sudirman-Thamrin.

"Saya lupa angka persisnya, tapi kurang dari 5 dari seluruh gedung itu yang menaati ketentuan tentang air," jelas Anies.

Biasanya, kata Anies pemeriksaan tidak dilakukan terhadap gedung-gedung dan para pihak yang mengonsumsi dalam jumlah besar, melainkan yang berjumlah kecil.

Namun, Anies menegaskan bahwa saat ini, para pihak yang menyedot dalam jumlah besar itu akan berhadapan dengan hukum.

"Biasanya kita periksa yang kecil, sekarang yang raksasa harus berhadapan dengan aturan hukum, dan mereka dapatkan pinalti," ujarnya.

"Saya sering katakan bahwa pelanggaran itu ada dua. Ada melanggar karena kebutuhan, ada melanggar karena keserakahan. Dan penyedotan air di gedung tinggi adalah pelanggaran karena keserakahan. Efeknya dirasakan oleh kita semua," tambah Anies.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar