Merusak! MAKI Desak Aturan Baru Perjalanan Dinas Pegawai KPK Dicabut

Selasa, 10/08/2021 09:29 WIB
Koordinator MAKI Boyamin Saiman (Foto: Istimewa)

Koordinator MAKI Boyamin Saiman (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan adanya aturan baru KPK mengenai perjalanan dinas pegawai ditanggung penyelenggara acara.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mendesak KPK mencabut aturan baru perihal perjalanan dinas pegawai dimaksud.

"Dulu bahwa sudah terpatri di masyarakat KPK itu dibelikan jajan saja enggak mau, hotel pun juga bayar sendiri, diantar-dijemput saja tidak mau, mereka lebih baik menyewa kendaraan sendiri," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (9/8/2021).

"Dan itu menunjukkan suatu nilai yang mana mereka tidak berkompromi terhadap sesuatu yang masyarakat anggap seperti budaya, misalnya diantar-jemput, dikasihkan oleh-oleh, supaya zero tolerance terhadap korupsi itu betul-betul bisa dibudayakan terhadap masyarakat," imbuhnya.

Sejak periode pertama hingga keempat, MAKI menilai aturan perjalanan dinas pegawai KPK sudah berjalan dengan baik. Namun kebijakan lama itu kemudian malah diubah melalui Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2021.

"Nah ini nanti bisa timbul masalah ketika bisa jadi tiket kelas ekonomi, atau kelas VIP, atau bisnis, hotel juga bisa bintang tiga, bisa bintang lima, dan kemudian oleh-oleh, dan sebagainya, makan enak-enak untuk menjamu," katanya.

Boyamin menduga nantinya bakal banyak pihak yang mengundang KPK. Dia mengingatkan undangan maupun fasilitas yang diberikan bisa berpotensi mengganggu independensi.

"Jadi bisa jadi berpotensi orang-orang yang ingin melobi KPK maka mengundang kemudian dijamu sebaik-baiknya dengan super VIP dan itu harapan yang mengundang dan menjamu pasti supaya tidak keras terhadap yang mengundang," ujar Boyamin.

Menurut Boyamin, aturan baru ini tidak hanya mengkhawatirkan, namun bisa saja suatu saat nanti pegawai KPK didekati pihak yang berperkara melalui aturan baru ini. Boyamin menilai sejak dahulu pegawai KPK tak bisa didekati, namun sekarang malah justru seakan-akan minta didekati.

"Bahasanya dulu tahan godaan, dan tidak mau digoda, sekarang malah kesannya minta digoda, ini yang sangat buruk, dan saya minta aturan komisi ini dicabut," ucap Boyamin.

"Karena apa? Alasan yang utama selain berkaitan dengan akan menimbulkan penyimpangan, toh di ayat berikutnya di huruf b di ayat pasal 2 itu, mengatakan kalau toh penyelanggara tidak menyediakan sarana, biaya, dan sebagainya maka komisi juga akan membiayai sendiri dari anggaran KPK, lah ya sudah ngapain ada yang pertama, yang a atau yang ayat 1, langsung saja itu dihapus, ya tetap semua dibiayai oleh KPK," imbuhnya.

KPK sebelumnya membuat aturan baru perjalanan dinas dibiayai oleh penyelenggara acara. Juru bicara KPK Ali Fikri menyebut tindakan itu bukanlah gratifikasi.

"Biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional kegiatan bukan gratifikasi, apalagi suap," sebut Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (8/8).

Ali KPK hanya menerima pembiayaan perjalanan dinas dari lembaga pemerintah. Kebijakan ini tidak berlaku bagi swasta.

"Dengan demikian, berdasarkan Perpim tersebut, sistem perjalanan dinas KPK kini bisa mengakomodir adanya pembiayaan kegiatan bersama yang dibebankan antar-lingkup ASN, yakni dengan kementerian maupun lembaga. Dalam kegiatan bersama, KPK bisa menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait, dan sebaliknya. Peraturan ini tidak berlaku untuk kerjasama dengan pihak swasta," katanya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar