Perjalanan Dinas KPK Dibiayai Panitia, Busyro: Pelumpuhan Sempurna!

Senin, 09/08/2021 11:11 WIB
Eks Ketua KPK Busyro Muqodas (Foto: Istimewa)

Eks Ketua KPK Busyro Muqodas (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Busyro Muqoddas menyebut terbitnya peraturan pimpinan KPK terbaru yang membolehkan perjalanan dinas dibiayai panitia merupakan bukti upaya pelumpuhan KPK secara lebih total.

"Itu membuktikan proses penyempurnaan pelumpuhan KPK secara lebih total," kata Busyro seperti melansir CNNIndonesia.com Senin (9/8).

Menurut Busyro, sejak periode pimpinan KPK yang pertama hingga keempat, peraturan yang membolehkan perjalanan dinas dibiayai panitia tidak ada.

Saat itu, terdapat Peraturan Komisi (Perkom) yang melarang perjalanan dinas dibiayai panitia. Perjalanan dinas akan dibiayai dari keuangan KPK. Pegawai KPK yang diutus juga tidak boleh dijemput dan membayar makan dengan uang dari KPK.

"Sampai kepada jamuan makan siang atau makan malam itu juga tidak boleh ditanggung oleh lembaga yang mengundang, baik itu pemerintah maupun swasta," kata Busyro.

Busyro menyebut terbitnya Perkom tersebut sebagai bentuk kerapuhan KPK dan akan mengganggu independensi lambaga anti rasuah itu. Bahkan, menurut Busyro, terbitnya Perkom itu akan menimbulkan budaya feodalisme yang sangat kental saat Orde Baru.

"Feodalisme itu kan menimbulkan dan menjadi sumber dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," jelas Busyro.

Busyro menilai terbitnya Peraturan Pimpinan (Perpim) KPK Nomor 6 Tahun 2021 tersebut tidak bisa dipisahkan dari upaya pelumpuhan KPK lainnya.

Pelumpuhan KPK, kata Busyro, dilakukan secara institusional. Hal ini diawali dengan mengubah UU KPK yang membuat pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Masih belum cukup, lalu diadakan akrobat politik dengan TWK (tes wawasan kebangsaan) itu," ujarnya.

KPK bantah gratifikasi

Juru Bicara KPK, Ali Fikri memastikan bahwa biaya perjalanan dinas pimpinan dan pegawai KPK yang bisa ditanggung penyelenggara lain bukan merupakan bentuk gratifikasi.

"Biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional kegiatan, bukan gratifikasi apalagi suap," kata Ali dalam keterangan resminya yang dikutip Senin (9/8).

Ali menyatakan bahwa pegawai KPK tetap tak diperkenankan menerima honor apabila menjadi narasumber untuk menjalankan tugas-tugas KPK.

Tak hanya itu, Ali juga mengatakan sejumlah kegiatan pada bidang penindakan tetap menggunakan anggaran KPK. Hal itu dimaksudkan untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan pada proses penanganan perkara.

"Pegawai KPK dalam pelaksanaan tugasnya tetap berpedoman pada kode etik pegawai dengan pengawasan ketat oleh Dewan Pengawas dan Inspektorat untuk menolak gratifikasi dan menghindari konflik kepentingan," kata Ali.

Selain itu, Ali memastikan bahwa KPK juga bisa menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait dan sebaliknya. Biaya perjalanan pimpinan dan pegawai KPK, kata dia, tetap dibebankan kepada anggaran KPK apabila panitia penyelenggara tidak menanggung biayanya.

"Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta," kata Ali.

Sebelumnya, KPK telah menerbitkan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi. Aturan di diteken tertanggal 30 Juli 2021.

Dalam aturan itu, disebutkan bahwa perjalanan dinas dalam rangka untuk mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.

 

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar