Demi Gaet Dukungan, PM Malaysia Dituduh Suap Oposisi

Senin, 09/08/2021 08:34 WIB
Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin (Foto: Istimewa)

Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin dituduh menyuap sejumlah anggota partai oposisi pemerintah demi meraup dukungan mayoritas di parlemen jelang pemilihan sela September mendatang.

Tiga anggota Partai Aksi Demokratik (DAP), partai dalam koalisi oposisi, mengaku sang PM telah meminta dukungan dan menawarkan mereka sejumlah uang tunai dan kursi di kabinet sebagai imbalan.

Tuduhan itu muncul ketika desakan oposisi agar Muhyiddin mundur semakin kencang, terutama setelah sejumlah menteri kabinetnya mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap perpanjangan status darurat Covid-19.

Ketiga anggota parlemen dari DAP itu menunjukkan tangkapan layar pesan WhatsApp dari nomor anonim yang merujuk pada "durian RM30" dan kebutuhan terkait "perwakilan dari kaum non-Melayu di pemerintahan."

Sejauh ini, belum ada yang mengklarifikasi terkait simbol "durian RM30", tetapi ketiga anggota DAP tersebut mengartikan seara eksplisit bahwa pesan itu merujuk pada tawaran sejumlah uang.

Salah satu dari tiga anggota DAP tersebut merupakan eks Menteri Sumber Daya Manusia, Kulasegaran Murugeson. Ia mengaku telah mengajukan laporan ke kepolisian Ipoh, Negara Bagian Perak, atas "upaya menyedihkan untuk membeli saya."

"Tawaran kepada saya untuk masuk dalam koalisi (pemerintah) Perikatan Nasional datang hari ini. Uang dan jabatan menteri. Kami meminta para anggota yang ditawarkan untuk menerimanya dan mendorong itu. Dan ya kami juga telah mengajukan laporan ke polisi," kata Kulasegaran yang merupakan Wakil Presiden DAP melalui unggahan di Twitter.

"Mau itu hujan atau cuaca yang cerah, kami akan tetap setia dengan DAP anggota kami di parlemen bukan untuk diperjualbelikan, saya harus memperjelas itu. Uang dan posisi tidak bisa menggoyahkan kami untuk meninggalkan partai. Kami hidup dan mati dengan partai," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Perak Mior Faridalatrash Wahid mengatakan kepada The Straits Times bahwa kasus ini telah dialihkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia.

Selain Kulasegaran, anggota DAP lainnya di parlemen, Khoo Poay Tiong, turut mencaci-maki pesan WhatsApp yang sama.

"Siapa pun yang tertarik menjadi menteri bisa menghubungi nomor ini. Kota Melaka tidak untuk dijual," kata Khoo yang merujuk pada wilayah konstituennya di parlemen.

Anggota parlemen perwakilan Kuching, Kelvin Yii, juga mengunggah tangkapan layar pesan yang sama, di mana sang pengirim juga menyuruhnya untuk "keluar dari bayang-bayang keluarga Lim".

Hal itu merujuk pada sekretaris jenderal DAP Lim Guan Eng dan ayahnya, Lim Kit Siang, yang masih secara luas dianggap sebagai pemimpin paling berpengaruh di partai.

Sekjen Partai Keadilan Rakyat (PKR) Saifuddin Nasution Ismail juga mengklaim bahwa lima anggota parlemen dari partainya menerima tawaran serupa dari pengirim anonim yang sama.

Desakan terhadap Muhyiddin untuk mundur ini telah muncul dalam beberapa bulan terakhir akibat ketidakpuasan masyarakat terkait penanganan Covid-19 pemerintah.

Akibat infeksi virus Corona kembali melonjak signifikan sejak Februari 2021, pemerintahan Muhtiddin kembali mengencangkan ikat pinggang dengan memperketat pembatasan pergerakan sosial.

Saat itu, pemerintah dengan persetujuan Raja Malaysia menerapkan status darurat Covid-19 nasional.

Deklarasi status darurat memberikan Muhyiddin kewenangan untuk menangguhkan parlemen (reses). Dengan begitu, Muhyiddin dapat menerapkan kebijakan penanganan pandemi tanpa melalui persetujuan legislatif karena aktivitas parlemen ditangguhkan (reses).

Kekecewaan sebagian masyarakat termasuk oposisi pun kian meluas lantaran pemerintah dinilai tak bisa meredam penularan Covid-19 meski telah menerapkan status darurat nasional dan lockdown yang lebih ketat pada 1 Juni lalu.

Pihak oposisi pemerintah semakin resah karena tak dapat menyampaikan perbedaan pendapat dan masukan mengenai penanganan Covid-19 karena parlemen reses.

Beberapa pihak menganggap masa reses dimanfaatkan Muhyiddin untuk menghindari kritik terhadap pemerintahannya yang hanya memegang mayoritas kecil setelah pecah kongsi dengan koalisi Pakatan Harapan.

Para penentangnya juga menyebut Muhyiddin menggunakan status darurat yang berakhir pada 1 Agustus untuk menghindari pemungutan suara mosi tidak percaya di parlemen dan meraup dukungan mayoritas untuk mempertahankan jabatan PM.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar