Drone Emprit Analisis Kampanye Baliho Puan di Medsos, Ini Ulasannya

Senin, 09/08/2021 07:55 WIB
Soal Ratusan Baliho Puan: Ngakunya Ide Spontan, Tapi Kok Seragam? 9Detik).

Soal Ratusan Baliho Puan: Ngakunya Ide Spontan, Tapi Kok Seragam? 9Detik).

Jakarta, law-justice.co - Perbincangan politik di media sosial sepekan terakhir yakni seputar pro kontra baliho Ketua DPR RI Puan Maharani. Seefektif apa baliho ini mengerek tren Puan Maharani di media sosial?

"Baliho Puan yang bertebaran sejak beberapa minggu terakhir disinyalir untuk menggeser atau mengimbangi popularitas @ganjarpranowo. Tren dalam 1 bulan terakhir, popularitas Puan meningkat meski banyak sentimen negatif (sindiran), hampir mengejar tren Ganjar," kata analis media sosial dan pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi di Twitter, Minggu (8/8/2021).

Menurut analisis Drone Emprit, tren Puan jadi setara Ridwan Kamil usai dikatrol kampanye baliho. Namun, trennya masih kalah dengan Anies Baswedan.

"Kalau digabungkan, tren keempat tokoh ini dalam 1 bulan terakhir di semua media, tren @aniesbaswedan selalu tertinggi diikuti oleh tren @ganjarpranowo, lalu @ridwankamil. Tren Puan awalnya paling rendah, perlahan naik setara RK, lalu mengejar Ganjar.

Drone Emprit juga menganalisis share of voices dalam satu bulan terakhir. Hasilnya Anies 49%, Ganjar 27%, RK 13% dan Puan 12%. Berdasarkan pemberitaan online, share of voices keempatnya yakni Anies 43%, Ganjar 25%, RK 19% dan Puan 13%.

"Twitter (medsos): Anies 50%, Ganjar 27%, RK 12%, Puan 12%" kata Ismail Fahmi.

Ismail menyebut Anies dan Ganjar diuntungkan percakapan netizen (pro-kontra) di media sosial dan RK oleh pemberitaan media. Sementara itu, popularitas yang merupakan gabungan percakapan bernada positif, negatif, dan netral dan tak memedulikan apa pun sentimennya menunjukkan hasil dari kampanye baliho Puan.

"Anies paling banyak diserang di medsos, popularitasnya selalu tertinggi. Puan juga makin populer, lewat baliho yang banyak disindir dan jadi meme netizen," ujar Ismail Fahmi.

"Dari popularitas, diharapkan nanti akan naik favorabilitasnya (sentimen positif-negatif), lalu dikapitalisasi jadi elektabilitas. Teorinya begitu. Kenyataan di lapangan bisa bermacam-macam faktor yang berpengaruh," ujarnya.

Ismail menyebut Populer saja tidak cukup, apalagi karena hal yang negatif dan tidak ada positifnya. Harus ada bukti kerja dan prestasi yang bisa digunakan untuk menaikkan tren positif.

"Tambahan data tentang narasi Puan di media sosial: narasi negatif dari netizen umum, aktivis, oposisi dan narasi positif dari tim media sosial Puan, khususnya via meme/infografis," ujar Ismail Fahmi.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar