Moeldoko Somasi ICW soal Ivermectin, Jokowi Didesak Bertindak

Senin, 09/08/2021 04:57 WIB
Presiden Jokowi dan KSP Moeldoko (MI)

Presiden Jokowi dan KSP Moeldoko (MI)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar memberi komentar terkait Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang melayangkan surat somasi ke Indonesia Corruption Watch (ICW) perihal temuan tentang promosi obat Ivermectin. Dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertindak.

Haris mengatakan bahwa temuan ICW soal dugaan keterlibatan Moeldoko dalam promosi Ivermectin merupakan peran kontrol masyarakat terhadap pejabat pemerintah. Menurutnya, tak elok jika Moeldoko akhirnya memperkarakan ICW gara-gara kajian ICW tersebut.

"(ICW) Tidak perlu disomasi. Akan lebih elok jika temuan ICW ditindaklanjuti secara baik, bisa oleh atasan Moeldoko, yaitu presiden," kata Haris kepada wartawan, Sabtu (7/8/2021).

Menurut Haris, Jokowi bisa meminta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memeriksa Moeldoko. Hal itu perlu dilakukan guna membuktikan temuan ICW itu benar atau tidak.

"Bisa presiden meminta Ombudsman untuk memeriksa. Temuan-temuan ICW masuk ke dalam ranah proses memeriksa relasi antara Moeldoko dengan si perusahaan, bukan malah ICW-nya yang diperiksa," ucap Haris.

Moeldoko Somasi ICW

Pihak Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengirimkan surat somasi kedua kepada ICW dengan waktu 3x24 jam. ICW diminta membuktikan tuduhan dan meminta maaf atau mencabut pernyataan tentang temuan terkait promosi Ivermectin serta bisnis ekspor beras. Jika tidak, Moeldoko akan melaporkan ICW ke polisi.

"Kita berikan waktu yang cukup kepada 3x24 jam. Baik sekali Pak Moeldoko ini, dia bilang bahwa supaya ada waktu yang cukuplah. Jangan nanti dibilang kita ini sewenang-wenang, kalau 1x24 jam nggak cukup, ya kita kasih 3x24 jam. Karena bagi kita yang penting itu dia bisa membuktikan atau tidak. Jangan sembarang menuduh," ujar pengacara Moeldoko, Otto Hasibuan, Kamis (5/8).

"Kalau kemarin kami beri 1x24 jam, mungkin itu tidak cukup walaupun sebenarnya mereka sudah menyelidiki satu bulan, Pak Moeldoko bilang kasih lagi kesempatan dia, kasih kesempatan untuk bisa membuktikan apakah Pak Moeldoko yang benar atau ICW yang benar," imbuhnya.

Dia mengatakan ICW perlu membuktikan di mana dan dari siapa Moeldoko mendapatkan keuntungan dalam peredaran Ivermectin. Selain itu, ICW diminta membuktikan dengan cara apa Moeldoko melakukan ekspor beras.

"Pertama kapan, di mana Pak Moeldoko terlibat mendapatkan buru rente dan mendapatkan keuntungan dalam peredaran Ivermectin kalau ada keuntungan yang didapatkan siapa yang memberikan untuk memberikan untung, memberikan rente kepada Pak Meoldoko. Kedua, kapan dan di mana dan dengan siapa dan dengan cara apa Pak Moeldoko bekerja sama dengan PT NoorPay melakukan ekspor beras," kata Otto.

Penjelasan ICW

Pengacara ICW, Muhammad Isnur, menjelaskan tentang pentingnya posisi ICW dalam konteks pengawasan roda pemerintahan. Hal ini penting karena beberapa waktu lalu, kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan, sempat mempersoalkan hal tersebut.

"Pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan banyak kesepakatan internasional. Jadi, bagi ICW, pendapat kuasa hukum Moeldoko jelas keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi," kata Isnur melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (8/8).

 

Dia mengatakan ada dua poin yang dipermasalahkan oleh Moeldoko dalam kajian ICW terkait Ivermectin, yakni tudingan pemburuan rente dan ekpor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Berangkat dari poin permasalahan itu, ICW sudah membalas somasi Moeldoko pada hari Selasa, 3 Agustus 2021.

Dalam surat balasan itu, telah ditegaskan beberapa hal. Pertama, ICW menemukan sejumlah indikasi keterlibatan Moeldoko dalam distribusi obat Ivermectin yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan. Hal ini didasarkan atas relasi bisnis antara anak Moeldoko dengan Sofia Koswara (Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, produsen Ivermectin) dalam PT Noorpay Nusantara Perkasa.

"Tidak hanya itu, beberapa pemberitaan juga menyebutkan bahwa Moeldoko sempat meminta kepada Sofia agar izin edar Ivermectin segera diproses. Padahal, pada waktu yang sama, uji klinis atas obat ivermectin belum diselesaikan," katanya.

Kemudian, Isnur mengatakan temuan ICW juga merujuk pada informasi yang menyebutkan adanya distribusi Ivermectin oleh HKTI berkerjasama dengan PT Harsen Laboratories kepada sejumlah masyarakat di Jawa Tengah. Tak lama berselang, BPOM menegur PT Harsen Laboratories karena telah menyalahi aturan produksi dan peredaran obat. Tindakan itu pun dilanjutkan dengan permintaan maaf dari produsen Ivermectin tersebut.

"Maka dari itu, wajar jika kemudian masyarakat mendesak adanya klarifikasi dari Moeldoko atas tindakannya terkait obat Ivermectin," ujarnya.

Kedua, perihal ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Dalam surat balasan somasi, ICW sudah meluruskan bahwa telah terjadi misinformasi. Merujuk pada siaran pers yang tertuang di website ICW, disebutkan bahwa HKTI bekerjasama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa dalam hal mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti pelatihan tentang Nature Farming dan Teknologi Effective Microorganism.

"Jadi, tidak tepat juga jika misinformasi itu langsung dikatakan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah. Sebab, mens rea bukan mengarah pada tindakan sebagaimana dituduhkan Moeldoko dan itu dapat dibuktikan dengan siaran pers yang telah ICW unggah di website ICW," ucapnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar