Donasi Lewat Pejabat Termasuk Gratifikasi, KPK Ancam Hukuman ini

Sabtu, 07/08/2021 14:00 WIB
Donasi Bodong Rp.2 T Akidi Tio  (Ist)

Donasi Bodong Rp.2 T Akidi Tio (Ist)

Jakarta, law-justice.co - KPK menyadari partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor yang penting dalam penanganan COVID-19. Partisipasi itu bisa berupa sumbangan atau donasi dalam bentuk uang, barang habis pakai, maupun barang modal.


Kendati demikian, KPK mengimbau ada ketentuan yang harus diperhatikan dalam donasi tersebut. Yakni penyaluran harus melalui instansi atau lembaga terkait.
Bila melalui individu, terlebih seorang pejabat atau penyelenggara negara, maka hal itu bisa tergolong gratifikasi.


"Kalau ke individu, jatuhnya gratifikasi. Bakal disetor buat negara," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan, Sabtu (7/8/2021).


Berikut bunyi Pasal 12 B:


(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:


a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Donasi masyarakat untuk penanganan COVID-19 menjadi perhatian publik saat keluarga Akidi Tio secara simbolis menyerahkan bantuan hingga Rp 2 triliun. Keluarga Akidi Tio menyebut sumbangan diberikan melalui Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri.


Namun, bantuan itu menjadi tidak jelas. PPATK bahkan menyebut Bilyet Giro Rp 2 triliun yang dimiliki keluarga Akidi Tio kosong. Rekening keluarga pun disebut tak mencapai Rp 2 triliun. Buntutnya, sejumlah pihak diperiksa polisi.


Yang terbaru, Irjen Eko Indra Heri kembali menerima donasi untuk penanganan COVID-19. Kali ini datang dari masyarakat Tionghoa yang menyerahkan bantuan secara simbolis kepada Irjen Eko Indra Heri.


KPK menilai pemberian kepada individu diperbolehkan namun tetap harus melaporkan sebagai gratifikasi. "Enggak dilarang, tapi lapor gratifikasi ke KPK. Nanti KPK yang tetapkan, milik negara atau milik penerima. Kalau yang gini (sumbangan melalui Kapolda Sumsel) pasti milik negara," ujar Pahala.


Pada April 2020 silam, KPK pernah menerbitkan surat yang isinya imbauan soal ketentuan dalam pemberian sumbangan atau donasi penanganan COVID-19.


Dalam suratnya itu, KPK menyebut sumbangan bantuan bencana dalam pelbagai bentuk bisa disalurkan atau diberikan kepada Kementerian/Lembanga/Pemerintah Daerah maupun Institusi Pemerintah. Bukan kepada individu.


Sepanjang bantuan itu diberikan melalui Kementerian/Lembanga/Pemerintah Daerah maupun Institusi Pemerintah, maka hal itu dinyatakan bukan gratifikasi. Namun KPK juga merekomendasikan untuk mengadministrasikan segala bentuk sumbangan serta mempublikasikan kepada masyarakat, termasuk penggunaannya.

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar