BPK Temukan Pemborosan Anggaran Rapid Test Rp1,1 M di DKI Jakarta

Jum'at, 06/08/2021 08:55 WIB
Pengguna transportasi umum sekarang wajib rapid test (Beritasatu)

Pengguna transportasi umum sekarang wajib rapid test (Beritasatu)

Jakarta, law-justice.co - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pemborosan anggaran senilai Rp1,1 miliar yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk pengadaan rapid test covid-19 pada 2020 lalu.

Temuan itu terkuak dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang beredar.

Anggota badan anggaran DKI Jakarta Mujiono membenarkan LHP BPK untuk Pemprov DKI Jakarta tersebut.

Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban pembayaran, diketahui terdapat dua penyedia jasa pengadaan rapid test covid-19 dengan merek serupa, dengan waktu yang berdekatan, namun dengan harga yang berbeda.

Pertama, pengadaan rapid test covid-19 IgG/IgM dalam satu kemasan isi 25 test cassete merk clungene yang dilaksanakan oleh PT NPN dengan surat penawaran penyedia jasa tertanggal 18 Mei 2020.

Pekerjaan dilaksanakan dengan nilai kontrak Rp9,8 miliar dengan jenis kontrak harga satuan. Waktu pelaksanaan kontak selama 19 hari mulai 19 Mei sampai 8 Juni.

Dalam pelaksanaannya, kontrak itu mengalami adendum dikarenakan pergantian penerbangan pengiriman dari bandara asal, sehingga jangka waktu kontraknya berubah menjadi sampai 14 Juni 2020.

Pengerjaan pun dinyatakan selesai pada 12 Juni, dengan jumlah pengadaan 50 ribu pieces dengan harga per unit barang Rp 197 ribu (tidak termasuk PPN).

Kedua, pengadaan rapid tes covid-19 IgG/IgM dalam satu kemasan isi 25 tes merk clungene yang dilaksanakan oleh PT TKM. Pekerjaan dilakukan berdasarkan kontrak pada 2 Juni senilai Rp9 miliar.

Jenis kontrak adalah harga satuan dengan jangka waktu pelaksanaan selama empat hari sejak 2 Juni hingga 5 Juni.

Pekerjaan selesai pada 5 Juni dengan jumlah pengadaan sebanyak 40 ribu pieces dengan harga per unit Rp222 ribu.

Dari hasil konfirmasi BPK, PT NPN dan PPK, PT NPN tidak tahu jika terdapat pengadaan rapid test covid-19 serupa dengan jumlah yang lain di luar perusahaannya.

PT NPN menyatakan masih menyanggupi permintaan jika dinas kesehatan melakukan penawaran ke perusahaannya karena stok alat rapid test masih tersedia.

"Menurut PPK, rekomendasi penyedia yang bisa menyediakan barang diperoleh dari seksi Survilans pada Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan," dikutip dari laporan itu.

Sementara itu, hasil wawancara BPK terhadap PT TKM, diketahui bahwa perusahaan itu mendapat undangan melakukan pengadaan sebanyak 40 ribu piece dari Dinkes DKI. Kemudian, memberikan bukti kewajaran harga berupa bukti transfer pembelian rapid ke Biz PTE LTD Singapura seharga USD 14 per piece-nya.

Biz PTE LTD Singapura merupakan perusahaan yang memiliki hak beli dari HCB di China, sehingga PT TKM terbukti membeli barang lebih mahal, sehingga harga penawarannya wajar.

Bila dilihat dari proses penunjukan, BPK menilai seharusnya PPK dapat mengutamakan dan memilih penyedia jasa yang sebelumnya mengadakan produk sejenis dan stok tersedia, namun dengan harga yang lebih murah.

`Berdasarkan uraian di atas, bila disandingkan pengadaan kedua penyedia tersebut, terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp1.190.908.00," tulis BPK.

Dalam laporan itu juga dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan itu dengan penjelasan, antara lain ketelitian dan kecermatan sulit dilakukan dalam hal kondisi saat proses pengadaan, mengingat harga satuan yang sangat beragam, ketersediaan stok yang sangat fluktuatif, dan kecepatan pemesanan.

"Dan PPK kurang cermat dalam verifikasi awal dokumen penawaran penyedia dalam keadaan darurat penanganan pandemi Covid-19 yang mengutamakan keselamatan dan penanganan segera," dikutip dari laporan.

BPK merekomendasikan Pemprov DKI agar memerintahkan kepala dinas kesehatan untuk menginstruksikan PPK supaya lebih cermat dalam meneliti data-data pengadaan atas barang yang sama dari penyedia sebelumnya untuk dipakai sebagai acuan dalam penunjukan langsung.

Sebelumnya Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria dalam rapat paripurna dengan DPRD DKI dengan agenda Jawaban Gubernur Atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD DKI terhadap Raperda PertanggungJawaban Pelaksanaan APBD 2020 dan Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2020, Senin (2/8), mengatakan sudah melaksanakan rekomendasi BPK soal LHP itu.

"Terkait temuan BPK tentang pemborosan atas pengadaan rapid test covid-19 dan pengadaan respirator N95 telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK," kata Riza.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar