Firli dkk Tolak Rekomendasi Ombudsman RI, Novel: Luar Biasa Memalukan!

Jum'at, 06/08/2021 05:46 WIB
Novel Baswedan  Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi. (ist).

Novel Baswedan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi. (ist).

Jakarta, law-justice.co - Penyidik senior KPK nonaktif, Novel Baswedan angkat bicara terkait tindakan pimpinan KPK yang menolak menerima rekomendasi Ombudsman RI terkait adanya temuan maladmnistrasi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Menurut Novel, penolakan rekomendasi yang dilakukan Firli Bahuri Dkk adalah tindakan yang memalukan.

Novel sendiri merupakan satu dari 51 pegawai KPK yang diberhentikan karena dinyatakan tak lulus TWK sebagai syarat alih status menjadi ASN.

Terkait tindakan itu, Novel menganggap seharusnya pimpinan KPK meminta maaf atas temuan skandal TWK oleh Ombudsman RI.

"Setidaknya responsnya minta maaf. Temuan dari Ombudsman itu serius, dan menggambarkan bahwa proses TWK adalah suatu skandal serius dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Novel dihubungi, Kamis (582021) malam.

Namun, Novel mengaku kaget atas adanya penolakan yang dilakukan Firli Cs terkait temuan maladmistrasi TWK.

Terkait hal itu, Novel menganggap tindakan pimpinan KPK soal rekomendasi Ombudsman merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan.

"Luar biasa, ini memalukan, dan menggambarkan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh pejabat penegak hukum," kata Novel.

Menurut Novel, dalam penyelesaian dugaan maladministrasi TWK seharusnya pimpinan KPK taat hukum dan jujur. Karena, kaidah itu penting yang mesti dimiliki para penegak hukum.

"Sayangnya pimpinan KPK tidak bisa menjadi contoh atas hal itu," kata dia.

Sore tadi, Wakil Ketua KPK Ghufron menyatakan pihaknya keberatan dan menolak rekomendasi atas temuan maladministrasi TWK oleh Ombudsman RI dalam alih status pegawai KPK menjadi PNS.

"Mengingat Tindakan Korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, oleh karena itu kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," ucap Ghufron di KPK.

Setidaknya, kata Ghufron, ada sekitar 13 poin keberatan KPK atas temuan maladministrasi TWK oleh Ombudsman RI.

Dimana salah satunya, KPK menilai bahwa Ombudsman RI dianggap tidak memiliki kewenangan untuk menerima laporan dari para pegawai KPK yang tidak lulus TWK.

Lantaran, para pelapor dianggap bukan sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan publik oleh Ombudsman RI.

Seperti diketahui, Ombudsman RI menemukan adanya tiga fokus dugaan maladministrasi TWK. Pertama, Pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Kedua, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Ketiga, dalam tahap penetapan hasil assessment wawancara kebangsaan.

"Tiga hal itu ditemukan potensi-potensi maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI dalam konferensi pers.

Maka itu, Ombudsman RI menyatakan ada empat poin tindakan korektif yang harus dilakukan oleh pimpinan KPK dan Sekretaris Jenderal KPK.

Pertama, memberikan penjelasan konsekuensi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK yang tidak lulus menjadi PNS.

Kedua, Hasil TWK tersebut sepatutnya menjadi bahan masukan langkah perbaikan. Bukan, malah menjadi dasar pemberhentian 51 pegawai KPK.

"Terhadap pegawai KPK yang TMS (tidak memenuhi syarat), diberikan kesempatan untuk perbaiki dengan asumsi mereka benar tidak lulus di TMS. Melalui pendidikan kedinasan," tegas Anggota Ombudsman RI Robert.

Terakhir, Hakikat peralihan status menjadi ASN, dalam undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020.

"75 pegawai dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021," imbuhnya.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar