Diduga Langgar Kode Etik, ICW Yakin Lili Pintauli Tiru Sikap Firli

Rabu, 28/07/2021 18:30 WIB
Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar (Kompas)

Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Indonesia Corruption Watch (ICW) merasakan suasana de javu saat Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar terjerat kasus dugaan pelanggaran etik. Lili Pintauli Siregar akan disidang etik lantaran diduga berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK.


Orang tersebut ialah Wali Kota Tanjungbalai Syahrial. Diduga, komunikasi pun terkait kasus jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial.


Suasana de javu yang dirasakan oleh ICW karena hal serupa pernah terjadi juga terhadap Firli Bahuri saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Saat itu, Firli diduga berkomunikasi dengan Tuan Guru Bajang selaku Gubernur NTB. "Jika benar, ini mengartikan Lili telah berhasil meniru perilaku Firli," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (28/7/2021).


Pada 2018, Firli Bahuri selaku Deputi Penindakan KPK memang pernah dilaporkan ke Pengawas Internal KPK. Hal itu tak terkait 4 pertemuan dengan pihak yang berkaitan dengan perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi serta tidak melaporkan seluruh pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK. Dua pertemuan di antaranya terjadi dengan Tuan Guru Bajang (TGB) selaku Gubernur NTB pada 2018.


KPK menyatakan bahwa Firli diduga melanggar kode etik berat terkait hal itu. Meski diduga melanggar etik berat, tidak ada sanksi yang dijatuhkan. Sebab kala itu, Firli Bahuri sudah ditarik oleh Polri untuk menjabat Kapolda Sumatera Selatan. KPK kemudian memberhentikannya dengan hormat atas adanya penarikan oleh Polri itu.
Firli mengakui memang pernah bertemu TGB meski tak membahas kasus. Namun, ia menampik yang dilakukannya dinyatakan melanggar etik.


Namun di samping rasa de javu itu, Kurnia menyoroti terkait sejumlah hal soal dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli. Sebab, diduga pelanggaran etik ini diikuti dengan adanya unsur pidana. Ada empat hal yang menjadi catatan ICW terkait Lili ini.
Pertama, KPK dinilai oleh ICW perlu untuk segera menyelidiki komunikasi antara Lili dengan Syahrial. KPK juga didesak mengusut apabila ada pelanggaran tindak pidana yang terjadi.

"KPK harus secepat mungkin menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan tindak pidana suap terhadap Lili," kata Kurnia.


Ada beberapa hal yang perlu diusut, yakni ada atau tidaknya aliran dana yang diterima Lili usai berkomunikasi dengan Syahrial. Lalu menguak siapa Fahri Aceh yang disebut Lili direkomendasikan untuk ditemui oleh Syahrial terkait dengan kasus yang menjeratnya.


Selain itu, apakah komunikasi itu merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Lili terhadap pihak yang berperkara. Kurnia mengatakan, ICW khawatir sebelumnya Lili juga pernah melakukan praktik serupa terhadap perkara-perkara lainnya.


Kedua, ICW juga meminta Lili untuk bisa mengundurkan diri dari proses penanganan perkara di Tanjungbalai. Sebab, segala putusan dari dia dikhawatirkan memiliki nuansa konflik kepentingan.


"Hal itu pun telah tegas diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020: setiap insan KPK wajib mengundurkan diri dari penugasan apabila dalam pelaksanaan tugas patut diduga menimbulkan benturan kepentingan," kata Kurnia.


Ketiga, Dewas dinilai perlu menjamin proses sidang etik agar berjalan objektif. Sebab, selama ini penegakan etik oleh Dewas dinilai tumpul ke atas dan tajam ke bawah. "Jika kemudian dalam proses pemeriksaan Lili terbukti melanggar etik, ICW mendorong agar Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi berat sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020, yakni merekomendasikan agar Lili mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK," ucap Kurnia.


Keempat, ICW juga mendorong Kepolisian juga mesti menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan pelanggaran Pasal 65 UU KPK terkait larangan Pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara. Jika kemudian delik ini terbukti, kata Kurnia, Lili dapat dijatuhi hukuman lima tahun penjara.


"Sekali lagi, kejadian Lili Pintauli Siregar ini semakin membuktikan betapa bobroknya integritas KPK sejak dipimpin oleh Firli Bahuri. Bisa dibayangkan, hampir seluruh pelanggaran telah dilakukan oleh Pimpinan KPK, mulai dari etik kemudian dilanjutkan dengan rentetan malaadministrasi, penyalahgunaan wewenang, dan hak asasi manusia dalam penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan," kata Kurnia.


"Tidak hanya itu, belakangan waktu terakhir masyarakat pun enggan untuk menaruh kepercayaan lagi kepada KPK. Dengan ini semua, maka seluruh Pimpinan KPK tanpa terkecuali terbukti sukses mengobrak-abrik KPK," pungkas dia.


Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli


Lili dilaporkan oleh mantan Direktur PJKAKI Sujanarko serta dua Penyidik KPK Novel Baswedan dan Rizka Anungnata. Laporan dilayangkan pada 8 Juni 2021.
Ada dua dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan oleh tiga pelapor tersebut.

Pertama, dugaan Lili menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial. Syahrial merupakan tersangka penyuap AKP Robin. Namun suap itu diduga terkait kasus lain yang juga menjerat Syahrial.


Atas dugaan perbuatan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.


Berikut bunyinya: `Insan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung`.


Kedua, dugaan Lili menggunakan posisinya sebagai Pimpinan KPK, untuk menekan M Syahrial untuk urusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai.

Atas dugaan perbuatan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.


Berikut bunyinya: `Insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi`.


Lili sempat menggelar konferensi pers atas tudingan komunikasi tersebut. Lili menegaskan tak pernah berkomunikasi dengan Syahrial untuk membahas kasus yang dimaksud. Ia mengaku sadar terikat kode etik yang tak memperbolehkan berhubungan dengan pihak berperkara.


Namun ia tidak secara tegas menjelaskan apakah ada komunikasi lain dengan Syahrial di luar perkara. Lili menyebut bahwa sebagai pimpinan KPK yang ditugaskan di bidang pencegahan ia tidak dapat menghindari komunikasi dengan para kepala daerah. Komunikasi tersebut terkait tugas KPK di bidang pencegahan.

Belakangan kembali mencuat soal komunikasi tersebut. Hal itu disampaikan oleh mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju di persidangan M Syahrial. Dia mengatakan, Lili berkomunikasi dengan Syahrial terkait kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar