Parlemen Dibekukan dan Perdana Menteri Dipecat, Tunisia Ricuh

Senin, 26/07/2021 08:34 WIB
Kondisi politik Tunisia bergejolak, Presiden negara itu membekukan parlemen dan memecat Perdana Menteri akibat protes warga yang mengaggap tak becus tangani Covid-19. (AFP/FETHI BELAID)

Kondisi politik Tunisia bergejolak, Presiden negara itu membekukan parlemen dan memecat Perdana Menteri akibat protes warga yang mengaggap tak becus tangani Covid-19. (AFP/FETHI BELAID)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Tunisia, Kais Saied hari Minggu mengumumkan penangguhan parlemen negara itu dan pemecatan Perdana Menteri, Hichem Mechichi imbas protes warga sehari sebelumnya yang menganggap pemerintah tak becus tangani Covid-19.

Seperti melansir cnnindonesia.com, aksi demonstrasi sempat dilakukan sehari sebelumnya menentang partai yang berkuasa. Warga membunyikan klakson mobil terdengar setelah Saied membuat pengumuman tersebut setelah melakukan pertemuan darurat di istananya.

Sebelumnya, ribuan warga Tunisia berbaris di beberapa kota untuk memprotes partai yang berkuasa. Mereka mengkritik partai berkuasa sebagai pemerintah yang gagal akibat peningkatan penularan Covid-19 yang melumpuhkan negara di utara Afrika itu.

Di ibukota Tunis, aksi demonstrasi dilakukan di depan parlemen yang diikuti ratusan peserta. Mereka meneriakkan slogan-slogan menentang partai penguasa Ennahdha berbasis Islam dan perdana menteri Mechichi. Protes juga dilaporkan terjadi di kota-kota Gafsa, Kairouan, Monastir, Sousse dan Tozeur.

"Rakyat menginginkan pembubaran parlemen," teriak massa.

Beberapa pengunjuk rasa ditangkap dan seorang wartawan terluka ketika massa melemparkan batu dan polisi menembakkan gas air mata, menurut kesaksian seorang wartawan AFP.

"Konstitusi tidak mengizinkan pembubaran parlemen, tetapi mengizinkan pekerjaannya ditangguhkan," kata presiden, mengutip Pasal 80 yang mengizinkan tindakan seperti itu dalam keadaan darurat.

Saied mengatakan dia akan mengambil alih kekuasaan eksekutif "dengan bantuan" Perdana Menteri baru sebagao kepala pemerintahan yang ditunjuk oleh presiden sendiri. Dia juga mencabut kekebalan para wakil parlemen.

Tunisia menjadi negara yang kewalahan oleh kasus Covid-19. Pandemi ini telah menyebabkan 18.000 orang meninggal di negara berpenduduk sekitar 12 juta itu.

Meskipun sudah satu dekade berlalu sejak revolusi 2011 yang menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali, Tunisia masih terus diwarnai gejolak politik yang menghalangi upaya pemerintahan negara itu untuk kembali bangkit.

Politik negara yang terpecah-belah, tidak mampu membentuk pemerintahan yang efektif dan langgeng. Sejak Saied terpilih sebagai presiden pada 2019, ia telah terkunci dalam pertikaian dengan Mechichi dan ketua parlemen Rached Ghannouchi.

Persaingan mereka telah menghalangi penunjukan menteri dan mengalihkan sumber daya dari menangani banyak masalah ekonomi dan sosial Tunisia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar