Peneliti: 2 Dosis Vaksin Pfizer & AstraZeneca Ampuh Lawan Varian Delta

Minggu, 25/07/2021 22:40 WIB
Vaksin covid-19 (AFP)

Vaksin covid-19 (AFP)

Jakarta, law-justice.co - Studi terbaru di Inggris menyebutkan jeda (interval) penyuntikan vaksin corona antara dosis pertama dan kedua selama 8-10 minggu efektif dalam menghasilkan respons sistem imun atau kekebalan tubuh yang kuat melawan corona varian Delta. Peneliti mengatakan interval tersebut berpengaruh, terutama pada vaksin Pfizer atau AstraZeneca.


Dalam riset yang didanai oleh Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial (Department of Health and Social Care/DHSC), tim ilmuwan menemukan bahwa jeda dosis vaksin antara empat dan 10 minggu memiliki perbedaan efek. Interval antar-dosis 10 pekan menghasilkan tingkat antibodi dan kelompok sel penangkal infeksi di dalam tubuh yang disebut sel-T lebih tinggi dibanding jeda dosis empat minggu.


Sebelumnya pada awal gelombang kedua pandemi COVID-19 di Inggris akhir 2020 dan awal 2021, Komite Bersama untuk Vaksinasi dan Imunisasi (Joint Committee on Vaccination and Immunisation/JCVI) merekomendasikan jeda 12 minggu antara dua dosis vaksin pada awal gelombang kedua pandemi COVID-19. Ini berlaku pada vaksin Pfizer dan AstraZeneca.


Keputusan ini diambil karena saat itu kekurangan pasokan vaksin dan didukung penelitian awal yang menyebut bahwa memperlebar jarak antar-dosis dari empat minggu yang direkomendasikan pabrik menjadi 12 minggu dapat meningkatkan respons sistem imun tubuh. Tapi, panduan tadi diubah lagi menjadi delapan minggu karena kasus COVID-19 akibat corona varian Delta terus meningkat di Inggris.

“Rekomendasi awal dari JCVI adalah 12 minggu dan ini didasarkan pada banyak pengetahuan dari vaksin lain yang sering memiliki interval yang lebih lama (antara dosis) dan memberi sistem kekebalan Anda kesempatan untuk membuat respons tertinggi,” kata Prof Susanna Duanchie dari Universitas Oxford yang terlibat dalam riset, seperti dikutip The Guardian.

"Keputusan untuk memangkasnya menjadi delapan minggu benar-benar menyeimbangkan semua masalah yang lebih luas, pro dan kontra – dua dosis lebih baik daripada satu dosis secara keseluruhan."


Soal penelitian baru, tim ilmuwan merekrut 503 petugas kesehatan, dengan 44 persen (223 orang) di antaranya pernah positif COVID-19. Mereka mempelajari respons kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin Pfizer.


Hasil studi menunjukkan, kedua jeda dosis vaksin Pfizer yang pendek (tiga hingga empat minggu) dan panjang (10 minggu) sama-sama menghasilkan antibodi kuat dan respons imun sel-T. Tapi, interval yang lama membuat kadar antibodi dan proporsi sel-T lebih tinggi, yang menurut peneliti mendukung memori imun lebih panjang.
Temuan lainnya bahwa setelah dosis kedua, jeda lebih lama juga menghasilkan tingkat antibodi penetralisir yang lebih tinggi terhadap varian delta.


"Saya pikir delapan minggu adalah waktu yang tepat bagi saya, karena warga ingin mendapat dua (dosis) vaksin dan ada banyak Delta di luar sana sekarang," ujar Duanchie. Sayangnya, saya tidak bisa melihat virus ini menghilang sehingga Anda ingin menyeimbangkannya dengan mendapatkan perlindungan terbaik yang Anda bisa."

Meski menjanjikan, jarak penyuntikan yang lebih lama juga disebut periset memiliki kelemahan. Menurut studi, hal ini bisa membuat penerima rentan terhadap virus corona varian Delta setelah satu tusukan karena turunnya antibodi setelah dosis pertama.


Dr Rebecca Payne, salah satu peneliti dari Universitas Newcastle, mengatakan meskipun interval vaksin dosis satu dan dua lama, respons seluler dari sel-T tetap konsisten. “Meskipun tingkat sel-T relatif lebih rendah, ia tetap menunjukkan lebih banyak dukungan pada kekebalan dan antibodi,” kata Payne.

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar