Bukan Hanya Maladministrasi, Firli Dianggap Telah Melanggar Hukum

Minggu, 25/07/2021 12:30 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Humas KPK)

Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Humas KPK)

law-justice.co - Kesimpulan Ombudsman RI tentang dugaaan Maladministrasi dan penyalahgunaaan wewenang dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) direspons oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). Ketua KPK Firli Bahuri dianggap telah melakukan kesalahan fatal yang mengarah pada tindak pidana pemalsuan dokumen.

Pada Rabu (21/7) lalu, Ombudsman RI telah menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksan (LAHP) Nomor Register 0503/LM/V/2021/JKT tentang Dugaan Penyimpangan Prosedur Dalam Proses Peralihan Status Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Ombudsman berkesimpulan bahwa telah terjadi beberapa maladministrasi dalam 3 proses alih status pegawai KPK, terutama dalam hal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Ketua PBHI Nasional Totok Yuliyanto mengatakan bahwa temuan Ombudsman RI menegaskan bahwa Firli Bahuri tidak menjalankan amanat Presiden Joko Widodo dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang proses alih status pegawai KPK yang harus berkeadilan.

"Pimpinan KPK telah membangkangi perintah Presiden. Ada penyalahgunaan wewenang, pelanggaran HAM, dan bahkan dugaan tindak pidana," kata Totok dalam siaran pers yang diterima redaksi Law-Justice.

PBHI menyoroti beberapa temuan Ombudsman yang fatal, yakni:
1. Pimpinan KPK tidak membuka informasi rancangan peraturan KPK yang menjadi dasar TWK. Peraturan Pasal 17 PKPK 12/2018 jelas menyebutkan bahwa penyusunan kebijakan wajib memperhatikan aspirasi/pendapat pegawai KPK. Sehingga pegawai KPK terlanggar haknya untuk memberikan aspirasi/pendapat.
2. Pimpinan KPK memalsukan tanggal Nota Kesepahaman (MoU) Swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN dengan cara tanggal mundur (back date), di mana dokumen telah ditandatangani pada 26 April 2021, dibuat dengan tanggal mundur 27 Januari 2021.
3. BKN inkompeten karena tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor atas proses seleksi Alih status pegawai KPK melalui mekanisme TWK. Selain itu, BKN juga tidak dapat menunjukkan kualifikasi dan kompetensi para Assesor dalam penilaian TWK pegawai KPK.

"Berita Acara Rapat Harmonisasi antara Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menkumham dan Menpan-RB pada tanggal 26 Januari 2021 ditandatangani oleh pejabat yang tidak hadir dalam rapat tersebut yakni Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Pengundangan, Penerjemahan, dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen PP Kemenkumham. Tindakan ini merupakan penyelewengan wewenang sekaligus pelanggaran hukum, bahkan terjadi dugaan tindak pidana berupa pemalsuan dokumen," tegas Totok.

Atas temuan tiga hal tersebut, PBHI mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengambil alih pelaksanaan proses alih status pegawai KPK. Jokowi juga diminta untuk segera memecar Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK.

"Kepolisian harus segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan-dugaan tindak pidana yang diduga kuat telah dilakukan oleh Firli Bahuri dan pejabat-pejabat lainnya yang terlibat,` tutup Totok.

Merespons polemik TWK yang terus berlanjut dan temuan Ombudsman RI, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh Firli Bahuri. Proses alih status pegawai KPK, terutama TWK, dianggap sudah sesuai prosedur.

"Tidak benar dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan Saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021. Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik, dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK, sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewas tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhinya syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam konferensi pers, Jumat (23/7/2021).

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar