Pengusaha Mal Taksir Potensi Kerugian Capai Rp5 T Akibat PPKM Darurat

Jum'at, 23/07/2021 11:01 WIB
Ilustrasi Mal atau Pusat Perbelanjaan. (Kompas).

Ilustrasi Mal atau Pusat Perbelanjaan. (Kompas).

Jakarta, law-justice.co - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menaksir potensi kehilangan pendapatan atau kerugian akibat PPKM Darurat senilai Rp5 triliun per bulan.

Angka diambil dari laporan 350 pusat perbelanjaan anggota APPBI seluruh Indonesia.

Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja menyebut untuk wilayah Jawa dan Bali saja kerugian diperkirakan sebesar Rp3,5 triliun per bulan yang berasal dari 250 pusat perbelanjaan.

"Untuk Jawa Bali dari 250 pusat perbelanjaan yang paling terdampak PPKM Darurat kurang lebih (kerugian) Rp3,5 triliun per bulan, kalau PPKM Darurat 2 bulan ya kali dua," ujarnya pada konferensi pers daring, Kamis (22/7).

Alphonzus juga mengungkapkan bahwa para pengusaha pusat perbelanjaan sudah tidak memiliki dana cadangan untuk menghadapi dampak pengetatan mobilitas. Ia menyebut sejak diberlakukan pembatasan kapasitas 50 persen pada tahun lalu, kas pengelola mal pun terus menipis.

"Masuk 2021 enggak ada cadangan. Meski ekonomi semester I bagus, tapi pembatasan 50 persen tidak bisa nutup akhirnya defisit. Dana cadangan terkurang habis 2020," imbuhnya.

Alphonzus menyebut pengusaha mal sudah tidak kuat lagi menahan dampak pandemi covid-19, sehingga ia meminta pemerintah untuk memberikan bantuan yang diklaimnya sudah ditagih sejak tahun lalu namun tak kunjung tiba.

Misalnya, memberikan insentif berupa subsidi gaji 50 persen untuk pekerja pusat perbelanjaan. Ia berharap bantuan tidak terlambat.

Selain itu, ia meminta pemerintah untuk memberi pengusaha napas dengan memperbolehkan mal kembali buka pada tanggal 26 Juli mendatang untuk daerah PPKM Level 3 maupun 4.

"Jadi (keringanan listrik) diminta Maret-April tapi baru disetujui 6 bulan kemudian, enggak ada arti lagi, jadi seakan-akan ketentuan ini buat apa?" jelasnya.

Lebih lanjut, Alphonzus mengungkapkan penerapan PPKM Darurat di Jawa-Bali menekan omzet ritel nonpangan hingga 90 persen. Pasalnya, 60 persen penduduk Indonesia tinggal di kedua pulau tersebut.

"Ketika ritel tutup mengurangi psikologis masyarakat untuk datang. (Omzet) ritel nonpangan secara angka (turun) 85 persen bahkan beberapa sudah ada yang sampai 90 persen," terangnya.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar