Epidemiolog Dorong Pejabat yang Pernah Klaim Ivermectin Minta Maaf

Rabu, 21/07/2021 13:51 WIB
ivermectin (Net)

ivermectin (Net)

Jakarta, law-justice.co - Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mendorong para pejabat yang sempat overclaim terhadap penggunaan Ivermectin sebagai obat terapi pasien terpapar virus corona (Covid-19) untuk meminta maaf kepada publik.

Presiden Direktur PT Harsen Laboratories Haryoseno selaku produsen obat Ivermectin dengan merek Ivermax12, sebelumnya telah meminta maaf kepada publik atas overclaim yang dilontarkan anak buahnya.

"Ya seharusnya mereka minta maaf, tapi apa tradisi kita minta maaf? itu masalahnya. Jadi kita mau minta maaf ya sulit juga karena tradisi kita sekarepe dewe (semaunya sendiri). Jadi kita di Indonesia ini, orang tidak kompeten ikut bicara, kemudian pejabat yang sama sekali tidak punya kompetensi ngomong tentang obat," kata Windhu seperti melansir cnnindonesia.com.

Selain minta maaf, Windhu juga meminta pemerintah menyampaikan sejujurnya soal kegunaan dan fungsi Ivermectin. Ini disebutnya penting agar masyarakat tidak salah paham dan mengonsumsi obat tanpa rekomendasi dokter yang kemudian berpotensi membahayakan nyawa masyarakat.

Windhu pun berharap masalah Ivermectin ini dapat dijadikan pengingat. Pesannya, tak perlu ada lagi pejabat atau anggota DPR yang mengglorifikasi dan seakan endorse produk obat maupun vaksin Covid-19.

Indonesia, kata Windhu, punya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berwenang menyampaikan rekomendasi berdasarkan uji klinik dan kajian saintifik. Masyarakat dan pemerintah harus mempercayakan sepenuhnya wewenang soal obat dan vaksin pada BPOM.

"Percayakan saja sama lembaga yang punya tupoksi itu. BPOM mengatakan Ivermectin untuk antiparasit, obat cacing, jadi kalau memang digunakan untuk hal lain harus dilakukan riset, sekarang sudah ada risetnya, dan WHO juga mengatakan lewati dulu uji klinik," jelasnya.

Menurut Windhu, pejabat yang seakan endorse Ivermectin tidak etis. Para pejabat itu bahkan bisa dituntut di kemudian hari apabila penggunaan obat yang mereka promosikan ternyata malah membawa efek samping serius dan berbahaya pada masyarakat yang mengonsumsinya.

Ia lantas menyarankan, agar pejabat cukup hanya memberikan bantuan melalui suplemen dan multivitamin. Sementara perihal obat terapi jangan main-main, sebab sampai saat ini belum ada obat yang diklaim sebagai obat Covid-19.

"Jadi mereka yang tidak punya kompetensi soal obat, sebaiknya tidak banyak bicara. Jadi itu, mereka perlunya mendorong penanganan ini dengan baik sesuai dengan standar penanganan misalnya wabah," kata Windhu.

Ia meminta publik menunggu hasil uji klinik Ivermectin yang saat ini dilakukan di 8 rumah sakit di sejumlah daerah. Masyarakat agar tidak sembarangan membeli Ivermectin tanpa rekomendasi dokter.
Windhu mengingatkan bahwa BPOM sebelumnya telah mengatakan Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.

"Karena harus ada standar terapi, EUA, bagi dokter dalam melakukan diagnosis terapi itu agar tidak terjadi malpraktik. Jadi jangan sampai dokter yang melakukan kesalahan karena itu, nanti dituntut," tandasnya.

PT Harsen melalui Presiden Direktur Haryoseno lewat iklan pengumuman di harian Kompas akhir pekan lalu telah mengakui ada klaim berlebihan sejumlah perwakilan perusahaannya di sejumlah media massa, terkait Ivermectin bagi pasien Covid.

Haryoseno mengakui pernyataan-pernyataan anak buahnya di berbagai media massa telah merugikan integritas dan nama baik BPOM. Melalui pernyataan permintaan maaf tersebut, PT Harsen juga memastikan akan menjalankan rekomendasi dan sanksi yang diberikan BPOM. Poin ini menindaklanjuti hasil inspeksi BPOM di salah satu fasilitas produksi Ivermectin, beberapa waktu lalu.

Dalam polemik Ivermectin, sejumlah pejabat pemerintah tercatat pernah mempromosikan obat tersebut sebagai obat terapi covid-19. Misalnya, pada 21 Juni, Menteri BUMN Erick Thohir mempromosikan Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19 yang menurutnya sudah mendapat izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM.

Senada, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengaku sudah berkali-kali mengkonsumsi Ivermectin, yang sebenarnya merupakan obat cacing parasit, untuk menangkal Covid-19. Padahal, BPOM sejauh ini mengaku belum menerbitkan EUA Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar