Ketua DPP GMNI: Jokowi Sudah Bohongi Rakyat Soal Data Kasus Covid

Rabu, 21/07/2021 08:45 WIB
Ketua DPP GMNI Bidang Politik, Maman Silaban. (Foto: Dok. Pribadi).

Ketua DPP GMNI Bidang Politik, Maman Silaban. (Foto: Dok. Pribadi).

law-justice.co - Ketua DPP GMNI Bidang Politik, Maman Silaban, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Selasa (20/7) malam soal perpanjangan PPKM Darurat telah membohongi masyarakat.

Jokowi mengatakan bahwa selama pemberlakuan PPKM Darurat yang dimulai dari 3 Juli sampai 20 Juli 2021 menunjukkan adanya penurunan Bed Occupancy Ratio (BOR) dan penurunan Kasus COVID-19.

Maman mengatakan pernyataan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito di akun YouTube Sekretariat Presiden, di mana ia menyebutkan bahwa penambahan kasus COVID-19 masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif 542.938 atau 18,65%, berdasarkan data yang mereka miliki.

"Perbedaan ini membuat masyarakat merasa dibohongi, apabila kebijakan PPKM Darurat selama dua minggu menurunkan penggunaan tempat tidur dirumah sakit atau Bed Occupancy Ratio (BOR) maka benar, tetapi bila dikatakan pemberlakuan PPKM Darurat menurunkan kasus COVID-19 maka ini tidak tidak benar alias bohong," kata Maman dalam keterangannya kepada Law-Justice, Rabu (21/7/2021).

Melihat perbedaan klaim tersebut, Maman meminta pemerintah benar-benar terbuka kepada masyarakat apa maksud dan tujuan dari diberlakukan PPKM Darurat terbaru.

Hal ini agar masyarakat dapat menelaah dan menerima kebijakan yang diambil Pemerintah Pusat terkait kondisi negara saat ini.

Soal penanganan pandemi, Maman menilai kebijakan pemerintah pusat tidak satu tarikan napas dengan peraturan perundangan yang sudah mereka buat.

"Pemerintah Pusat seharusnya bertindak berdasarkan UU Kekarantinaan Kesehatan, yang mana didalamnya sudah cukup lengkap mengatur langkah yang harus dilakukan pemerintah saat negara mengalami kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat," jelasnya.

Menurut Maman, bila kebijakan Pemerintah Pusat dalam menangani pandemi berdasarkan UU Kekarantinaan Kesehatan, maka kebijakan tersebut sudah pasti berasaskan perikemanusiaan, perlindungan, manfaat, keadilan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan kedaulatan negara.

"Dalam UU Kekarantinaan Kesehatan sudah jelas manfaat dari penyelenggaraannya, yaitu untuk melindungi masyarakat dari penyakit dalam hal ini COVID-19 dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan" katanya.

Maman juga mengatakan ketika UU Kekarantinaan dijadikan acuan mutlak dalam penanganan pandemi, dapat dipastikan bahwa negara akan hadir dalam wujud kebijakan Pemerintah Pusat terhadap masyarakat.

"Namum apabila itu tidak dipedomani betul oleh Pemerintah Pusat beserta jajarannya, maka masyarakat akan terus mengalami darurat kesehatan dan kesulitan dalam menjalani kehidupannya," pungkasnya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar