Patgulipat Impor Emas

Siapa Raup Untung dari Skandal Impor Emas Rp47,1 Triliun?

Sabtu, 17/07/2021 10:58 WIB
Harga emas mengalami penguatan seiring dengan pelemahan dolar AS dan peningkatan permintaan di tengah tekanan global. Kenaikan harga emas didorong oleh  kekhawatiran wabah virus corona yang menciptakan kepanikan di kalangan investor. Robinsar Nainggolan

Harga emas mengalami penguatan seiring dengan pelemahan dolar AS dan peningkatan permintaan di tengah tekanan global. Kenaikan harga emas didorong oleh kekhawatiran wabah virus corona yang menciptakan kepanikan di kalangan investor. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung rupanya serius menanggapi permintaan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan tentang adanya dugaan manipulasi sistem (Harmonize System/HS) dalam kasus impor emas senilai Rp 47,1 triliun di bandara Soekarno Hatta. Pada 1 Juli lalu, Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya telah memeriksa beberapa pejabat Ditjen Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta.

Isu ini bermula saat rapat dengan pendapat antara Komisi III dan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada 14 Juni 2021. Kala itu, Arteria Dahlan mengungkapkan ada praktik yang tidak wajar dalam impor emas batangan yang dilakukan oleh 8 perusahaan. Arteria mengatakan, impor emas dari Singapura itu seharusnya dikenakan Bea Masuk 5 persen dan pajak penghasilan 2,5 persen. Besaran penghasilan negara yang bisa didapat dari total impor emas tersebut senilai Rp 2,9 triliun.

"Ini ada maling terang-terangan," kata Arteria. Arteria menyebut ada upaya penghindaran bea masuk pada kasus itu. Kode HS untuk impor emas tersebut telah diubah. Arteria menyebut Antam terlibat dalam dugaan penggelapan impor emas. Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta diduga ikut terlibat.

Dalam wawancara dengan Law-Justice.co pada Jumat 16 Juli 2021, Arteria menyebut ada dugaan pemufakatan jahat dalam praktik impor emas melalui Bandara Soekarno Hatta tersebut.

"Iya, mereka bermufakat jahat lah, sama petugas-petugas importasi itu. Yang tadinya PIB-nya 5 persen kok jadi 0 persen. Itu kan sudah ada nomor seri, kemudian juga sudah ada uji package, ada di kemasannya, terus sudah ada sertifikat," katanya.

Dia juga menyebut ada keganjilan yang ditemukan dalam praktik di lapangan dari kegiatan importasi emas tersebut. Menurut dia, keganjilan itu bisa dilihat dari adanya PIB (Pemberitahuan Impor Barang) yang dikenakan 0 persen.

"Ya kemarin kan sudah kita nyatakan teman-teman di bea cukai Bandara, kok bisa tiba-tiba PIB (Pemberitahuan Impor Barang)-nya dikenakan yang 0 persen," jelasnya.

Arteria juga mengaku heran, karena adanya tumpang tindih kebijakan di tubuh bea cukai sehingga kebijakan dan penindakan di lapangan menjadi bertolak belakang. Menurut dia, seharusnya Bea Cukai membuktikan barangnya secara empiris jika memang isinya emas batangan yang tak kena kena bea masuk.


Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan/DPR.go.id

"Enggak usah di Ditjen Bea Cukai, di bagian Direktorat Penyidikan dan Penindakan kemudian Inspektorat kan sudah mengetahui kemarin. Itu kan surat dari Direktorat Penyidikan dan Penindakan. Mereka itu sudah tahu," beber Arteria.

"Tapi, hebatnya Kepala Bea Cukai Bandara itu, bisa ngalahin Ditjen Penindakan. Padahal dari segi struktural enggak ada di bawahnya dong (Ditjen Penindakan)," tambahnya.

Dengan tegas Arteria meminta adanya perbaikan di tubuh Direktorat Bea dan Cukai dan akan mengajukan Panja soal masalah importasi emas yang menjadi celah adanya kerugian negara dari sektor bea masuk.

"Paling gampang itu panggilin saja semua, kasih lihat emas yang masuk itu emas bongkahan atau emas setengah jadi. Itu seharusnya sudah tidak ada perdebatan. Kalau saya sih menyarankan, jika memang ada kekeliruan, yaudah lakukan perbaikan. Kalau enggak mau ngaku salah kita tangkap," ujarnya.

"Kita mau menginisiasi untuk membentuk panja kalau masih ngelawan-lawan begini.Saya mencoba menjaga kehormatan Bea Cukai. Namanya DPR itu mencoba menjaga kehormatan. Disentil kemarin sudah, perbaiki diri. Tapi kalau disentil ngeyel, yuk kita buka-bukaan yang benar saya atau mereka. Kalau yang benar mereka kan saya akan minta maaf. Tapi kalau yang benar saya juga enggak menuntut macam-macam, dia perbaiki diri (saja)," tambah Arteria dengan tegas.

Nantinya dalam Panja itu Arteria akan meminta adanya keterangan dari perusahaan importir dan pelapor serta penjelasan Direktorat Bea dan Cukai.

"Ya pimpinan Komisi III sudah merencanakan tadinya pada saat masa sidang ini. Tapi kan karena masa sidang ini ada PPKM jadinya kita pikir di masa sidang berikut lah. Pokoknya itu permintaan saya, teman-teman di bea cukai perbaiki dirilah. Jangan ngeyel, nanti kalau kita buktikan, kan nanti kita panggilin semua di DPR. Termasuk juga perusahaan dan pelapor," tegas Arteria.

Arteria juga meminta agar orang-orang yang terlibat dalam praktik kejahatan ini dan barang bukti emas untuk ditahan sampai permasalahannya jelas.

"Tapi kalau masih ngeyel juga, ya kita minta ditahan. Ya kalau gitukan kerugian negaranya lebih banyak lagi. Kalau gitu pihak yang bermainnya ketahuan dong karena kan orangnya itu-itu juga,"ungkap Arteria.

Dalam keterangannya Arteria juga membeberkan adanya perusahaan importir emas fiktif yang dinilai menjadi perusahana kedok untuk mendapatkan kuota impor emas tanpa membayar bea masuk sesuai aturan.

"Ada delapan perusahaan, itu yang saya temukan. Iya makanya. Numpang alamat doang. Kalau dibilang virtual office pun tidak. Ya makanya saya minta teman-teman bea cukai ini perbaiki dirilah. Arteria Dahlan itu tidak jahat. Tapi jangan ngeyel, kalai sudah diingetin ngeyel ya penegakan hukum jalan. Bilang saja minta maaf, kalau ada kerugian negaranya akan kita kembalikan, ya sudah selesai," pungkas Arteria.

Bea Cukai Tersandera Impor Emas
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani turut buka suara terkait adanya tudingan praktik penggelapan terkait importasi emas yang melibatkan sektor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Askolani mengatakan, apa yang disampaikan oleh Arteria Dahlan tersebut tidak tepat. Impor yang dilakukan oleh Bea Cukai diklaim sudah sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri keuangan Nomor 6/PMK.010/2017.

"Tidak ada mengenai istilah hal tersebut. Pelaksanaan penetapan bea masuk (BM) emas batangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tarif kepabeanan Indonesia," kata Askolani kepada Law-Justice.

Selain itu, Askolani juga menuturkan kalau pihak internal Ditjen Bea dan Cukai sedang meninjau kembali tarif bea yang masuk tersebut.

"Hal tersebut dilakukan oleh sesuai dengan tarif kepabeanan, jenis barang serta standar di World Customs Organization (WCO)," tuturnya.

Askolani meneruskan untuk keterangan lebih rinci tentang impor emas tersebut, meminta konfirmasi kepada pihak terkait untuk lebih jelas.

Sementara itu, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Syarif Hidayat memaparkan kalau sistem pengklasifikasian bea masuk emas sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Dia yakin bahwa harmonize system code atau HS emas yang masuk berkode 7108.12.10 untuk emas bongkahan atau ingot yang akan diolah kembali dikenakan tarif bea masuk 0 persen.

Lebih lengkapnya, berikut ini tarif bea masuk emas batangan yang berlaku di Indonesia:
1. HS 7108.12.10 untuk emas batangan yang akan diolah kembali (dalam bentuk bongkah, ingot atau batang tuangan) dengan tarif BM 0 persen
2. HS 7108.12.90 selain dalam bentuk bongkah, ingot atau batang tuangan, dengan tarif BM 5 persen
3. HS 7108.13.00 untuk emas bentuk setengah jadi lainnya, dengan tarif BM 5 persen
4. HS 7115.90.10 untuk emas batangan yang langsung siap dijual, dengan tarif BM 5 persen

“Jadi pengklasifikasian yang dilakukan oleh Bea Cukai ini sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Importir melakukan pengajuan Pemberitahuan Impor Barang dengan klasifikasi pada HS 7108.12.10,” papar Syarif melalui keterangan tertulisnya kepada Law-Justice.

Untuk itu, Bea Cukai Soekarno-Hatta tengah melakukan penelitian terhadap uraian barang berdasarkan ketentuan dan kaidah-kaidah serta referensi-referensi yang diatur dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Hal tersebut dituangkan dalam Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System atau KUM HS, catatan bagian, catatan bab, dan explanatory notes.

"Hasil penelitian mendapati bahwa emas tersebut tidak dimasukan sebagai minted gold bar dikarenakan barang tersebut tidak dihasilkan melalui rolling, drawing, maupun cutting dan hanya berbentuk sebagaimana asalnya atau dalam bentuk sesuai moulding-nya," kata Syarif.

Syarif menegaskan bahwa marking yang terdapat di atas permukaan emas tersebut tidak mengubah karakteristik sebagai ingot, dan oleh sebab itu tidak dimasukkan sebagai bentuk semi manufactured atau emas setengah jadi.

"Atas dasar hasil penelitian tersebut maka klasifikasi importir dapat diterima, dan saat ini kami sedang melakukan review kembali terkait penetapan tarif BM emas batangan tersebut," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta Finari Manan menolak berkomentar saat dihubungi Law-Justice, pada Jumat 16 Juli 2021. Finari Manan enggan menanggapi pertanyaan saat dimintai konfirmasi ihwal tudingan manipulasi dokumen impor emas oleh petugas bea cukai.

Finari hanya menyarankan Law-Justice bertanya seputar kasus tersebut ke Humas Ditjen Bea Cukai, Sudiro.

"Kalau ini kita satu pintu ke humas pusat ya. Saya enggak boleh kasih statement apapun," ujarnya.


Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta Finari Manan (Foto: ddtc.co.id)

Pertanyaan yang Law-Justice ajukan ke Finari tak ditanggapi oleh Sudiro. Baik melalui telepon atau pesan singkat Whatsapp, juru bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai itu tidak merespon pertanyaan yang diajukan.

Sebelumnya, Finari Manan merupakan pihak yang paling getol menolak impor emas oleh kedelapan perusahaan importir sebagai barang yang dikenai bea dan pajak. Ia tak sepakat dengan isi nota yang menyebutkan bahwa emas yang masuk Indonesia tersebut dikategorikan logam mulia berkode HS 7115.90.10, yakni logam emas yang sudah berupa emas batangan siap jual dan dapat dikenai bea impor sebesar 5 persen.

Saling Klaim Aturan Bea Masuk Emas
Menanggapi polemik impor emas tersebut, Dosen Metalurgi Universitas Indonesia Deni Ferdian sepakat dengan pernyataan Ditjen Bea Cukai. Dia juga memberi penjelasan terkait bahan baku emas.

“Impor casting atau impor raw material yaitu berupa bahan baku untuk Antam. Berarti itu bahan baku emas,” kata Deni kepada Law-Justice.

Deni menyebutkan kalau impor casting bar itu lebih murah dan emas tersebut bentuknya adalah batang tuangan. Industri akan mengolah menjadi produk jadi melalui pabrik pengolahan dan pemurnian.

“Impor casting bar dalam bentuk cetak biasanya satu kilogram guna memudahkan transportasi logistik,” ujarnya.

Deni menyebutkan bila impor emas Antam itu merupakan bahan baku produk logam mulia. Kemudian dilebur dan diolah kembali menjadi produk hilir emas di pabrik pengolahan dan pemurnian yang dikelola Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian (UBPP) Logam Mulia.

Dari beberapa perusahaan yang disebutkan oleh Arteria salah satunya terdapat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Antam. Supervisor Corporate Secretary PT Antam Yulan Kustiyan menegaskan bahwa perusahaannya telah memenuhi seluruh ketentuan dalam impor emas tersebut sesuai dengan praktik tata kelola perusahaan (good corporate governance).

Ketentuan yang dimaksud oleh Yulan yakni termasuk kewajiban tarif bea masuk (BM) sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam hal ini gold casting bar dengan kategori pos tarif 7108.12.10.

"Dalam kaitannya dengan impor emas yang dilakukan, PT Antam telah memenuhi seluruh ketentuan, termasuk kewajiban tarif bea masuk sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam hal ini gold casting bar dengan kategori pos tarif 7108.12.10," kata Yulan saat dihubungi Law-Justice.

Ia melanjutkan bahwa impor emas yang dilakukan oleh pihaknya diperuntukkan sebagai bahan baku produk logam mulia perusahaan. Yulan menyatakan kalau perusahaan melakukan impor emas hasil tuangan dengan berat 1 Kg (gold casting bar) sebagai bahan baku yang akan dilebur.

Kemudian diolah kembali menjadi produk hilir emas di pabrik pengolahan dan pemurnian yang dikelola Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian (UBPP) Logam Mulia.

"PT Antam melakukan impor gold casting bar sebagai bahan baku yang akan dilebur dan diolah kembali menjadi produk hilir emas," jelasnya.

Perusahaan Fiktif Importir Emas
Dalam dokumen Nota Dinas Direktorat Penindakan dan Penyidikan yang diterima Law-Justice, sedikitnya ada delapan perusahaan yang menjadi importir emas lewat jalur hijau. Kedelapan perusahaan ini melakukan impor dari Singapura pada pos tarif 7108.12.10. pos tarif ini sebelumnya dinyatakannya diubah oleh oknum petugas bea dan cukai setelah masuk Indonesia sehingga tidak dikenakan tarif bea masuk. Perusahaan tersebut antara lain:

1. PT Jardin Track Utama
2. PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
3. PT Lotus Lingga Pratama
4. PT Royal Raffles Capital
5. PT Viola Davina
6. PT Indo Karya Sukses
7. PT Karya Utama Putra Mandiri
8. PT Bhumi Satu Inti

Untuk perusahaan yang terakhir, tidak jelas di mana perusahaan ini berada. Di jejaring internet, PT Bhumi Satu Inti tak memiliki situs resmi perusahaan. Beberapa situs menampilkan bahwa perusahaan tersebut berlokasi di Jalan Gajah Mada Nomor 49, Pontianak, Kalimantan Barat. Namun, saat ditelusuri, alamat tersebut ditempati oleh PT International Exchange, badan usaha yang melayani penukaran mata uang asing atau money changer.

Dalam satu situs, PT Bhumi mencantumkan nomor telepon perusahaan 0561 736 299. Nomor ini dimanipulasi karena saat dihubungi, operator yang menerima panggilan mengaku sebagai karyawan dari PT International Exchange. Ia pun menyatakan tak mengetahui ihwal pengaturan perusahannya oleh PT Bhumi Satu Inti.


Dokumen nota dinas Direktorat Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea Cukai

Dari dokumen yang Law-Justice peroleh, Direktur PT Bhumi Satu Inti dijabat oleh Siman Bahar, tokoh Tionghoa Kalimantan Barat yang juga konglomerat pendiri PT Setia Baru. Salah satu member grup perusahaan ini, PT Surya Pajintan, menjadi perusahaan pengembang berpengaruh di tanah Borneo. Perusahaan inilah di balik pembangunan kawasan bisnis mewah bernama Mall of Borneo. Siman juga tercatat sebagai Direktur Utama di perusahaan tersebut.

Siman Bahar diduga menumpang alamat PT International Exchange untuk kepentingan PT Bhumi Satu Inti sebagai perusahaan importir emas. Setahun yang lalu, ada pula perusahaan lain yang memakai alamat Jalan Gajah Mada Nomor 49 ini untuk kepentingan bisnis. Perusahaan tersebut bernama PT Tujuan Utama. Padahal, ruko bernomor 49 itu digunakan oleh seorang pengusaha sebagai tempat jual beli sepeda motor.

Uniknya, Mahkamah Agung pernah menghukum PT Tujuan Utama dengan denda Rp500 juta atas kasus pemalsuan dokumen importasi emas ke Metalor Technologies Ltd di Hong Kong. Sanksi itu tercatat dalam Surat Putusan Mahkamah Agung Nomor 1734 K/Pid.Sus/2017.

Selain PT Bhumi, status sebagian perusahaan yang lain juga tak jauh berbeda. Umumnya, perusahaan yang tercantum dalam nota dinas tersebut tak dapat ditemukan informasi yang jelas mengenai profil perusahaan.


Tampak depan PT International Exchange (Foto: Istimewa)

Kejagung Panggil Pejabat Bea dan Cukai
Awal Juli lalu, Kejaksaan Agung menyatakan telah memeriksa sejumlah pejabat bea dan cukai di Bandar Udara Soekarno Hatta untuk mengungkap perkara dugaan tindak pidana korupsi impor emas.

Febrie Adriansyah, yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, mengatakan bahwa kasus ini sudah memasuki tahap penyelidikan. Ia mengaku pihaknya sudah memeriksa sejumlah pejabat di bea cukai

"Beberapa pejabat bea dan cukai di Bandara Soetta sudah mulai dipanggil dan diklarifikasi. Ini masih tahap penyelidikan," kata Febrie yang kini telah dirotasi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Penyelidikan tampaknya tengah mangkrak karena rotasi jabatan di Eselon II Korps Adhyaksa. Kasus penggelapan dokumen impor emas ini belum menemui titik terang akibat transmisi kepemimpinan direktur penyidikan Jampidsus dari Febrie Adriansyah ke pejabat yang baru, Supardi.

Saat dikonfirmasi, Febrie meminta kasus tersebut ditanyakan ke Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. Ia mengaku tak mengetahui perkembangan penyelidikan kasus ini setelah dua pekan bekerja dari rumah. "Saya sudah enggak masuk dua minggu, belum tahu perkembangannya."

BPK Didesak Audit Impor Emas
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak untuk melakukan audit terkait dugaan kerugian negara dari praktik impor emas yang dilakukan perusahaan BUMN dan swasta. Direktur Eksekutif Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRES), Marwan Batubara mengatakan, BPK dan BPKP bisa aktif dengan melakukan audit mulai dari awal perusahaan yang mendapatkan izin impor emas hingga persoalan pemasukan negara bea masuk yang harus ditanggung oleh perusahaan.

"Waktu saya ditanya soal kasus emas itu, saya minta supaya diaudit saja oleh BPK atau auditor swasta, supaya orang tidak berspekulasi. Tapi memang di sisi lain banyak nih kejahatan oligarki mentang-mentang dia dekat dengan kekuasaan, menempatkan orang di Komisaris BUMN, ya BUMN-nya yang jadi korban," ungkap Marwan.


Ilustrasi emas batangan/Kompas

Marwan membeberkan ada praktik berburu rente dari kegiatan impor emas dengan modus mengakali pajak dan bea masuk.

"Saya kira dua-duanya (Pihak bea cukai dan pengusaha), ini kan bisnis yang pubik jarang tahu, jarang mengikuti. Sementara yang namanya pemburu rente itukan melihat celah. Yang paling berperan perusahaan. Tapi memang namanya bea cukai kan dari dulu juga begitu. Sudah dikasih gaji khusus, berbeda dengan gaji ASN lain. Dulu Sri Mulyani kan juga komplain, ini gaji (bea cukai) sudah berlipat-lipat kok masih ada yang jahat. Ada moral hazard gitu," tegas Marwan.

"Saya lebih cendrung itu korupsi biar lebih tuntas. Sama kalau dibawa ke kepabeanan nanti masuk ke Pengadilan Pajak itu tertutup lagi. Kan biasanya Pengadilan Pajak nanti jadi semakin elitis lagi, publik tidak bisa mengikuti lagi. Makin rumit. Bisa lolos nanti penjahatnya," tambah Marwan.

Marwan ingin agar kasus ini bisa diungkap dengan tuntas dan orang-orang yang menangguk untung dari praktik impor emas ini bisa diseret ke proses hukum.

"Kembali ke kasus emas, ya kita ingin ada transparansi, prosesnya seperti apa. Karena ka sering kan kasus itu cuma di-blow up di awal. Habis itu nanti ada yang damai. Nanti yang memblow-up itu siapa tahu juga ada deal kan sama dia," kata Marwan.

Dia juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut bertanggung jawab dan seluruh jajaran di Kementerian Keuangan bisa mempertanggungjawabkan dugaan kerugian negara ini.

"Seharusnya Menteri Keuangan itu tampil yang membawahi Bea Cukai, Dirjen Pajak, untuk mengklarifikasi ke publik. Da mestinya Arteria juga jangan cuma diam aja setelah diklarifikasi. Apalagi yang mengklarifikasi hanya sekadar Dirjen. Kan levelnya Arteria itu sebagai Anggota DPR ya Presiden. Bukan Dirjen. Okelah kalau bukan Dirjen menteri yang seharusnya tampil," katanya.

"Kalau perlu juga, karena ini melibatkan BUMN, Menteri BUMN bisa denga Sri Mulyani itu tampil menjelaskan. Karena ini menyangkut nama baik Antam juga. Apalagi Antam itu sudah Go Public," pungkas Marwan.

Catatan Merah BPK
Kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sempat mendapat sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam IHPS II tahun 2020. Hasil pemeriksaan BPK terhadap kinerja atas pengelolaan sistem informasi pelaporan pendapatan, piutang, dan utang perpajakan tahun 2019-2020 disimpulkan belum efektif. Setidaknya ada dua sistem di Direktorat Bea dan Cuka yang disorot BPK, yakni:

1. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas sistem informasi DJBC belum optimal. Hal ini di antaranya ditunjukkan dengan belum dilaksanakan Pengendalian Umum Teknologi Informasi dan Komunikasi (PUTIK) dan Pemantauan Pengendalian berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (PPTIK) pada Customs Excise Integrated System and Automation (CEISA) di antaranya DJBC belum melaksanakan penilaian dan pemantauan pengendalian intern TIK berupa PUTIK dan PPTIK atas CEISA. Akibatnya, terdapat potensi salah saji pada laporan keuangan yang dihasilkan oleh aplikasi CEISA.


Gedung Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Beacukai.go.id)

2. Sistem CEISA memberikan nomor pendaftaran (nopen) ganda serta adanya nopen yang loncat. Di antaranya, terdapat 28 nopen ganda pada database CEISA Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dan terdapat 189 nopen yang tidak ditemukan dalam database CEISA Free Trade Zone (FTZ) tahun 2020 (s.d. 31 Agustus 2020). Akibatnya, nopen yang diterbitkan oleh sistem CEISA tidak dapat diandalkan sebagai identitas pengenal dokumen pemberitahuan pabean dan cukai serta parameter pencarian data pabean dan cukai.

Sistem tidak melakukan koreksi atas nilai penerimaan yang harus dibulatkan ke atas dalam ribuan rupiah sesuai Pasal 36 UU Kepabeanan. Berdasarkan proses perekaman data billing melalui menu rekam data master oleh petugas bea dan cukai dan rekam mandiri oleh pengguna jasa menunjukkan bahwa sistem tidak melakukan koreksi pembulatan otomatis atas nilai yang direkam ke dalam sistem. Akibatnya, hilangnya potensi penerimaan pada Tahun 2020 yang berasal dari selisih antara nilai penyetoran ke kas negara dengan nilai yang seharusnya.

BPK telah merekomendasikan kepada Dirjen Bea dan Cukai agar memerintahkan Direktur KI untuk melaksanakan PUTIK dan PPTIK pada aplikasi CEISA. Selain itu, Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai (IKC) juga diminta untuk menelusuri dan memperbaiki kesalahan program yang mengakibatkan adanya nopen yang loncat atau ganda pada CEISA TPB, CEISA Ekspor dan CEISA FTZ.

Berujung di Panja DPR
Anggota Komisi XI DPR RI Masinton Pasaribu yakin bahwa pernyataan yang dilontarkan oleh Arteria terkait praktik impor emas tidak bisa dianggap sepele. Masinton mengaku ingin melakukan pendalaman terkait dugaan praktik penggelapan impor emas di Bandara Soekarno-Hatta tersebut.

Untuk itu, Masinton mengatakan kalau Komisi XI DPR RI perlu untuk meminta keterangan petinggi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait hal tersebut dan segera untuk dilakukan pemanggilan.

"Dalam rapat Panja Penerimaan Negara Komisi XI akan mendalami kebenaran isu dugaan penggelapan importasi emas termasuk besaran jumlahnya. Serta kepada Dirjen Pajak kami juga akan meminta data-data beberapa perusahaan importir emas tersebut berikut data kepatuhan pembayaran pajak kepada negara," kata Masinton saat dihubungi Law-Justice.

Politisi PDI Perjuangan itu menuturkan, anggota yang duduk di panitia kerja juga sebelumnya sudah secara intensif melakukan rapat khusus mengenai penerimaan negara bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajarannya.

Ia menyatakan dengan adanya temuan ini apalagi disebutkan berada di Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta, maka patut untuk ditelusuri lebih dalam.


Ilustrasi emas batangan/Foto : Republika

"Isu dugaan importasi emas di wilayah Bandara Soekarno-Hatta adalah masih dalam ranah kepabeanan yang diatur secara jelas dan tegas dalam UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dalam Pasal 112 UU Kepabeanan diatur tentang kewenangan pegawai Dirjen Bea Cukai melakukan penyidikan di bidang kepabeanan," tuturnya.

Masinton meminta agar seluruh instansi menghormati kewenangan Bea Cukai dalam hal pengawasan, pemeriksaan, penangkapan dan penyidikan terhadap pelaku tindak pidana di bidang kepabeanan yang berlaku lex spesialis derogat le generalis.

"Begitu pun terhadap permintaan teman-teman Komisi III DPR RI kepada Jaksa Agung agar melakukan penyelidikan dugaan kasus importasi emas tersebut," imbuhnya.

Supaya lebih jelas, Masinton menyarankan supaya Kejaksaan Agung melakukan koordinasi dengan Ditjen Bea Cukai. Hal yang sama juga ditujukan kepada Dirjen Bea Cukai, untuk melakukan audit kepabeanan terhadap Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta.

Hal tersebut, agar tidak terjadi overlapping dalam ranah penegakan hukum yang dilakukan oleh Bea Cukai di bidang kepabeanan. "Karena kuat dugaan selama ini dokumen impor emas digunakan sebagai modus untuk melegalkan peredaran emas gelap dan menghindari tarif pajak penghasilan (PPh 22)," pungkasnya.

 

Kontribusi Laporan : Januardi Husin, Rio Alfin Pulungan, Ghivary Apriman

 

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar