Kritik UU Otsus Papua, Veronica Koman: Dari, Oleh dan Untuk Jakarta!

Jum'at, 16/07/2021 11:07 WIB
Veronica Koman (monitor.co.id)

Veronica Koman (monitor.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Advokat pemerhati isu Papua, Veronica Koman mengkritik langkah DPR RI dan pemerintah mengesahkan Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua. Ia menyebut undang-undang itu hanya mewakili kepentingan pemerintah.

Veronica menyayangkan pemerintah dan DPR RI mengesahkan aturan itu saat warga Papua menolak. Ia menilai kepentingan orang Papua tak dipertimbangkan dalam undang-undang tersebut.

"Perpanjangan Otsus Papua ini dari Jakarta, oleh Jakarta, dan untuk Jakarta karena MRP saja sudah bilang, bahwa orang Papua kebanyakan menolak Otsus," kata Veronica seperti melansir CNNIndonesia.com, Jumat (16/7).

Veronica menyoroti sejumlah revisi dalam UU Otsus Papua. Salah satunya perubahan pasal 76 tentang pemekaran di wilayah Papua.

Dia menyebut pasal itu mempermudah pemerintah pusat memekarkan daerah di Papua. Padahal, secara undang-undang, pemekaran di Papua tak memenuhi syarat kepadatan penduduk. Selain itu, pemekaran justru menimbulkan potensi konflik.

"Pemekaran-pemekaran di Papua salah satu taktik divide et impera yang efeknya memarjinalisasi orang Papua. Dengan pemekaran, berarti kan ada wilayah administratif baru, akan ada sebutan transmigrasi lagi," ujarnya.

Ia juga mengkritik penghapusan ayat (1) dan ayat (2) pada pasal 28 UU Otsus Papua. Dua ayat itu mengatur hak warga Papua mendirikan partai politik.

Veronica menyebut penghapusan dua ayat itu membuat warga Papua tak bisa membuat partai politik lokal. Padahal, di daerah Otsus lainnya seperti Aceh, diperbolehkan membentuk partai lokal.

"Tadinya juga tidak terlaksana karena begitu besarnya stigma dan tekanan dari Jakarta sehingga partai lokal di Papua tidak pernah ada di Papua. Bahkan, sekarang hitam di atas putihnya tidak ada," ucap Veronica.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat mengesahkan RUU Otsus Papua. Aturan itu merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021.

Revisi tersebut berisi 20 pasal. Sebanyak 18 pasal merupakan perubahan dari undang-undang yang telah ada. Adapun dua pasal lainnya merupakan pasal baru.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar