Awalnya Kecam Keras, Ujung-ujungnya DPR Tunda Vaksin Gotong Royong

Selasa, 13/07/2021 23:00 WIB
Vaksin covid-19 (AFP)

Vaksin covid-19 (AFP)

Jakarta, law-justice.co - Komisi IX DPR RI tidak meminta Kementerian Kesehatan untuk membatalkan kebijakan vaksin Covid-19 secara berbayar di jaringan klinik Kimia Farma.

Pembukaan akses vaksin berbayar sebelumnya dilakukan oleh Kemenkes lewat penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. PT Kimia Farma kemudian menunda penyelenggaraan vaksin berbayar yang semula dijadwalkan mulai hari ini, Senin (12/7/2021).

Alasannya, BUMN farmasi tersebut ingin memperluas sosialisasi program vaksin tersebut. Dalam kesimpulan hasil rapat kerjanya bersama Menkes Budi Gunadi Sadikin, Komisi IX DPR menyatakan mengapresiasi penundaan program vaksinasi berbayar. Komisi IX DPR selanjutnya meminta Kemenkes mengkaji secara intensif ihwal penyempurnaan pelaksanaan program tersebut.

"Komisi IX DPR mengapresiasi penundaan pelaksanaan program Vaksinasi Gotong Royong individu. Selanjutnya, Komisi IX DPR mendesak Kemenkes untuk melakukan kajian intensif terkait penyempurnaan pelaksanaan program tersebut," demikian bunyi salah satu poin kesimpulan hasil rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menkes yang berlangsung secara daring, Selasa (13/7/2021).

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nihayatul Wafiroh, selaku pimpinan rapat sebenarnya sempat menawarkan opsi untuk memasukkan narasi yang mendesak Kemenkes membatalkan vaksinasi berbayar. Namun, tawaran tersebut tidak mendapatkan respons dari anggota Komisi IX DPR. Sejumlah anggota lantas memberikan pendapatnya dan melahirkan lima alternatif pilihan sikap terkait vaksinasi berbayar. Akhirnya, kesimpulan rapat dibuat setelah setiap fraksi memilih satu dari lima alternatif dan menerima pendapat dari Menkes.

Namun begitu, Komisi IX DPR mendesak Kemenkes berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten atau kota untuk mengutamakan percepatan program vaksinasi, terutama di daerah-daerah zona merah. Komisi IX DPR juga mendesak Kemenkes berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten atau kota untuk memperbaiki distribusi vaksin dari pusat ke daerah.

Selain itu, memperbanyak sentra vaksinasi demi mempermudah masyarakat mengakses vaksinasi, serta memastikan percepatan pemberian honorarium vaksinator. Padahal, saat rapat kerja berlangsung, sejumlah pimpinan dan anggota Komisi IX DPR mendesak Kemenkes membatalkan vaksinasi berbayar.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Ansori Siregar, meminta vaksin berbayar segera dibatalkan karena dapat mengganggu program vaksin gratis pemerintah. Dia khawatir tujuan program itu yang dicanangkan untuk herd immunity tidak akan tercapai. "Tolong ini dibatalkan, vaksin berbayar ini tolong dibatalkan, ini mengganggu usaha kita selama ini bersama presiden, usaha kita selama ini bersama Kemenkes, bersama kementerian lain," ujarnya.

"Tolong kita berjalan di rel dulu, dibatalkan saja vaksin berbayar ini jangan sampai ada yang mengganggu dan vaksin berbayar ini pasti mengganggu, pasti," sambung dia. Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay juga pernah meminta pemerintah membatalkan rencana vaksinasi Covid-19 berbayar alias Gotong Royong.

"Saya yakin masyarakat akan mendukung jika program itu tidak hanya ditunda, tetapi dibatalkan. Bagaimana pun juga, vaksinasi gratis pasti akan lebih populis dan mudah diterima daripada vaksinasi berbayar," kata Saleh, Senin (12/7/2021).

Saleh mengatakan pemerintah bisa segera merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Menurutnya, masyarakat harus memiliki akses yang sama dalam memperoleh vaksin.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar