Cegah Polemik, Kapolri Minta Anies Segera Cari Solusi Terbitkan STRP

Senin, 05/07/2021 22:25 WIB
Kapolri Listyo Sigit Prabowo (Tribun)

Kapolri Listyo Sigit Prabowo (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan segera menerbitkan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) bagi masyarakat yang hendak melintas pos penyekatan selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

"Sehingga kemudian segera ada keputusan barangkali dari Gubernur, atau Dinas Tenaga Kerja untuk segera menerbitkan ini (surat keterangan kerja). Sehingga tidak terjadi polemik di lapangan yang kemudian menimbulkan masalah baru," kata Listyo dalam konferensi pers secara virtual, Senin (5/7/2021).


Listyo mengatakan masih banyak warga yang bingung apakah dirinya bekerja di sektor esensial, kritikal atau non-esensial. Hal ini menyebabkan kemacetan panjang di sejumlah titik penyekatan.

Menurutnya, jika surat keterangan ini tak kunjung terbit, petugas akan kewalahan dalam mengawal pos penyekatan. Selain itu, perdebatan panjang antara petugas dan masyarakat tak terhindarkan.

"Selama masih belum ada itu Pak, maka akan terjadi perdebatan di lapangan. Dan kemudian yang terjadi adalah kerumunan yang panjang karena terjadi perdebatan-perdebatan," ujarnya.


Sebelumnya, Anies mengatakan Pemprov DKI memberlakukan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) bagi pegawai di sektor esensial dan kritikal. Surat tersebut merupakan syarat bagi pekerja yang hendak masuk Jakarta.

Menurut Anies, langkah tersebut juga menjadi salah satu upaya Pemprov DKI untuk menekan mobilitas masyarakat selama PPKM Darurat berlangsung hingga 20 Juli mendatang. Surat ini diajukan oleh perusahaan sektor esensial dan kritikal.

Pemerintah sejak Sabtu (3/7) menerapkan PPKM Darurat sebagai upaya mencegah lonjakan Covid-19. Dalam aturannya, kantor atau perusahaan yang bekerja di sektor esensial atau kritikal dapat beroperasi dengan membatasi kapasitas 50 persen.

Sementara, untuk sektor-sektor di luar itu wajib menerapkan aturan bekerja dari rumah atau work from home 100 persen.

Untuk mendukung kebijakan itu, kepolisian membuat penyekatan di 63 titik. Sebanyak 28 titik berada di batas kota dan jalan tol, 21 titik rawan pelanggaran, dan 14 titik pengendalian mobilitas. Polisi kemudian menambah pos penyekatan menjadi 72 titik.

Namun, pada praktiknya, kepolisian kewalahan membatasi mobilitas masyarakat. Pada pekan pertama PPKM Darurat, penyekatan ini membuat kemacetan di sejumlah ruas jalan.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar