Cawe-cawe Dana Hibah KONI

Mengurai Jaringan Kasus Korupsi Dana Hibah KONI Pusat

Sabtu, 26/06/2021 09:55 WIB
Kejagung mulai membuka kasus korupsi dana hibah KONI Pusat (Sumber Foto: BisnisJakarta.co.id)

Kejagung mulai membuka kasus korupsi dana hibah KONI Pusat (Sumber Foto: BisnisJakarta.co.id)

law-justice.co - Pejabat di lingkungan Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat dibuat resah karena kasus dana hibah tahun anggaran 2016/2017 sedang bermasalah dan berujung di meja hukum. Para pengambil kebijakan tentang penggunaan dana hibah KONI sebelum ASIAN Games 2018 sedang ditarget Kejaksaan Agung. Siapa bakal jadi tersangka pertama?

Kejaksaan Agung sedang serius menangani kasus korupsi dana hibah yang diberikan pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat sebesar Rp 25 miliar pada akhir tahun 2017 untuk pembiayaan program pendampingan, pengawasan, dan monitoring program peningkatan prestasi olahraga nasional menuju Asian Games 2018.

Ratusan saksi sudah diperiksa, dokumen penting di gedung KONI Pusat sudah diamankan, nilai kerugian negara sebentar lagi rampung dihitung Badan Pengawas Keuangan (BPK), tinggal menunggu siapa mantan pejabat KONI dan Kemenpora yang harus bertanggung jawab.

Letjen TNI (Purn.) Marciano Norman menghela nafas panjang saat tahu bahwa Kejagung membuka penyelidikan dana hibah KONI, hanya beberapa saat setelah dia mengambil alih kursi Ketua Umum KONI Pusat pada pertengahan 2019. Saat ditemui reporter Law-Justice di kantornya, Rabu (23/7/2021), Marciano tidak menampik bahwa lembaga itu sedang dalam masalah besar. Terlepas dari kasus hukum yang sedang berlangsung, kata Marciano, KONI memang membutuhkan perbaikan manajemen dan sumber daya manusia. Ia memastikan kepengurusannya sekarang mendukung segala upaya aparat penegak hukum.

Law-Justice melontarkan pertanyaan kepada Ketua Umum KONI tersebut seputar kasus yang sudah berjalan lebih dari dua tahun terakhir di Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus ini berkaitan dengan dana hibah KONI yang dicairkan untuk tahun anggaran 2016-2017.

Belum jelas bagaimana awal mula mengapa dana hibah empat tahun yang lalu itu kembali disorot Gedung Bundar Kejagung meski saat itu kabar soal penyelewengan dana KONI tak pernah masuk ke pemberitaan media.

"Itu kan kasusnya anggaran 2016-2017 ya, sedangkan kami ini pengurus yang dilantik pada Agustus 2019. Jadi kami nih pengurus baru semuanya," kata Marciano.

Marciano mengaku sedih jika mendengar kabar yang menjatuhkan marwah lembaga yang dia pimpin. Pasalnya, kasus itu terjadi di era Ketua Umum KONI sebelum dia, Tono Suratman, yang kemudian juga tersangkut sebagai saksi dalam kasus korupsi dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada KONI tahun anggaran 2017-2018.


Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman saat berbincang dengan Law-Justice.co (Foto: Law-Justice.co/Alfin).


Kasus ini rampung ditangani KPK pada 2020. Di tahun yang sama, Kejagung mengumumkan adanya keganjilan dana KONI periode 2016-2017 yang mengalir ke sejumlah atlet.

Kejagung menggenjot pemeriksaan usai menggandeng BPK. Sejak 16 September 2019, Kejagung telah meminta BPK untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Kemudian BPK bersurat kepada Kejagung pada 8 Mei 2020 yang berisi permintaan agar melengkapi berkas dengan memeriksa kembali beberapa saksi. Penyidik Kejagung kemudian memeriksa para saksi pada 19 dan 20 Mei 2020.

Saksi terakhir yang diperiksa pada Senin (14/6/2021) adalah Muhammad Faisal selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Satlak Prima Tahun 2017 dan Tarno selaku Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Teknis pada Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional.

Marciano sebenarnya gundah dengan kasus ini karena khawatir kesalahan pimpinan KONI masa lalu ditimpakan kepada pimpinan KONI sekarang. Padahal, kata dia, pengurus KONI yang menjabat periode 2019-2023 ini tengah berfokus mengembalikan kepercayaan publik. Dia berjanji akan memulihkan nama baik KONI dengan tetap memprioritaskan pengembangan prestasi olahraga.

"Kami pengurus yang baru masuk ini tantangannya adalah mengembalikan kepercayaan publik kepada KONI. Akuntabilitas KONI saat ini yang dipertaruhkan, bahwa kami juga bisa mempertanggungjawabkan semua hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan olahraga prestasi," ujar dia.

Pernyataan Marciano ini juga menyusul berbagai masalah yang belakangan muncul. Saat Kejagung sedang bergelut dengan pemeriksaan saksi, Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan selangkah lebih maju dengan menetapkan Ketua KONI Tangerang Selatan Rita Juwita, sebagai tersangka korupsi dana hibah KONI sebesar Rp 7,8 miliar.

Marciano sadar bahwa KONI saat ini menjadi sorotan publik. Dia menegaskan, KONI Pusat mendukung upaya hukum untuk membuka tirai kasus yang masih berkabut. Hingga saat ini aparat Gedung Bundar memang belum menetapkan satu pun tersangka meski sudah memeriksa ratusan saksi.

"Apapun yang mereka minta sepanjang itu dalam lingkup KONI Pusat, kami akan dukung semaksimal mungkin," tegas Marciano.

Marciano mengungkapkan pihaknya telah berkomunikasi dengan Jaksa Agung ihwal penanganan perkara yang sedang berjalan. KONI Pusat, kata dia, mendukung sepenuhnya upaya penyelidikan guna menuntaskan kasus ini.

Marciano sadar betul bahwa proses pencairan dana hibah KONI dari pemerintah memang rawan dikorupsi. Dia mengklaim sedang menyusun program yang mampu mencegah penyelewengan uang rakyat itu. KONI Pusat akan mengupayakan adanya pedoman yang menjadi panduan vital dalam menggunakan anggaran olahraga.

"Kami juga sudah merencanakan dalam waktu dekat untuk bagaimana kita berpedoman pada satu rujukan penggunaan dana hibah yang diberikan pada pemerintah," ujar dia.

Pedoman tersebut penting untuk mengantisipasi oknum-oknum yang tidak patuh terhadap peraturan finansial kelembagaan. Dalam aturan itu, kata Marciano, akan diatur secara ketat bagaimana penggunaan anggaran, pertanggungjawaban anggaran, mekanisme permohonan anggaran, hingga laporan yang disusun agar tercipta transparansi dan akuntabilitas yang kredibel.

Ia mengharapkan pedoman ini dapat manjadi rujukan seluruh anggota KONI Pusat, termasuk perwakilan KONI di 34 KONI Provinsi yang membawahi 514 KONI Kabupaten/kota serta 71 induk cabang olahraga (cabor).

"Mereka juga harus paham anggaran yang diberikan untuk kegiatan itu bukan anggaran yang besar karena keterbatasan anggaran daerah," kata Marciano.

Dalam mengawasi penggunaan dana baik di pusat maupun di daerah, Marciano berujar KONI Pusat telah menjalin kerja sama dengan KPK dan BPK. Hal ini penting untuk mengawasi penggunaan anggaran oleh para pengurus KONI sekaligus mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaran seperti yang terjadi sebelumnya.

"Oleh karenanya saya welcome, KPK silakan dampingi kami. Kalau niat saya, tolong kami dijaga. Dari pada nanti KPK tangkap kita belakangan, mendingan dari awal dia bilang, `Pak jangan, ini menyimpang`, kan begitu bagus," harap Marciano.


Ketua Umum KONI periode 2015-2019, Tono Suratman (Sumber Foto: Antara).


Adapun Kejaksaan Agung saat ini masih mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap tersangka dalam kasus tersebut. Saat dikonfirmasi, Direktur Penyidikan Jaksa Muda Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah mengatakan, pihaknya sudah memeriksa 60 orang yang diduga mengetahui penyimpangan dana KONI. Ke-60 orang itu terdiri dari atlet dan rekanan KONI.

"Untuk Tersangka sampai saat ini masih dalam tahap pengumpulan alat bukti," kata Febrie kepada Law-Justice, Jumat, (25/6/2021).

Febrie mengaku pihaknya kesulitan menentukan tersangka sebab banyaknya pihak yang harus dimintai klarifikasi. Namun ia memastikan penyidikan akan terus berjalan hingga kasus ini menemukan titik terang. Saat ditanya ihwal modus kejahatan yang dilakukan para pelaku, Febrie enggan membeberkankarena masuk dalam materi perkara yang sedang dikerjakan. Ia juga mengaku Kejagung terus berkoordinasi soal kerugian yang ditimbulkan dalam kasus tersebut.

"Sampai saat ini kerugian keuangan masih dalam tahap penghitungan oleh BPK," katanya.

Abaikan Laporan BPK
Nilai kerugian negara dalam kasus tersebut sedang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Anggota BPK Achsanul Qosasi memastikan bahwa penghitungan nilai kerugian negara sebentar lagi rampung.

BPK sendiri sudah jauh-jauh hari menyebut bahwa ada keganjilan dalam pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan Asian Games 2018, termasuk di dalamnya soal dana hibah KONI tahun 2017.

“Soal dana hibah KONI, sudah kami sampaikan semua dalam LHP 2018. Sudah lengkap,” kata Achsanul kepada Law-Justice.

Dalam IHPS Semester II tahun 2018, BPK berkesimpulan bahwa pengelolaan kegiatan Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) dan persiapan penyelenggaraan Asian Games mengungkapkan 29 temuan yang memuat 50 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 9 kelemahan Sistem pengawasan Internal, 39 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang undangan senilai Rp 62,08 miliar, dan 2 permasalahan 3E senilai Rp 5,15 miliar.

Khusus untuk hasil pemeriksaan pengelolaan kegiatan PPON pada Kemenpora dan KONI, BPK menemukan beberapa masalah krusial antara lain :

- Pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana bantuan akomodasi dan konsumsi pada kegiatan Pelatnas beberapa cabang olahraga TA 2017 tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 6,67 miliar, yang terdiri atas kelebihan pembayaran sebesar Rp 6,03 miliar, pembayaran tidak sesuai peruntukan sebesar Rp 335,10 juta dan pengeluaran yang tidak dapat diuji kebenarannya sebesar Rp 310,20 juta.

- Kelebihan pembayaran perjalanan dinas dalam rangka kegiatan training camp dan try out kegiatan Pelatnas PRIMA sebesar Rp 2,80 miliar.

- Penggunaan dana bantuan Kemenpora kepada KONI untuk empat program kegiatan tahun 2017 tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 20,63 miliar, yang terdiri atas kelebihan pembayaran sebesar Rp4,68 miliar dan pembayaran tidak dapat diuji kebenarannya sebesar Rp 15,95 miliar,

- Bantuan kepada KONI untuk kegiatan pengawasan dan pendampingan sebesar Rp 14,55 miliar, terdiri atas belanja digunakan tidak dapat diuji kebenarannya sebesar Rp 12,96 miliar dan kelebihan pembayaran honor sebesar Rp 1,59 miliar.

-Terdapat kemahalan harga dalam pengadaan alat latih dan alat tanding PRIMA sebesar Rp 905,82 juta.

BPK berkesimpulan bahwa berbagai permasalah tersebut dapat terjadi karena Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) kurang cermat dalam melaksanakan pengendalian kegiatan dan verifikasi dokumen pertanggungjawaban.


Logo di Lobi Gedung KONI PUSAT (Sumber: Bisnisnews.id).


Pengurus cabang olahraga dalam mengajukan proposal bantuan tidak tidak memperhatikan ketentuan. Sekretaris Jenderal KONI sebagai wakil penerima bantuan keuangan juga dinilai kurang memahami ketentuan pengelolaan bantuan keuangan pemerintah.

Saat itu, BPK bahwa merekomendasikan agar Kemenpora dan KONI menjatuhkan sanksi kepada PPK dan BPP serta personil lainnya yang tidak cermat dalam melakukan tugas dan tanggung jawab. Kelebihan pembayaran wajib dikembalikan ke kas negara.

Achsanul menuturkan, sempat ada pertemuan tiga lembaga antara KONI Pusat, Kemenpora, dan BPK untuk membahas berbagai temuan tersebut di sejumlah Cabang Olahraga. BPK mendorong kedua lembaga itu untuk menindaklanjuti temuan.

“Tapi belum semua ditindaklanjuti, sehingga penegak hukum masih bisa masuk (menyelidiki dugaan korupsi),” kata Achsanul.

Law-Justice sudah berusaha meminta keterangan dari Ketua Umum KONI Pusat periode sebelumnya, Valentinus Suhartono Suratman atau lebih dikenal dengan Tono Suratman. Yang bersangkutan tidak menanggapi pesan singkat permohonan wawancara yang diajukan reporter Law-Justice.

Pesan dan daftar pertanyaan yang dikirimkan lewat aplikasi pesan singkat hanya dibaca oleh Tono. Panggilan telepon juga tidak dihiraukan oleh Tono, yang saat ini menjabat sebagai Kepala SMA Taruna Nusantara, Magelang.

Kemenpora Tahan Pengucuran Anggaran Hibah KONI
Saat ini Kejaksaan Agung sedang serius menangani kasus korupsi dana hibah KONI pada tahun 2017 lalu. Kasus inipun menyeret beberapa nama yang terlibat didalamnya dan sampai saat ini kasus tersebut masih dalam proses penyidikan.

Beberapa oknum pejabat didalam kedua instansi besar yakni Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) turut terlibat dalam kasus korupsi tersebut.

Menanggapi kasus tersebut, Sekretaris Menpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto mengatakan kalau Kemenpora menyarahkan sepenuhnya penyidikan kasus tersebut kepada aparatur penegak hukum.

"Pada prinsipnya terkait dengan ini Kemenpora akan kooperatif dan mengikuti proses hukum yang berlaku," kata Gatot saat dihubungi Law-Justice.

Gatot bercerita, pada Tahun 2019 kalau Gatot juga pernah dipanggil oleh KPK dan Kejaksaan Agung untuk menjadi saksi dan memberikan keterangan terkait kasus tersebut.

Gatot juga meminta supaya kasus ini tidak berlarut-larut dan bisa tuntas dengan cepat. Untu itu dia berharap penegak hukum bisa segera menuntaskan penyidikan kasus korupsi dana hibah KONI 2017.


Gedung Jampidus Kejaksaan Agung (Foto: Helmi Fandi/Law-Justice).


Pasalnya, beberapa nama atlet dan pejabat di Kemenpora yang dikaitkan dengan persoalan itu tidak bersalah. Dan sangat dirugikan bila kasus ini tidak segera dituntaskan.

"Soal kasus ini, sebaiknya kejagung bekerja lebih cepat. Kasihan atlet dan pejabat yang terkait," ujar Gatot yang juga pernah menjabat Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Gatot juga menuturkan kalau saat ini Kemenpora belum bisa memberikan bantuan dana hibah kepada KONI karena belum ada lampu hijau dari BPK.

"Kita tidak bisa kucurkan anggaran kepada KONI karena ada rekomendasi dari BPK, belum ada lampu hijau. Kita tidak berani. Koni selesaikan dulu permasalahan dan rekomendasi dari BPK," jelasnya.

Gatot juga mengaku sangat prihatin kepada kondisi KONI yang dinilai berdarah-darah dalam menghidupi operasional kegiatannya. Namun, lembaganya tidak bisa berbuat banyak karena ada persoalan anggaran negara yang harus segera dikembalikan dulu kepada negara supaya tidak ada ganjalan dan penyidikan kasus ini bisa segera selesai.

"Selain itu, ada anggaran puluhan miliar rupiah dari kepemimpinan yang lalu dikembalikan dulu ke negara biar tidak menjadi ganjalan dan temuan BPK," tuturnya.

Gatot juga menyebut kalau kasus korupsi dana hibah KONI ini terjadi pada kepemimpinan KONI era sebelum Marciano Norman menjabat sebagai Ketua KONI.

Kepemimpinan KONI era Marciano sangat dirugikan dengan kasus korupsi tersebut. KONI saat ini diibaratkan mencuci piring kotor KONI pada era sebelumnya.

"Kepemimpinan KONI saat ini kena harus menanggung masalah dari kasus korupsi dana hibah ini," tukasnya.

Senada dengan Gatot, Menpora Zainudin Amali juga mengatakan kalau saat ini Menpora tidak bisa berbuat banyak terkait dana hibah KONI yang diblokir.

Terkait pencairan dana untuk KONI, Zainudin menyebut pencairan dana hibah tersebut baru bisa dilakukan jika sudah ada putusan dari pengadilan terkait kasus tersebut.

"Kita selesaikan itu dulu baru kita bisa melakukan apa, tetapi ada panduannya, mana batasan yang bisa kita bantu, mana yang tidak bisa kita bantu," kata Zainudin kepada Law-Justice.

Politisi Partai Golkar tersebut menyebutkan kalau penghentian bantuan dana hibah kepada KONI merujuk pada rekomendasi yang dikeluarkan BPK karena masalah laporan keuangan tahun 2017 dan 2018.


Menpora Zainudin Amali (Foto:golkarpedia.com).


Zainudin juga memaparkan bila saat ini juga masih ada proses hukum yang menjerat beberapa pengurus KONI yang masih berjalan sehingga saat ini BPK belum bisa memberikan izin pemberian dana dari Kemenpora.

Dia juga mengaku prihatin dengan kondisi KONI saat namun Kemenpora tidak bisa berbuat banyak karena saat ini masih ada permasalahan hukum yang perlu dituntaskan.

"Saya sebenarnya sangat prihatin dengan teman-teman di KONI yang harus melakukan kegiatan dan butuh pembiayaan operasionalnya, tetapi apa boleh buat, saya juga tidak berani melakukan sesuatu," paparnya.

Meski begitu, Zainudin memastikan bahwa komunikasi Kemenpora dan KONI berjalan baik. Ditambah sebentar lagi gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua akan segera dimulai.

"Tentu saja (Komunikasi berjalan baik), ditambah sebentar lagi ada penyelenggaraan PON koordinasi antar pihak terkait harus terus berjalan baik termasuk dengan KONI," pungkasnya.

Menanggapi pemblokiran dana hibah KONI, Anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan juga turut memberi respon dan mempertanyakan nasib anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga yang diblokir oleh Kementerian Keuangan.

Sofyan mengatakan kalau pemblokiran tersebut merupakan dana hibah KONI sebaiknya segera diselesaikan oleh pihak terkait supaya tidak berlarut larut.

"Ya soal pemblokiran dana itu harus segera diselesaikan," kata Sofyan melalui keteranganya kepada Law-Justice.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut berharap bila pemblokiran dana untuk KONI secepatnya bisa diselesaikan.

Pasalnya, ujar Sofyan itu bisa menggerakkan roda organisasi tersebut untuk melakukan pembinaan atlet dan dapat mengembangkan setiap cabor.

"Kalau memang itu, berarti KONI bisa bernapas dan organisasi olahraga yang menaungi berbagai cabang olahraga bisa berjalan sesuai harapan," ujarnya.

Sementara itu, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) tidak mau memberikan komentar terkait kasus korupsi dana hibah KONI sehingga menyebabkan terblokirmya dana hibah KONI.

Wakil Sekretaris Jenderal KOI Wijaya M. Noeradi mengatakan kalau fokus KOI saat ini adalah mempersiapkan kontingen atlet untuk penyelengaraan Olimpiade Tokyo pada Tahun 2020 yang ditunda ke tahun ini.

"Saat ini fokus KOI adalah mempersiapkan kontingen untuk Olimpiade Tokyo 2020 yang ditunda," kata Wijaya melalui keterangan yang diterima Law-Justice.

Wijaya juga menyebut kalau pada Akhir tahun kemarin KOI baru saja mendapatkan dana bantuan dari Association of National Olympic Committees (ANOC) terkait penundaan Olimpiade Tokyo 2020.

Ia mengatakan dana tersebut adalah subsidi untuk persiapan atlet yang akan menjadi kontingen di Olimpiade Tokyo tersebut. Ditambah adanya pandemi membuat persiapan jadi lebih panjang.

Meski begitu KOI memastikan bahwa subsidi dana tersebut sampai pada tangan yang tepat serta digunakan secara benar dan tepat sasaran.

"Penggunaan dana tersebut diaudit sehingga KOI harus memastikan kalau penyaluran dana tersebut digunakan secara tepat," pungkasnya.

 

 Kontribusi Laporan: Januardi Husin, Rio Alfin Pulungan, Ghivary Apriman

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar