Tak Punya Anggaran untuk Lockdown, 3 Provinsi Ini Nyatakan `Menyerah`

Selasa, 22/06/2021 08:13 WIB
Ilustrasi lockdown (ayosemarang)

Ilustrasi lockdown (ayosemarang)

Jakarta, law-justice.co - Sebanyak tiga provinsi menyatakan diduga tak sanggup menerapkan lockdown atau karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).

Anggaran yang terbatas membuat mereka berpikir ulang untuk menerapkan kebijakan tersebut.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X yang sebelumnya menyerukan lockdown untuk mencegah penyebaran Covid di wilayahnya, kini berpikir ulang untuk menerapkan. Menurut Sultan, lockdown merupakan opsi terakhir dalam menangani lonjakan Covid.

"Itu (lockdown) pilihan terakhir," kata Sultan ditemui usai rapat koordinasi penanganan Covid-19 bersama bupati/walikota se-DIY di Gedhong Pracimosono Kota Yogyakarta, Senin (21/6).

"Saya (Pemda DIY) enggak kuat ngragati (membiayai) rakyat se-DIY," imbuhnya.

Sultan mengatakan, Pemda DIY bersama pemerintah kabupaten/kota lain akan kembali mengandalkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro yang diperketat, sesuai instruksi pemerintah pusat.

Pemerintah pusat sebelumnya telah menetapkan untuk mengambil kebijakan mengetatkan PPKM mikro mulai 22 Juni hingga 5 Juli sebagai salah satu jalan menekan laju penyebaran Covid-19.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil juga mengungkapkan hal serupa. Emil, sapaan akrabnya, mengatakan, jika pemerintah pusat menetapkan lockdown, maka pihaknya akan mengikuti ketentuan itu.

Namun, Emil mengaku tak sependapat dengan usulan lockdown. Pasalnya, sejak awal telah disepakati tidak ada lagi istilah lockdown.

"Dan sebenarnya tidak ada istilah lockdown. Saya juga bingung dihidupkan lagi istilah lockdown karena dulu sudah disepakati lockdown itu bahasa Indonesia-nya PSBB (pembatasan sosial berskala besar)," ujar Emil.

"Jadi istilah PSBB ini harus dibarengi dengan kesiapan pangan, sembako kepada mereka yang tidak bisa WFH," tambahnya.

Untuk itu, menurut dia, jika lockdown atau PSBB kembali diterapkan, maka pemerintah harus siap untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya. Sementara, di sisi lain, Emil menyebut jika Jawa Barat sudah tak memiliki anggaran untuk itu.

"Kami dari Jawa Barat anggaran memang sudah tidak ada. Kalaupun itu (lockdown) diadakan, kepastian logistik dari pusat harus sudah siap baru kami akan terapkan di Jawa Barat," kata Emil.

Di Jakarta, usulan lockdown juga sempat mendapat penolakan. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani mengatakan bahwa PSBB ketat bukan pilihan bijak dalam kondisi saat ini.
Belajar dari pengalaman setahun terakhir, Pemerintah Provinsi DKI telah banyak mengalokasikan anggaran selama beberapa kali menerapkan PSBB.

Ia khawatir, PSBB ketat akan kembali menguras pendapatan, sehingga Pemprov tak dapat membiayai kesehatan.

"Kita satu tahun lebih kemarin DKI sudah banyak yang kita korbankan dari segi ekonomi. Kenapa? Karena satu-satunya pendapatan DKI itu dari pajak. Jadi kalau ini direm lagi, kita enggak punya uang untuk mendanai kesehatan kita," kata Zita beberapa waktu lalu.

Situasi itu justru akan lebih fatal, sebab pemerintah tak memiliki pendapatan dari sektor pajak.Menurut Zita, aspek kesehatan dan ekonomi lebih baik berjalan bersamaan.

Saat ini, katanya, sejumlah lini usaha mulai kembali bergeliat setelah sempat tutup karena PSBB. Ia khawatir ekonomi akan kembali lumpuh jika pemerintah menarik rem darurat.

"Ini kalau terlalu kencang, remnya terlalu kencang ya nanti akibatnya pajak kita drop. Kalau pajak kita drop, tidak bisa Pemprov melakukan pembiayaan untuk kesehatan," kata Zita.

Desakan lockdown diketahui mulai diutarakan berbagai pihak selama sepekan terakhir, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra misalnya.

Hermawan mengatakan pemerintah memiliki dua opsi yang bisa diambil saat ini, yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat atau lockdown regional. Dari kedua opsi itu, pilihan yang paling sesuai saat ini menurut Hermawan adalah lockdown regional.

Satgas IDI juga telah meminta pemerintah menerapkan lockdown selama dua pekan untuk menekan penularan covid-19.

Desakan itu tak lepas dari kondisi penyebaran Covid-19 di Indonesia yang mulai tak terkendali. Berdasarkan data Satgas Covid-19, kasus corona di Indonesia bertambah hingga 14.536 pada Senin (21/6).

Penambahan ini merupakan jumlah kasus harian tertinggi selama wabah Covid-19 menyebar di Indonesia.

Tambahan kasus tersebut menggenapkan kasus positif Covid-19 di Indonesia tembus 2.004.445 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.801.761 dinyatakan sembuh, dan 54.956 meninggal dunia. Dengan demikian, per hari ini ada 147.728 kasus aktif di Indonesia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar