Adelin Lis Berisiko Kabur Lagi, Sikap Singapura Dianggap Janggal?

Jum'at, 18/06/2021 19:05 WIB
Buronan Kejaksaan Adelin Lis (Antara)

Buronan Kejaksaan Adelin Lis (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung masih berupaya memulangkan Adelin Lis dari Singapura. Saat ini, buronan yang juga terpidana kasus pembalakan liar itu sedang dalam proses deportasi.


Tertangkapnya Adelin Lis di Singapura pada 2018 menjadi kabar baik bagi Kejaksaan. Sebab, lebih dari 10 tahun dia kabur dari hukuman.


Kejaksaan mengawal ketat proses hukum Adelin Lis hingga akhirnya vonis oleh Pengadilan Singapura pada awal Juni 2021. Hukumannya ialah denda dan deportasi. Sejumlah skenario disiapkan Kejaksaan untuk langsung membawa Adelin Lis ke Jakarta.


Bahkan secara khusus, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyurati Dubes RI untuk Singapura, Suryopratomo, untuk membahas pemulangan Adelin Lis. Sebab, Adelin Lis dinilai buronan berisiko tinggi. "Yang pada pokoknya Adelin Lis adalah buronan kejaksaan yang berisiko tinggi, dan sebagaimana diketahui lebih 12 tahun atau sampai saat ini sekitar 14 tahun yang bersangkutan menghindari dari eksekusi pidana penjara dan pembayaran denda dan uang pengganti," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dikutip dari akun media sosial Kejaksaan Agung, Jumat (18/6/2021).

Kejaksaan bukan tanpa sebab menilai Adelin Lis sebagai buronan berisiko tinggi. Ia sudah dua kali masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).


Leonard menjelaskan bahwa Adelin Lis sudah ditetapkan DPO oleh Polda Sumut sejak Juni 2006. Pada September 2006, jejaknya terendus di China.


Ia tertangkap ketika sedang memperpanjang paspor sebagai pelajar. Paspor yang digunakan itu pun palsu.


Ketika itu, kejaksaan langsung berupaya memulangkan Adelin Lis dengan meminta bantuan pihak KBRI. Namun, ia hampir lolos setelah berpura-pura sakit dan kemudian melawan dengan dibantu gangster. "Ketika hendak ditangkap, Adelin Lis mengaku sakit dan minta diantarkan ke rumah sakit di Beijing. Ketika sampai di rumah sakit, para staf pihak kedutaan mengalami pengeroyokan yang diduga dari gangster di sana sehingga untung ada pihak kepolisian yang berhasil amankan Adelin Lis," ungkap Leonard.


Pada 9 September 2006, Adelin Lis akhirnya berhasil dibawa ke Indonesia dan lalu disidangkan. Namun, Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis bebas kepadanya pada 5 November 2007. Surat MS Kaban selaku Menteri Kehutanan saat itu menjadi salah satu pertimbangan hakim. "Majelis hakim membebaskan terpidana sehubungan dengan mempertimbangkan surat dari Menteri Kehutanan saat itu adalah MS Kaban yang menyatakan bahwa Adelin Lis hanya melakukan pelanggaran administrasi bukan tidak pidana," ungkap Leonard.


Sehari usai putusan, Polda Sumut kembali menjerat Adelin Lis sebagai tersangka pencucian uang. Namun, pada hari yang sama pula, jejaknya hilang.


Sementara kejaksaan langsung mengajukan kasasi atas vonis bebas Adelin Lis. Hasilnya, pada 31 Juli 2008, MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum. Majelis kasasi yang terdiri dari Bagir Manan, Djoko Sarwoko, Harifin A Tumpa, Artidjo Alkostar, dan Mansyur Kartayasa membatalkan putusan PN Medan. Dalam putusannya, sesuai tuntutan jaksa, Adelin dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.


Adelin pun diwajibkan membayar uang pengganti Rp 119.802.393.040 dan USD 2.938.556. Jika tidak dibayar diganti hukuman 5 tahun kurungan.
Namun, jejak Adelin Lis belum ditemukan. Kejaksaan kemudian memasukkan Adelin Lis dalam DPO pada 2012.


Hingga pada akhirnya pada Maret 2021 lalu, Kejaksaan Agung menerima pemberitahuan dari Immigration and Checkpoint Authority (ICA) Singapura atas seseorang bernama Hendro Leonardi. Ternyata itu merupakan identitas dalam paspor palsu yang dipakai Adelin Lis. Ia ternyata tertangkap di Singapura sejak 2018.


Pengadilan Singapura kemudian memproses pelanggaran keimigrasian Adelin Lis hingga akhirnya keluar vonis denda dan deportasi.


Tak ingin kecolongan lagi, kejaksaan sudah menyiapkan sejumlah skenario memulangkan Adelin Lis. Skenario pertama, Adelin Lis akan dipulangkan dengan pesawat yang disewa khusus kejaksaan. "Skenario yang pertama kita lakukan penjemputan dengan melakukan penyewaan pesawat carter," ujar Leonard.


Skenario kedua, Adelin Lis akan dipulangkan menggunakan pesawat komersil yakni Garuda Indonesia dengan pengawalan ketat. Waktu penjemputan dari tanggal 14 hingga 20 Juni 2021 telah disiapkan untuk membawa Adelin Lis untuk kembali ke Indonesia.

Untuk mencegah Adelin Lis kembali lolos, Jaksa Agung sudah meminta duta besar RI untuk Singapura tidak memberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor. "Sebagai langkah melaksanakan kedaulatan hukum indonesia, Bapak Jaksa Agung meminta KBRI singapura, agar Agar SPLP Surat Perjalanan Laksana Paspor itu tidak diserahkan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan atau kepada otoritas imigrasi di Singapura sebelum dapat kepastian mengenai penjemputan dan jaminan keamanan yang memenuhi kelayakan pemulangan DPO Kejagung RI. Itu upaya sampai saat ini dan terus kita lakukan," papar Leonard.


Sebab di sisi lain, putra Adelin Lis menyurati Kejaksaan Tinggi Sumut meminta agar ayahnya diperbolehkan pulang sendiri ke Medan. Ia pun meminta ayahnya untuk ditahan di Lapas Tanjung Gusta Medan. Bahkan ternyata tiket pulang sudah disiapkan. "Ternyata terpidana Adelin Lis sudah memesan tiket ke Medan untuk penerbangan tanggal 18 Juni 2021. Padahal ketika persidangan, Adelin Lis dikenakan denda 14 ribu USD dia memohon untuk 2 kali bayar dengan pertimbangan yang bersangkutan mengalami kesulitan keuangan, dan meminta agar adelin lis ditahan Lapas Tanjung Gusta," ucap Leonard.

Jaksa Agung Burhanudin pun menolak keinginan Adelin Lis karena penegakan hukum merupakan kewenangan mutlak Kejaksaan Agung. Burhanudin memerintahkan KBRI untuk hanya mengizinkan Adelin Lis dideportasi ke Jakarta.


Kejanggalan Singapura


Pakar hukum pidana Profesor Romli Atmasasmita mencium adanya kejanggalan terhadap pemerintah Singapura terkait deportasi Adelin Lis.

Adelin Lis (AL) tertangkap di Singapura pada 4 Maret 2021 karena memalsukan paspor dengan menggunakan nama Hendro Leonardi. Menurut Prof Romli, dalam hal ini maka pemerintah Singapura berkewajiban mengembalikan Adelin Lis ke Indonesia.

"Pemerintah Singapura wajib memudahkan prosedur deportasi AL tanpa harus koordinasi dengan Kedubes Indonesia. Karena deportasi bukan atas permintaan pemerintah Indonesia, tetapi tanggung jawab pemerintah Singapura untuk memulangkan AL ke Indonesia," kata Prof Romli, dikutip dari RMOL, Jumat (18/6/2021)

Yang dianggap ganjil ialah, ketika Adelin Lis ditetapkan sebagai buron oleh Interpol atas kasus pembalakan liar di Indonesia, terbukti bebas melenggang di Singapura selama 14 tahun lamanya.

Ia menjelaskan bahwa deportasi dengan ekstradisi berbeda. Bahwa deportasi ialah pelaku melakukan kejahatan di negara yang disinggahi, sementara ekstradisi pelaku melakukan kejahatan di Indonesia lalu pergi ke negara lain, seperti yang dilakukan oleh Adelin Lis.

"Yang ganjil adalah pemerintah Singapura tidak tampak membantu pemerintah Indonesia ketika ada red notice atas nama AL selama 14 tahun, sedangkan diketahui AL berada di Singapura. AL kemudian akan di deporrasi ke Indonesia ketika ybs melanggar UU Imigrasi Singapura," tanya Prof Romli.

Sedangkan, tambah dia, antara kedua negara ini telah terikat perjanjian bilateral dalam MLA (Mutual Legal Assistance) alias Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana sejak 30 tahun yang lampau, bahkan sudah tertuang dalam MLA se Asean.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar