Denny JA

Belum Ada Capres 2024 Kelas Premium & Kisah `Jimmy, Who`?

Jum'at, 18/06/2021 09:57 WIB
Ilustrasi. (Unsplash/Pixabay)

Ilustrasi. (Unsplash/Pixabay)

Jakarta, law-justice.co - Bulan Juni 2021, masih tiga tahun lagi menuju pemilu presiden 2024. Di bulan Juni 2021, belum ada satupun Capres di Indonesia yang kelas premium.

Semua nama capres yang beredar di aneka lembaga survei masih dalam fase capres yang mudah dikalahkan.

Capres premium adalah putra mahkota publik. Ia sudah berada dalam posisi yang sulit dikalahkan oleh siapapun!!

Pengalaman saya ikut memenangkan empat capres selama empat kali berturut-turut, semua pilpres dipilih langsung: 2004, 2009, 2014, 2019, Capres Premium memiliki ciri sebagai berikut.

Elektabilitasnya (untuk simulasi minimal lima capres yang beredar saat itu) di atas 25 persen. Dan itu Ia capai ketika tingkat pengenalannya secara nasional masih di bawah 90 persen.

Capres premium itu terjadi pada SBY di tahun 2002 (dua tahun sebelum Pilpres 2004, padahal tingkat pengenalan SBY di bawah 90 persen).

Tentu saja terjadi pada SBY di tahun 2007 (dua tahun sebelum Pilpres 2009). Tapi pengenalan SBY sudah di atas 90 persen karena Ia sudah bertarung di pilpres lalu.

Capres Premium juga terjadi pada Jokowi di tahun 2012 (dua tahun sebelum Pilpres 2014). Saat itu tingkat pengenalan Jokowi juga masih di bawah 90 persen.

Dan tentu terjadi jua pada Jokowi di tahun 2017 (dua tahun sebelum Pilpres 2019). Tapi tingkat Jokowi di tahun 2017 sudah melampaui 90 persen karena Ia sudah bertarung dipilpres sebelumnya.

Hasil survei nasional

LSI Denny JA, Juni 2021, belum menemukan Capres Premium itu untuk Pilpres 2024.

Prabowo memimpin di peringkat teratas surnas LSI Denny JA bulan Juni 2021. Tapi elektabilitasnya di bawah 25 persen. Tepatnya 23.5 persen. Padahal tingkat pengenalannya di atas 90 persen.

Bagi yang bisa membaca data, Ia bukan berita baik bagi Prabowo. Walau kini elektabilitasnya paling tinggi, tapi dengan dengan ukuran Ia sudah dikenal publik di atas 90 persen, hanya memiliki elektabilitas di bawah 25 persen, itu sinyal negatif.

Apalagi di Pilpres 2021, dukungan atas Prabowo 44.5 persen. Artinya walau kini elektabilitas Prabowo tertinggi, tapi sesungguhnya dukungan atasnya merosot sekitar 20 persen.

Itu artinya 20 persen pemilih Prabowo di tahun 2019 sudah meninggalkannya. Hanya dalam waktu dua tahun, 20 persen atau hampir separuh pendukung Prabowo di 2019 sudah hengkang.

Ganjar Pranowo dan Anies Basweda menjadi darah segar Pilpres 2024. Tapi elektabilitas keduanya masih jauh di bawah kriteria Capres Premium.

Belum ada Capres Premium 2024 adalah pernyataan yang sebenarnya positif. Dengan kata lain, ini berita gembira bagi siapapun yang berminat menjadi Presiden Indonesia 2024.

Mengapa berita gembira? Itu karena semua calon presiden yang kini beredar masih mudah dikalahkan.

Semua masih mungkin menjadi Presiden 2024!! Masih ada waktu tiga tahun lagi untuk sosialisasi.

Pada titik inilah kita teringat kisah “Jimmy Who.” Ini olok-olok untuk Jimmy Carter sebelum Ia terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat 1977- 1981.

Di tahun 1971-1975, Jimmy Carter sebenarnya sudah menjadi Gubernur negara bagian Georgia. Tapi Georgia itu negara bagian yang sangat kecil. Total populasinya hanya 3 persen dibandingkan total populasi negara bagian Amerika Serikat.

Sudah terdengar kabar H-3 tahun, Jimmy Carter akan maju dalam pilpres 1976 di Amerika Serikat. Di tahun 1975, Jimmy Carter tak lagi menjabat Gubernur Georgia.

Bahkan dua tahun sebelum Pilpres 1976, ketika Jimmy Carter mulai keliling ke negara bagian lain, di tahun untuk sosialisasi diri, para kompetitornya memberinya label: “Jimmy Who?”

Ini “Jimmy yang mana? Jimmy Siapa? Kok saya tak pernah dengar?”

Jelaslah itu sebuah olok olok untuk Jimmy Carter yang tak dikenal publik nasional Amerika Serikat. Ia pun datang dari negara bagian kecil yang tergolong dalam rangking ekonomi menengah bawah jika dibandingkan seluruh negara bagian lain.

Tapi Jimmy Carter terus saja berkampanye. Ia senyum saja ketika dalam setiap tahap sosialisasi, tim lawan dan media mencemooh “Jimmy Who?”

Ternyata dalam Pilpres Amerika Serikat 1976, justru Jimmy Carter mendapatkan nominasi Capres dari konvensi Partai Demokrat.

Tak nanggung, Jimmy Carter bahkan mengalahkan Presiden yang sedang menjabat dari Partai Republik Gerald Ford. Lebih luar biasa lagi, Jimmy Carter mematahkan dominasi Partai Republik untuk kursi presiden.

Terakhir calon demokrat menang Pilpres Amerika serikat di tahun 1964. Selama 12 tahun pilpres di Amerika Serikat dimenangkan oleh capres Partai Republik.

Dominasi itu ditekuk oleh Jimmy Carter yang ketika Ia mulai sosialisasi dicemooh dengan sebutan “Jimmy Who?”

Apa moral story dari kisah Jimmy Who? Apa pula hubungannya dengan survei LSI Denny JA, bulan Juni 2021?

Semua tokoh di Indonesia, lelaki dan perempuan bisa menjadi “Jimmy Who.” Pilpres 2024 masih tiga tahun lagi.

Sosialisasilah dari sekarang!

Dan, ini yang utama, hingga Juni 2021, berdasarkan hasil survei LSI Denny JA, BELUM ADA CAPRES KELAS PREMIUM!

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar