Kasus Covid di Jateng Menggila, Kenapa Ganjar Tak Terapkan Lockdown?

Kamis, 17/06/2021 20:17 WIB
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ungkap alasan tak terapkan lockdown meski kasus Covid-19 menggila (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ungkap alasan tak terapkan lockdown meski kasus Covid-19 menggila (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Semarang, Jateng, law-justice.co - Provinsi Jawa Tengah sedang berjibaku dengan menggilanya  kasus Covid-19 yang menjangkiti warganya. Meski demikian, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo belum memutuskan untuk melakukan lockdown. Alasan Ganjar adalah mempertimbangkan konflik dan dampak ekonomi bagi masyarakat.

"Kebijakan yang kita terapkan pada saat menangani Covid di Jateng, isu strategis kemiskinan dan pengangguran dan ada ketidakpastian konflik dan keamanan. Ini kita bicara tidak hanya mitigasi konflik dan ekonomi tapi relasi sosial tapi pertahanan, keamanan yang jadi itung-itungan saya," kata Ganjar dalam Webinar Kebijakan Pemerintah Daerah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pasca Pandemi Covid-19, Kamis (17/6/2021).

Ganjar mengaku sudah memperhitungkan dampak ekonomi maupun sosial dengan pemberlakuan lockdown tersebut. Hingga akhirnya pihaknya memutuskan untuk tidak menerapkan kebijakan tersebut.

"Ketika dengan tim kecil menghitung kalau saya lockdown kira-kira apa yang terjadi? Ternyata kalau kita lockdown ternyata kita punya problem pengamanan. Terus ketika kita stay at home, home kita ini tidak terlalu nyaman untuk mereka bisa stay. Kalau kita stay at home rasa-rasanya kita agak sulit mereka merasa at home, karena rumahnya dekat ke mana-mana, ke dapur dekat, ke tempat makan dekat, ke tempat tidur dekat alias hanya satu kontrakan saja. Ini yang tidak mudah untuk menerapkan kebijakan lockdown," urai Ganjar.

Pihaknya pun akhirnya mengerahkan Jogo Tonggo sebagai bentuk partisipasi masyarakat untuk saling peduli satu sama lain, polisi Covid, hingga lumbung desa. Selain itu, penerapan lockdown pun akhirnya diberlakukan di tingkat lebih kecil yaitu RT.

"Kira-kira bulan Mei tahun lalu, dulu belum ada lockdown waktu itu belum ada istilahnya PSBB, saya belum menghitung semua jawabannya nggak kuat. Maka kita tidak melakukan PSBB ataupun lockdown. Makanya dengan PPKM Mikro lockdown-nya di tingkat RT, lebih kecil, sehingga aktivitas lainnya berjalan sesuai epidemiologi," ujar dia.

Dalam webinar itu, Ganjar juga mengungkap data dampak pandemi Corona di Jawa Tengah. Salah satunya jumlah pengangguran yang meningkat.

"Perusahaan terdampak sebanyak 440 perusahaan terdiri dari garmen, tekstil, mebel. Pekerja terdampak 65.874 orang, PHK 11.438 orang, dan dirumahkan sebanyak 36.132 orang. Angka kemiskinan meningkat maka penganggurannya meningkat, 10 daerah tujuan pemulangan pekerja migran kita cukup banyak," urai Ganjar.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar