Dibalik Tolak Tambang Emas, Tanah Warga Sangihe Dihargai Rp.5 Ribu
Pulau Sangihe (Net)
Sangihe, Sulawesi Utara, law-justice.co - Polemik tambang emas seluas 42 ribu hektare di Sangihe yang diinisiasi oleh PT TMS (Tambang Mas Sangihe) tengah menjadi sorotan.
Kekinian warganet ikut memantau kabar yang menyebut PT TMS berencana memberikan kompensasi sebesar Rp 5 ribu per meter untuk tanah yang akan digunakan untuk tambang emas.
Laporan BBC Indonesia, proses pengadaan tambang emas yang mencapai setengah dari luas Pulau Sangihe tersebut tengah memasuki masa negosiasi.
Akan tetapi, proses negosiasi untuk pembebasan lahan tersebut tidak mudah. Pasalnya warga menolak tanahnya dipakai untuk tambang emas.
Bahkan, Save Sangihe Island, gerakan penolakan tambang yang terdiri dari 25 organisasi kemasyarakatan, terus menyuarakan protes akan hal itu.
Sekitar 30 warga berkumpul di Kantor Kapitaung Kampung Bowone, yang terletak sekitar 20 kilometer dari Kampung Ulung Peliang, salah satu pintu masuk ke Gunung Sahendaruman.
Para warga dikabarkan menolak masuknya tambang dan berikrar tidak akan menjual tanah yang ditawar Rp 5.000 per meter oleh perusahaan.
Salah seorang ibu rumah tangga di sana memprotes tambang tersebut bukan tanpa alasan. Dia menolak karena membayangkan kondisi alam setelah tambang nantinya beroperasi.
Wanita bernama Elbi Pieter membayangkan jika perusahaan tambang beroperasi di tanah kelahirannya, maka air laut akan tercemar, air minum menjadi beracun, perkebunan dan perbukitan lenyap, serta mata pencaharian penduduk yang mayoritas nelayan hilang.
Kabar tersebut langsung menuai komentar tajam dari para warganet. Mereka tak habis pikir dengan upaya PT TMS untuk menjadikan Sangihe sebagai wilayah tambang.
Komentar warga turut dipancing oleh pemilik akun Twitter @Areajulid, Rabu (9/6/2021), yang mengabarkan ulang temuan BBC.
Beberapa dari warganet terpantau menyoroti biaya pembebasan tanah warga yang dikabarkan hanya sekitar Rp 5 ribu saja.
"Makin ke sini makin serakah, gak ada otaknya. Duit bukan orang gak bisa mikir apa yang kita lakukan ke alam, bakal balik ke kita lagi. Ittu juat tanah juga murah banget. Rp 5 ribu beli seblak juga gak dapat buset. Please dong dipikir, manusia cuma numpang di bumi," kata Fee*******.
"Tanah air, tapi penduduk asli Indonesia malah seperti tak dihargai. Semua dirampas. Alasannya demi rakyat. Pertanyaannya `rakyat yang mana? siapa?`," timpal Hm******.
"Rp 5 ribu per meter? Itu yang nawarin sehat kah? Gila aja. Emang masyarakat tuh butuh uang tapi gak gitu juga. Jahat banget asli. Sudah rusak lingkungan mereka, berpotensi hewan punah, nawarin tanah dengan harga gak manusiawi banget. Plis stop bikin rakyat kecil makin tersiksa," sambung Pun********.
"Up gaes. Apa Rp 5 ribu per meter? Di sini pulpen buat tanda tangan berkas aja sudah jarang yang Rp 5 ribu. Ini tanah per meter dihargain segitu gak punya otak. Di daerah gue Rp 500 ribu udah paling murah," timpal Rau**********.
"Kalau mau jadi kaya raya banget dan terus berada di atas, harus mengesampingkan hati, nurani, empati, dan simpati ya? Gila Rp 5 ribu per meter ditambah ada potensi hewan langka bakal punah. Manusia emang makhluk serakah," sahut Sof*****.
Lumbung Emas Baru
Pulau Sangihe sendiri merupakan pulau kecil terluar di utara Indonesia yang berada di kawasan Sulawesi Utara.
Karena penemuan lumbung emas tersebut, pemerintah melalui Kementerian ESDM mengeluarkan izin SK Produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021.
Dengan adanya izin tersebut, sekitar 42.000 hektar dari Pulau Sangihe boleh dijadikan lokasi pertambangan emas oleh PT. Tambang Mas Sangihe (TMS).
Menanggapi adanya kebijakan tersebut, Warga Adat Pulau Sangihe tidak diam saja.
Mereka langsung bersikeras untuk menentang proses pertambangan yang akan dilakukan PT TMS tersebut melalui petisi yang dilakukan secara online.
Pada awal Juni 2021, muncul sebuah petisi di situs Change.Org dari warga adat Pulau Sangihe yang melakukan penolakan pertambangan emas.
Alasan dari ditolaknya pertambangan emas pemerintah di Pulau Sangihe tersebut ada dua.
Pertama Pulau Sangihe merupakan pulau dengan sumber daya alam (SDA) yang terhitung indah.
"Pulau-pulau kecil di sekeliling pulau Sangihe juga demikian indah, dengan pasir putih halus dan pemandangan bawah laut yang menawan. Banyak orang telah datang menikmati keindahan pulau-pulau kami," kata petisi tersebut dalam penjelasannya.
Bahkan Pulau Sangihe di dalam petisi tersebut dijelaskan juga menjadi markas dari aneka satwa dan burung-burung endemic yang kini menjadi objek penelitian akademik nasional maupun internasional.
"Semua itu menjadi kekayaan besar yang dianugerahkan Tuhan yang Maha Esa bagi kami," kata petisi tersebut lagi
Alasan kedua adalah kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan aturan.
Dijelaskan bahwa PT TMS memiliki izin konsesi (pertambangan) hingga 42.000 hektar.
Padahal menurut UU Nomor 1 Tahun 2014, pulau-pulau dengan luas daratan kurang dari 2000 Km2 dikategorikan sebagai pulau kecil dan tidak boleh ditambang.
"Sedangkan pulau kami hanya berukuran 736 Km2. Namun entah apa yang ada di benak para pejabat itu sehingga memberi ijin pada perusahaan asing untuk membongkar daratan pulau ini," jelas petisi tersebut kembali.
Karena hal ini, petisi penolakan pertambangan emas di Pulau Sangihe mendapatkan banyak dukungan.
Hingga Kamis, 10 Juni 2021 tercatat sekitar 40.174 orang sudah menandatangani petisi tersebut.
Target petisi tersebut secara total dibutuhkan hingga 50.000 tanda tangan.
Komentar