Bila PT Masih 20 Persen, Pilpres 2024 Bukan Perang Bintang

Sabtu, 12/06/2021 17:31 WIB
Ilustrasi Pemilu (Foto: Istimewa)

Ilustrasi Pemilu (Foto: Istimewa)

law-justice.co - Beberapa pihak mulai memprediksikan jumlah hingga nama pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024.

Ada beberapa nama ketua umum partai yang masuk radar sebagai capres diberbagai lembaga survei. Misalnya, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Abdul Muhaimin Iskandar, hingga yang termuda Agus Harimurthi Yudhoyono.

Di luar itu, ada nama sejumlah politisi seperti Puan Maharani dan Sandiaga Salahuddin Uno. Sementara dari kalangan kepala daerah ada nama Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, hingga Khofifah Indar Parawansa.

Menariknya, sejumlah pemerhati politik memprediksi Pilpres 2024 mendatang akan menjadi "Perang Bintang". Dengan kata lain, tidak ada nama seperti Prabowo Subianto yang notabene sudah beberapa kali menjajal Pilpres dan juga sudah menjadi tokoh politik senior di Indonesia.

Sehingga, Pilpres 2024 akan menjadi ajang para tokoh muda untuk bertarung menarik hari rakyat, agar menjadi pemimpin negara dan pemerintahan Republik Indonesia.

Akan tetapi, pandangan berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.

Menurutnya, Pilpres 2024 tidak akan menjadi ladang pertarungan bintang. Sebabnya, dia melihat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) masih jadi pembatas bagi anak bangsa yang berkompeten namun tidak memiliki kendaraan politik untuk ikut pertarungan.

"Itu membuat ruang gerak politik kita terkunci, tidak leluasa,"ujar Pangi melalui keteranganya, Sabtu (12/06/2021).

Ketentuan threshold yang diatur di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, lanjut Pangi, justru akan memberikan kekuasaan bagi segelintir orang dalam menentukan capres yang bakal dipilih masyarakat.

Karena di dalam aturan tersebut disebutkan, calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.

"Maka, remot kontrolnya tetap dikendalikan penuh oleh segelintir dan oleh ketum partai yang mengantongi tiket pencapresan," tegas Pangi.

"Sehingga mereka bisa saja tidak melihat elektabilitas, integritas, kapasitas. Jadi bicara tentang logistik dan pendanaannya saja," tandasnya.

(Givary Apriman Z\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar