HNW Sebut Aturan Pajak untuk Sekolah Tak Cerminkan Sila Kemanusiaan

Sabtu, 12/06/2021 16:29 WIB
Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. DPR).

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. DPR).

law-justice.co - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengkritik rencana pemerintah memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sekolah. Ia menilai langkah pemerintah itu tak mencerminkan sila Kemanusiaan dalam Pancasila.

“Mayoritas rakyat Indonesia yang terhubung dengan sekolah dan sembako justru dikenakan pertambahan pajak, sedangkan para orang kaya/konglomerat diberikan kebijakan tax amnesty, juga pajak 0% untuk PPnBM. Kebijakan seperti itu jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi, tidak sesuai dengan Pancasila pada sila ke 2 dan ke 5,” kata HNW dalam keterangan tertulis, Sabtu, (12/6/2021).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera meminta pemerintah tidak terpaku pada pemenuhan pajak karena keuangan yang merosot akibat pandemi. Masa sulit seperti sekarang seharusnya mendorong pemerintah untuk berinovasi menyelamatkan ekonomi seraya tetap memenuhi kewajibannya mencerdaskan bangsa Indonesia.

“Karena pandemi covid-19 mengakibatkan daya beli dan daya bayar rakyat menurun drastis. Mestinya pemerintah membantu rakyat, jangan malah membebani dengan pajak-pajak yang tidak adil itu,” katanya.

Ia tegas menolak apabila pengenaan PPN juga menyasar jasa pendidikan swasta baik formal, non formal maupun informal. HNW lantas menyinggung kegiatan edukatif yang dijalankan publik seperti organisasi NU dan Muhammadiyah seharusnya mendapatkan insentif dari pemerintah.

Sebab, organisasi tersebut telah berjasa mencerdaskan bangsa melalui pendidikan yang mereka buat.

“Seharusnya pemerintah berterimakasih, dan melindungi atau membantu pihak swasta/non pemerintah yang menjadi penyelenggara jasa pendidikan karena telah membantu pemerintah memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UUD NRI 1945,” terangnya.

HNW mengatakan wacana pengenaan pajak terhadap sekolah justru bertolak belakang dengan keadaan yang kini dirasakan lembaga-lembaga pendidikan setelah pandemi melanda.

Bila merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, ini mencakup semua jenis lembaga pendidikan. Karenanya, lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren juga masuk ke dalam kriteria yang tak boleh dikenakan pajak.

“Muhammadiyah, NU dll sudah sangat lama dan sangat banyak membantu pemerintah melaksanakan kewajiban pendidikan nasional, baik umum maupun keagamaan. Pada saat mereka kesusahan akibat Covid-19 mestinya kalau pun pemerintah tidak bisa membantu, ya jangan menambah kesulitan mereka dengan memberlakukan pajak (PPN) kepada mereka," HNW menuturkan.

Selain itu membebani keuangan, kebijakan ini juga bakal merobah paradigma pendidikan sebagai investasi untuk peningkatan SDM Indonesia menjadi komoditas material objek pajak.

HNW berharap Menteri Keuangan Sri Mulyani berlaku adil dalam menetapkan kebijakan dengan memperhatikan kondisi rakyat Indonesia. Hal ini, kata dia, tentu agar sila Kemanusiaan dan Keadilan Sosial tetap menjadi prinsip bernegara.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini pun berharap Sri Mulyani mencabut revisi RUU Perpajakan yang akan mengenakan pajak terhadap sembako dan lembaga pendidikan.

“Dan DPR agar benar-benar mendengarkan aspirasi publik, menghadirkan keadilan dengan dan memastikan bahwa tidak ada revisi UU perpajakan yang tidak adil yang justru menambahi beban rakyat," tandasnya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar