Tak Hadir di MK, Said Iqbal Sebut Pemerintah dan DPR Pengecut

Kamis, 10/06/2021 18:13 WIB
Presiden KSPI, Said Iqbal sebut pemerintah dan DPR pengecut karena tak hadir dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja di MK (Foto: LasserNews Today)

Presiden KSPI, Said Iqbal sebut pemerintah dan DPR pengecut karena tak hadir dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja di MK (Foto: LasserNews Today)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah dan DPR dinilai pengecut oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal karena tak hadir dalam sidang lanjutan uji formil terkait UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, Kamis (10/6/2021). Said Iqbal menilai alasan belum siap memberikan keterangan itu menunjukkan pemerintah khususnya para Menteri terkait dan DPR tidak taat pada asas negara hukum, tetapi lebih mengedepankan kekuasaan.

“Mahkamah Konstitusi sudah memanggil dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR. Harusnya mereka jangan berlindung di balik kekuasaan dengan seenaknya menyampaikan belum siap memberikan keterangan,” kata Said Iqbal.

Dalam persidangan judicial review terkait UU Cipta Kerja yang dihadiri KSPI, ini kali kedua mereka tidak hadir dalam rangkaian acara persidangan. Beberapa bulan lalu, Pemerintah dan DPR juga tidak memberikan keterangan dalam sidang uji materiil.

Mereka ini, kata Said Iqbal, “pengecut”. Hanya berlindung di balik sidang, hotel-hotel mewah, rapat-rapat di hari libur di Gedung DPR. Tetapi ketika menghadapi rakyat di depan pengadilan yang sah dan konstitusional, tidak bisa segera memberikan keterangan. Padahal mereka dibayar dari uang rakyat. Seharusnya bekerja cepat untuk hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat.

“Kemana itu para menteri yang selama ini seolah-olah berpihak pada rakyat? Kemana itu pimpinan DPR yang sering tampil dan gagah perkasa mengesahkan UU Cipta Kerja? Tetapi di hadapan pengadilan, dalam tanda petik, bersikap pengecut,” kata Said Iqbal. “Tindakan ‘pengecut’ pemerintah dan DPR telah mencinderai rasa keadilan rakyat, setidak-tidaknya yang diwakili oleh gerakan buruh," katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, KSPI meminta kepada Hakim MK untuk tidak memberikan kesempatan kepada pemerintah dan DPR untuk memberikan keterangan. Sebab mereka sudah diberi kesempatan, tetapi justru mengabaikannya.

“Mahkamah tidak boleh tuduk pada kekuasaan. Mahkamah harus mempunyai marwah di hadapan penguasa,” tegasnya.

Apabila keputusan judicial review terhadap UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan harapan kaum buruh, kata Said Iqbal, KSPI dan elemen serikat buruh yang lain akan melakukan aksi mogok nasional jilid kedua sebagaimana pemogokan nasional yang dilakukan pada tanggal 6 – 8 Oktober 2020.

“Instruksi mogok nasional kedua ini akan dikeluarkan dengan mengikuti standar protokol kesehatan dan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Termasuk sesuai dengan UU No 21 Tahun 2000 menyebutkan bahwa serikat pekerja berfungsi sebagai pelaksana dan penanggungjawab pemogokan.

“Secara elegan kami sudah menempuh uji formil dan materiil. Tetapi bilama dari jalur hukum kami tidak mendapatkan rasa keadilan, maka jalur gerakan aksi yang konstitusional akan kami lakukan,” tegasnya.

Disampaikan Said Iqbal, dalam aksi nasional kedua ini, akan melibatkan 10 ribu pabrik di 24 provinsi dan lebih dari 200 kabupaten/kota.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar