Pertaruhan Besar PDI Perjuangan Usung Puan saat Elektabilitas Mandek

Kamis, 10/06/2021 08:46 WIB
Hasto Kristiyanto, Puan Maharani dan Megawati. (Tribun)

Hasto Kristiyanto, Puan Maharani dan Megawati. (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Bursa kandidat capres atau cawapres untuk berlaga di Pilpres 2024 mendatang sudah mulai dimunculkan oleh tiap-tiap partai politik.

Salah satu yang memunculkan kadernya di bursa Pilpres 2024 mendatang adalah PDI Perjuangan (PDIP).

Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto mengatakan bahwa Ketua DPR RI Puan Maharani akan diposisikan sebagai calon wakil presiden.

Dia mendorong nama Puan, siapa pun calon presiden yang diusung PDIP nanti di 2024.

Hal itu dikatakan Bambang dalam sebuah rekaman suaranya yang beredar.

"Rumusnya, Puan Maharani teh botol sosro. Apapun makanannya, minumnya teh botol sosro. Ya to? Siapa pun calon presidennya, wakilnya PM (Puan Maharani)," kata Bambang dalam rekaman suara tersebut.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati mengatakan wacana Puan sebagai Cawapres menjadi bekal transaksi politik bagi PDIP saat berhadapan dengan partai lain guna melakukan koalisi di Pilpres 2024 mendatang.

"Tentu pengusungan Puan sebagai Cawapres menjadi transaksi politik harga mati bagi PDIP bila ditawari berkoalisi dengan partai lain," kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/6).

Meski begitu, Wasisto menilai pencalonan Puan bakal menjadi pertaruhan dan risiko tersendiri bagi PDIP.

Salah satu yang disorot yakni soal hasil survei yang menunjukkan elektabilitas perempuan yang juga tercatat sebagai Ketua DPP PDIP itu masih rendah dan stagnan.

Wasisto menilai kondisi demikian menjadi tantangan sendiri bagi PDIP dalam menyodorkan kandidat. Sebab, partai-partai lain pasti memilih pasangan capres-cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi.

Sejumlah survei capres belakangan ini menempatkan Puan masih memiliki elektabilitas yang rendah dan stagnan. Survei Y-Publica misalnya menunjukkan Puan ada di posisi ke-12 dengan 0,7 persen.

Pada survei capres perempuan versi Akar Rumput Strategic Consulting (ASRC), Puan hanya meraih posisi kelima dengan 4,01 persen.

Baru-baru ini, survei terbaru Parameter Politik Indonesia, menempatkan Puan di posisi ke-12 dengan elektabilitas 1,7 persen.

"Saya pikir PDIP juga menyadari bahwa elektabilitas Puan yang masih rendah hingga saat ini jadi alasan untuk diplot sebagai cawapres. Selain itu bisa jadi itu bagian dari upaya imitasi politik Puan untuk meniru ibunya, Megawati [Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri], yang dulu sebelum jadi presiden itu menjadi wapres dulu," kata Wasisto.

Sebagai informasi, Megawati yang semula wakil presiden naik jabatan menjadi Presiden kelima RI pada 2001 silam setelah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dimakzulkan MPR RI.

Meski demikian, Wasisto menilai Puan masih memiliki kesempatan besar untuk menaikkan elektabilitas personal sebelum `gong` Pilpres 2024 ditabuh. Terlebih, kini Puan masih memiliki jabatan sebagai Ketua DPR RI.
Lewat jabatan tersebut, kata dia, Puan bisa memanfaatkan sering tampil di media massa atau turun ke bawah ketika kunjungan kerja di masa reses.

"Salah satu kendala lain mungkin adalah masih kentalnya kultur patriarki dalam politik Indonesia sehingga hanya sebagian kecil politisi perempuan yang bisa menduduki posisi puncak," kata Wasisto.

Selain itu, Wasis menilai risiko politik lain yang akan diterima PDIP dari pencalonan Puan yakni cibiran publik tentang perubahan citra partai tersebut.

"Dari yang awalnya sebagai `Partainya Wong Cilik` tapi kini mulai bergeser jadi `Partai Keluarga/Dinasti` seiring dengan mengencangnya dominasi Puan," nilai Wasisto.

Kemudian untuk risiko-risiko lain, salah satu di antaranya Wasisto memprediksi akan ada kader-kader potensial yang mengundurkan diri sebagai kader imbas pencalonan tersebut. Hal itu, katanya, tak lepas dari perubahan pola kaderisasi.

Ia mengatakan sebelumnya PDIP dari awalnya membuka peluang kader-kader potensial yang berjuang dari bawah, kini menjadi kaderisasi terbatas.

Ia mencontohkan nama-nama besar seperti Joko Widodo (Jokowi), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, hingga Menteri Sosial Tri Rismaharini merupakan hasil kaderisasi PDIP yang berjenjang dari bawah.

"Tentu dengan majunya Puan seolah berseberangan dengan jenjang kaderisasi politik itu," kata Wasisto.

Terpisah, Puan sendiri mengklaim tak pernah membisiki Ketua Umum PDIP sekaligus ibunya, Megawati Soekarnoputri terkait keputusan partai. Ia mengaku mengikuti setiap keputusan yang telah dibuat Megawati. Hal itu dikatakan Puan saat menceritakan pengalamannya dalam memenangkan PDIP dan Joko Widodo pada Pemilu 2014 dan 2019.

"Saya enggak pernah bisikin ketua umum untuk urusan partai, beliau adalah ketua umum saya untuk urusan partai. Kalau Bu Mega sudah putuskan, saya ikut," kata Puan dalam acara PDIP di Manado, Sulawesi Utara, Senin (7/6).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar