Giri Curiga Penonaktifan Pegawai karena Ungkap Makelar Kasus di KPK

Kamis, 03/06/2021 15:26 WIB
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono curiga penonaktifan 75 pegawai KPK karena ungkap makelar kasus di internal KPK (Tribun)

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono curiga penonaktifan 75 pegawai KPK karena ungkap makelar kasus di internal KPK (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) dicurigai berakitan dengan pengungkapan makelar kasus yang melibatkan penyidik KPK sendiri. Hal itu disampaikan oleh Direktur Sosialisasi dan Kampanye (Dirsoskam) Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono.

Diketahui, penyidik KPK yang terlibat dalam makelar kasus ini adalah penyidik polri AKP Stepanus Robin Pattuju. Robin disebut memeras Wali Kota Tanjungbalai M. Sahrial dengan iming-iming menyetop kasus. Robin pun dipecat oleh Dewan Pengawas KPK karena terbukti melanggar kode etik dan telah ditetapkan sebagai tersangka suap.

"3 kasatgas diberhentikan melalui TWK, padahal mereka menangkap makelar kasus di dalam KPK. Oknum Penyidik polri yang baru 2 tahun gabung KPK ini, seperti alat yang digunakan untuk merusak KPK dari dalam. Enaknya dihukum apa si Robin ini?" cuit Giri dalam akun Twitter-nya @girisuprapdiono, Kamis (3/6/2021).

Hal itu ia lontarkan saat membalas kicauan penyidik KPK Novel Baswedan yang prihatin karena ada penyidik KPK yang terlibat korupsi. Padahal, ia bersama dengan teman-teman penyidik lain justru terus mengerjakan tugas memberantas korupsi tetapi malah dibebastugaskan.

"Prihatin, dan sedih adanya orang yang berani `main kasus` di KPK. Lebih prihatin lagi karena Pak A. Damanik, Rizka, Yudi dan saya yang ungkap kasus ini justru diupayakan untuk disingkirkan dengan alat TWK. Harapan memberantas korupsi mau dimatikan?" kata Novel dalam akun twitternya @nazaqistsha.

Diketahui, 75 pegawai dinonaktifkan usai tak lolos TWK.
Sebanyak 24 diantaranya dibina ulang dan 51 lainnya diberi kesmepatan jadi pegawai hanya sampai November 2021. Sebelum mendapat penetapan itu pun, 75 pegawai itu sudah diberikan surat keputusan (SK) penonaktifan. Pimpinan KPK meminta mereka menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya.

Terkait TWK ini, Guru Besar dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengatakan Presiden Joko Widodo perlu menertibkan "anak buah" terkait nasib 75 pegawai KPK itu.

"KPK, BKN (Badan Kepegawaian Negara), dan Menpan RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi). Ketiga-tiganya sebenarnya anak buah dari presiden Jokowi. Seharusnya presiden Jokowi menertibkan mereka," ucap dia, dalam acara Mata Najwa yang disiarkan oleh Trans7, Rabu (2/6).

Pasalnya, kata dia, ketiga lembaga tersebut sudah melakukan pembangkangan terhadap peraturan hukum dan arahan Jokowi.

"Terakhir ini kita meminta supaya Presiden Menegah pelantikan karena pelantikan didasari TWK yang tidak sah. Itu menyimpang," ucap dia.

"Oleh karena itu, sebagai kepala pemerintahan sebagai eksekutif tertinggi maka presiden Jokowi seharusnya melakukan tindakan tegas terhadap anak buahnya yang melanggar arahannya," imbuhnya.

Sebelumnya, pada 17 Mei, Jokowi mengatakan bahwa TWK tidak bisa menjadi acuan dalam memberhentikan pegawai KPK. Seharusnya, hasil tes menjadi masukan untuk memperbaiki KPK.

Ia juga berkata pendapatnya itu ia sampaikan dengan mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK.

Dalam pertimbangan putusan itu dikatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar