Fakta-fakta Tak Terungkap Dari Sengkarut Megakorupsi Jiwasraya
Jiwasraya. (Kata Data)
Jakarta, law-justice.co - Membincangkan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) seperti tak ada habisnya. Kasus megaskandal yang terendus sejak gagal bayar produk Saving Plan pada Oktober 2018 ini menjadi pemberitaan luas di media massa. Tak tanggung-tanggung, potensi kerugian negara akibat investasi Jiwasraya yang serampangan ditempatkan di saham-saham dan reksadana mencapai Rp.16,8 triliaun, ini berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Utama sekaligus Ketua Koordinator Tim Percepatan Restrukturisasi Asuransi Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko membeberkan fakta-fakta yang ditemukan di tahun 2008 yang menunjukkan bahwa Jiwasraya sudah meminta restrukturisasi sejak tahun 2008. Lantas apa yang terjadi hingga restrukturisasi Jiwasraya tersebut justru mencuat di tahun 2020? Simak dalam perbincangannya bersama Ketua Koordinator Tim Percepatan Restrukturisasi Asuransi Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko.
Hexana menyebut Benny Tjokro tidak ada kontraknya. "Kita hanya tahu bahwa secara fakta kita berinvestasi pada instrumen yang high risk, secara transaksional tidak ada dokumen," ungkapnya.
Hexana juga menyebut Jiwasraya tidak pernah untung karena Jiwasraya hanya memasukkan instrumen investasi High Risk, dikutip dari salah satu konten wawancara Impact, di CNBC Indonesia, di Kutip Minggu (30/5/2021).
Secara teknis, Hexana mengungkapkan Jiwasraya sudah bangkrut. "Kami berharap ada penyelematan dari pemerintah, saat ini dalam proses" ungkapnya.
Hexana menganggap rekonstruksi akan membantu Jiwasraya agar tak bangkrut.
Hexana menegaskan minta maaf kepada seluruh nasabah." Kami juga sedang berupaya untuk menyelamatkan dana nasabah, meski tak bisa mengembalikan dana seluruhnya," jelasnya.
Hexana mengungkapkan pihaknya memohon pada pemerintah untuk menyelamatkan Jiwasraya." Kami membuat skenario untuk menyelamatkan dana nasabah, tinggal kami menunggu langkah penyelamatan dari pemerintah dan tidak melikuidasi Jiwasraya," ucapnya.
Fakta Baru Jiwasraya
Kasus dugaan korupsi yang menimpa PT. Asuransi Jiwasraya terus bergulir dan memunculkan fakta baru. Serta tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru.
Dengan adanya surat panggilan Kepolisian Polda Metro Jaya tanggal 24 Mei 2021, terhadap Direktur PT. Asuransi Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko dalam perihal Tindak Pidana Fitnah. Di laporkan oleh Safriadi dengan Nomor LP/1250/II/YAN.2.5./2020/SPKT/PMJ tanggal 24 Febuari 2020.
Berawal dari keterangan atau pernyataan yang di sampaikan oleh Direktur PT. Asuransi Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko di depan anggota Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR-RI. Saat rapat bersama sejumlah BUMN dan di anggap telah menimbulkan fitnah.
Ternyata ada juga 470 orang Korea Selatan menjadi korban gagal bayar Jiwasraya dengan total kerugian mencapai Rp 570 miliar. Sudah lebih dari 1 tahun menunggu kejelasan tentang penanganan asuransi Jiwasraya yang berada di bawah kementerian BUMN.
Restrukturirasi
Likuidasi pernah menjadi salah satu opsi dalam menyelesaikan kasus yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Pengamat Asuransi Toto Pranoto menilai proses likuidasi justru akan memakan waktu yang panjang. Sehingga pilihan
"Karena sumber pengembalian investasi mereka hanya berdasar pada aset Jiwasraya yang tersisa dan jumlahnya relatif tidak besar, dan proses likuidasi ini juga bisa memakan waktu cukup panjang," katanya
"Saya kira opsi restrukturisasi yang ditawarkan pemerintah dalam konteks penyelesaian Jiwasraya menjadi pilihan terbaik dibanding opsi lainnya," imbuhnya.
Senada dengan Toto, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim juga menilai restrukturisasi menjadi langkah tepat dibanding pilihan likuidasi. Setidaknya dua hal yang menjadi alasannya.
"Pertama, jaminan pemerintah ada. Kedua, kalau pemilik modal Kementerian BUMN, ngga akan ke mana-mana," katanya.
Restrukturisasi juga bisa mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat, meski dinilai berat dan butuh waktu. Namun, saat Menteri BUMN, Erick Thohir berbicara mengenai rencana apa yang akan dilakukan terhadap Jiwasraya, hal itu menjadi garansi bagi publik.
"Negara menjamin, dana nasabah yang terjamin. Pernyataan kuat untuk menanamkan kepercayaan ke publik. Dibanding perusahaan yang ngga tahu ke mana pemiliknya," katanya.
Ombudsman juga memberikan pernyataan terkait kasus Jiwasraya ini. Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, jangan hanya terpaku pada kebangkitan Jiwasraya.
"Nah ini menurut saya adalah juga yang harus dipikirkan kemudian bagaimana mengatasi mereka sesuai kondisi. Ini pasti panjang, yang penting orang ada kepastian. Itu yang harus dikeluarkan roadmap," katanya.
"Membuat orang percaya, tenang dan kepercayaan pulih. Kepercayaan penting, karena ujungnya ada upaya menarik dana lagi. Salah satunya misal corporate obligation, atau menerbitkan surat berharga menambah dana bagi Jiwasraya yang direstrukturisasi," ujarnya menambahkan.
Erick Tohir Menolak restrukturisasi
Para pensiunan ini tergabung dalam Forum Pensiunan BUMN Nasabah Jiwasraya (FPBNJ). Ketua FPBNJ Syahrul Tahir mengatakan, sudah beberapa kali mengirimkan surat kepada Menteri BUMN Erick Thohir namun belum mendapatkan respon.
Pada 29 April lalu, ratusan anggota juga mendatangi kantor kementerian namun gagal bertemu dengan pejabat berwenang. "Kami cuma mau mengadakan dialog dengan pak menteri namun tidak kunjung hadir," kata Syahrul, Minggu (2/5/2021) lalu.
Padahal, ia hanya ingin adanya keadilan agar skema restrukturisasi Jiwasraya bagi para pensiunan dibatalkan. Dengan begitu, mereka tetap bisa menerima manfaat seumur hidup tanpa adanya potongan ataupun melakukan top up.
Tercatat, ada 12 dana pensiun BUMN yang menolak skema restrukturisasi Jiwasraya. Mereka menganggap skema Jiwasraya merugikan serta melanggar aturan terkait manfaat dana pasti yang mereka terima setiap bulan.
Sebelumnya, para pensiunan BUMN ini ditawarkan tiga skema untuk proses restrukturisasi Jiwasraya yang bisa diikuti. Pertama, misalnya, pensiunan Garuda Indonesia harus top up senilai Rp 1,8 triliun. Pilihan lainnya, nilai manfaat turun rata-rata 69,3%-73%.
Pilihan ketiga, jangka waktu penerimaan uang pensiun tidak seumur hidup seperti halnya dana pensiun biasa, tapi diperpendek hingga maksimal tujuh tahun. Skema ini diberlakukan sama dengan BUMN lain dengan nominal yang berbeda.
Menanggapi penolakan para pensiunan BUMN, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, opsi pertama memang mengharuskan nasabah untuk top up agar anuitas bulanan tetap bisa dipertahankan.
"Apabila pemegang polis tidak melakukan top up maka manfaat anuitas bulanan akan turun. Namun apabila pemegang polis juga tidak melakukan top up dan menghendaki manfaat tetap, maka manfaat asuransi akan diperpendek," kata Arya.
Senada, Koordinator Juru Bicara Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya, R Mahelan Prabantarikso menyebutkan, pihaknya tetap memfasilitasi dialog dengan pensiunan melalui perusahaan masing-masing. Namun, dialog tersebut tidak bertujuan mengubah skema yang sudah ada.
Ia juga menegaskan tiga opsi tersebut sudah bersifat final, sehingga tidak akan berubah. "Kalau diubah berarti Jiwasraya tidak konsisten dan mencederai pemegang polis yang kurang lebih 78 % setuju dengan restrukturisasi tersebut," terangnya.
Perkembangan Restrukturisasi
Mendekati batas waktu, restrukturisasi polis ritel Jiwasraya masih tertinggal dari bancassurance maupun korporasi. Hingga 30 April 2021, restrukturisasi polis ritel baru 77,9% atau setara 138.365 nasabah.
Padahal, perkembangan dua polis lainnya sudah melebih 80% yaitu bancassurance 93,8% dan korporasi 85,1%. Manajemen mengaku kesulitan untuk menjangkau polis ritel sehingga program ini tidak berjalan maksimal.
"Polisnya kecil-kecil tapi tidak terlalu jelas secara data. Kami sudah coba hubungi dan komunikasi dengan surat tidak sampai dan telepon juga tidak ada. Ini jadi tantangan kenapa ritel baru sekian," kata Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko.
Hexana menyebut, banyak polis ritel tidak teridentifikasi secara jelas. Jika sampai batas akhir tidak ada tanggapan maupun laporan, ia akan umumkan nama-nama pemegang polis itu ke publik.
Fakta dari Kuasa Hukum Benny Tjokro
Tim Kuasa Hukum Benny Tjokrosaputro, Fajar Gora, SH, MH, menyampaikan bahwa terkait Informasi LP terhadap Direktur PT. Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko di Polda Metro Jaya. Dirinya sama sekali tidak tahu dengan adanya laporan tersebut.
Kuasa Hukum Benny Tjokrosaputro, Fajar Gora, SH,MH, memberikan tangapan terkait hal tersebut. Bahwa itu tidak benar dan terkesan menutup-nutupi fakta sebenarnya. Serta terkesan mengkambing hitamkan orang lain dengan maksud dan tujuan yang tidak jelas.
Menurut Fajar Gora, SH, MH bahwa pernyataan tersebut patut di pertanyakan “Keabsahannya” serta statement Hexana.
Apakah mungkin seorang Direktur Utama yang di tugaskan untuk menyelesaikan urusan PT. Asuransi Jiwasraya tidak tahu jika sebenarnya ada 124 emiten (Perusahàan Publik) di portofolio Jiwasraya maupun Reksadananya?
Apakah Hexana memang benar-benar tidak tahu adanya ke 124 Emiten tersebut? Atau benar-benar tidak paham?
Dari 124 Emiten, kenapa hanya Group BT dan HH saja yang di obok-obok? Bagaimana dengan 122 Emiten lainnya? Apakah ini bagian dari permainan pihak lain yang mengkambing hitamkan dengan merekayasa kasus ini?
Fajar Gora, SH, MH, juga menyampaikan bahwa sebenarnya Hexsana juga tahu. Tidak ada satupun pegawai Jiwasraya dan reksadana-reksadananya yang berhubungan atau bertransaksi dengan Benny Tjokrosaputro. Bahkan untuk kenalpun tidak mungkin.
Saham MYRX (Hanson) cuma 2%. Bagaimana mungkin Hexana bisa bersaksi dusta di DPR RI terkait semua Portofolio Jiwasraya dari Benny Tjokrosaputro?
Cuma ada 2 kemungkinan. Hexana bodoh sekali atau dia merekayasa untuk memfitnah Benny Tjokrosaputro dan mungkin melindungi yang lain.
Sebagai Direktur Utama PT. Jiwasraya (Persero), Hexana Tri Sasongko tidak mungkin tidak tahu portofolio milik perusahaan yang di pimpinnya. Sangat tisak masuk akal dan mustahil.
Bukti-bukti lainnya yang juga harus di pertanyakan terkait penjelasan dari Hexana Tri Sasongko yang selalu berubah-ubah. Misalnya bukti saat dalam wawancara dengan Peter Gontha di CNBC INDONESIA dalam acara IMPACT WITH PETER GONTHA.
Dalam wawancaranya Hexana Tri Sasongko terkesan pura-pura tidak tahu kalau ada fakta sebenarnya sebelum tahun 2008. Pernah juga terjadi pembobolan yang di lakukan perusahaan milik Bakrie Group. Namun kenyataannya Hexana Tri Sasongko seakan berusaha mengalihkan pembicaraan.
Mirisnya lagi, Direktur Utama menyatakan dirinya sulit untuk mendapatkan data terkait kasus AJS sebelum tahun 2008. Bukan menjadi suatu rahasia lagi terkait kasus PT. AJS pada tahun 2008 silam. Seluruh masyarakat Indonesia, DPR- RI, BPK, Politikus dan seluruh Media mengetahuinya.
Fakta lainnya yang di sampaikan Kuasa Hukum Benny Tjokrosaputro, Fajar Gorq,SH,MH terkait pembahasan penyebab kerugian PT. Asuransi Jiwasraya sebelum tahun 2008. Hexana terlihat kikuk dan salah tingkah saat di sebut nama group usaha berinisial B (Konglomerat sekaligus Politikus). Yang memiliki portofolio Jiwasraya yang luar biasa baik sebelum tahun 2008. Sampai saat ini masih mempunyai 20% portofolio Jiwasraya merupakan saham dari Group Bakri.
Untuk memperjelas keterangan fitnah Hexana Tri Sasongko terhadap kliennya, Fajar Gora, SH,MH membeberkan bukti daftar 124 nama perusahaan (emiten) yang di miliki PT.Asuransi Jiwasraya. Serta persentasi kepemilikan di masing-masing saham tersebut.
Fakta Megaskandal Jiwasraya
1. Besarnya Potensi Kerugian Negara Rp 16,8 T
Dari penyidikan BPK disebutkan, potensi kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun yang berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.
Perinciannya, terdiri dari kerugian dari investasi saham Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna bahkan merekomendasikan agar bisnis asuransi jiwa BUMN ini diberhentikan atau dibubarkan.
"Saya tidak mungkin merekomendasikan menutup [membubarkan] Jiwasraya. Itu risikonya luar biasa besarnya. Baik secara keuangan negara atau hal-hal yang lain. Ini adalah BUMN yang punya sejarah panjang," kata Agung di kantornya, Senin (29/6/2020).
2. Ada 1 Pejabat OJK & 13 MI Tersangka Baru, 6 Sudah Jadi Terdakwa
Lantas, siapa yang menjadi aktor intelektual dari kasus yang menelan kerugian negara belasan triliunan ini.
Saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 6 orang sebagai terdakwa, kemudian ada tambahan 1 pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan 13 manajer investasi (MI) sebagai tersangka dalam kasus ini.
Enam terdakwa tersebut adalah Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX), Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dan Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra.
Terdakwa lainnya, Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, dan Hendrisman Rahim yang juga Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 dan Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.
Sementara itu, pejabat OJK yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Pengumuman penetapan tersangka Fakhri Hilmi bersamaan dengan 13 perusahaan manajer investasi.
Sebanyak 13 perusahaan MI tersebut adalah, PT Danawibawa Manajemen Investasi atau Pan Arkadia Capital, PT OSO Manajemen Investasi, PT Pinnacle Persada Investasi, PT Milenium Danatama, PT Prospera Aset Manajemen, PT MNC Aset Manajemen.
Selanjutnya PT Maybank Aset Manajemen, PT GAP Capital, PT Jasa Capital Aset Manajemen, PT Pool Advista, PT Corina Capital, PT Trizervan Investama Indonesia dan PT Sinarmas Asset Management.
3. Dari 13 MI Tersangka, Sinarmas Sudah Kembalikan Rp 77 M
Manajemen Sinarmas Asset Management, sebagai salah satu manajer investasi pengelola dana Jiwasraya, menyatakan Jiwasraya sudah melakukan pencairan (redepmtion) sebanyak 4 kali senilai Rp 23 miliar dalam kondisi profit yang dikembalikan dalam bentuk cash, dan saham.
Sementara itu, saat ini masih ada sekitar Rp 77 miliar dana kelolaan Jiwasraya yang nilainya secara mark to market mengalami penurunan menjadi Rp 40 miliar saja.
Namun, Sinarmas AM sudah berinisiatif mengembalikan dana tersebut dan saat ini disita Kejaksaan Agung.
Hal ini untuk mencegah terjadinya redemption secara besar-besaran jika kasus ini dibiarkan terus berlanjut untuk perseroan yang mengelola dana lebih dari Rp 30 triliun ini.
"Pengembalian dana Rp 77 miliar itikad baik, kita ingin cepat selesai, karena punya nasabah banyak, dana kelolaan Rp 30 triliun, kita tidak ingin gara gara ini ada redemption [skala besar]," kata Direktur Utama Sinarmas Asset Management Alex Setyawan WK, dalam keterangannya.
Pengembalian dana dari Sinarmas ini sempat ramai beberapa waktu lalu tak lama setelah Kejagung mengumumkan 13 perusahaan MI sebagai tersangka.
Komentar