Wadah Pegawai: Pimpinan KPK & BKN Lawan Hukum dan Perintah Jokowi

Selasa, 25/05/2021 20:39 WIB
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap nilai pimpinan KPK dan BKN lawan perintah Presiden Jokowi dan hukum (borneonews)

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap nilai pimpinan KPK dan BKN lawan perintah Presiden Jokowi dan hukum (borneonews)

Jakarta, law-justice.co - Langkah pimpinan KPK myang memberhentikan 51 dari 75 pegawai yang tak lulus wawasan kebangsaan dikecam oleh wadah pegawai KPK. Menurut Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, tindakan pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak mematuhi perintah Presiden Joko Widodo.

"Pimpinan KPK dan BKN telah nyata-nyata tidak mematuhi instruksi Presiden dengan tetap memberhentikan pegawai KPK baik dengan cara langsung 51 orang serta memberikan mendidik kembali 24 orang tanpa adanya jaminan," kata Yudi, Selasa (25/5/2021).

"Padahal secara nyata presiden sudah mengungkapkan bahwa tes tidak dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan seseorang," tambahnya.

Menurut Yudi, pimpinan KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum yang tercantum dalam pasal 28D ayat 2 UUD 1945. Dalam pasal tersebut menegaskan bahwa proses alih status ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

"Pimpinan KPK dan BKN telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak mengindahkan jaminan konstitusional Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang diperkuat dengan Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang menegaskan bahwa proses transisi tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN," kata Yudi.

Selanjutnya, Yudi menilai sikap pimpinan KPK dan Kepala BKN menyatakan sikap tidak setia dengan pemerintah. Dengan itu, menurutnya, perlu ada supervisi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani polemik ini lebih lanjut.

"Sikap pimpinan KPK dan Kepala BKN adalah bentuk konkret dari sikap tidak setia terhadap pemerintahan yang sah. Maka dari itu, perlu adanya supervisi dari Presiden menindaklanjuti perkara alih status pegawai KPK," katanya.

Yudi masih mempertanyakan alasan Ketua KPK Firli Bahuri sangat berkeinginan dalam memberhentikan 75 pegawai. Menurutnya, pemberhentian itu tidak bisa jadi alat ukur karena dinilai cacat hukum.

"Kami mempertanyakan mengapa Ketua KPK sangat ingin memberhentikan kami sebagai pegawai KPK dengan alat ukur yang belum jelas serta proses yang sarat pelecehan martabat sebagai perempuan," katanya.

"Padahal, di sisi lain, Ketua KPK bertekad menjadikan residivis perkara korupsi yang jelas telah berkekuatan hukum tetap sebagai agen anti korupsi," tambahnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan sebanyak 51 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) memiliki rapor merah. Ke-51 orang itu dikatakan tidak bisa dilakukan pembinaan.

"Sedangkan yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor itu sudah warnanya dia bilang udah `merah`, dan dia tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan," kata Alex dalam jumpa pers di BKN, Jakarta, Selasa (25/5).

Sementara itu, sebanyak 24 pegawai yang tidak lolos akan dilakukan pembinaan. Mereka akan mengikuti pembinaan wawasan kebangsaan.

"Dari hasil pemetaan dari asesor dan kemudian kita sepakati bersama dari 75 itu, dihasilkan bahwa ada 24 pegawai dari 75 tadi yang masih dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN," katanya.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar