Kabar Gembira! Obat Pembunuh Covid-19 Sedang Dikembangkan

Rabu, 19/05/2021 22:23 WIB
Ilmuwan sedang mengembangkan obat Covid-19 (Foto: Pixabay/Gerd Altmann)

Ilmuwan sedang mengembangkan obat Covid-19 (Foto: Pixabay/Gerd Altmann)

Jakarta, law-justice.co - Setelah vaksin muncul untuk melawan virus Corona, kini ilmuwan mulai mengembangkan obat Covid-19. Hal itu dilakukan oleh tim ahli internasional dari Menzies Health Institute Queensland di Griffith University Australia. Obat ini diklaim mampu membunuh 99,9% partikel Covid-19 di paru-paru tikus.

Pengobatan ini dilakukan melalui suntikan. Vaksin dapat bekerja dengan menggunakan teknologi medis bernama gene-silencing yang ditemukan pertama kali di Australia pada 1990-an.

Gene-silencing menggunakan fundamental RNA dalam tubuh, hal yang sama sepeti DNA untuk menyerang virus. RNA yang dimodifikasi juga digunakan dalam pengembangan Pfizer dan Moderna yang efektif hingga 96% untuk memblokir penyakit.

Profesor Nigel McMillen, peneliti utama studi ini mengatakan pengobatan tersebut mencegah virus untuk bereplikasi. Selain itu bisa menghentikan kematian akibat Covid-19 di dunia.

"Pada dasarnya ini adalah misi mencari dan menghancurkan. Kami secara khusus dapat menghancurkan virus yang tumbuh dalam paru-paru seseorang," jelasnya, dikutip dari Daily Mail, Rabu (19/5/2021).

Pada pengobatan ini, baru diujicobakan untuk hewan pengerat. Jadi keefektifan atau keamanan pengobatan pada manusia masih belum diketahui.

Namun tim peneliti meyakini sel normal sama sekali tidak terluka saat menggunakan pengobatan ini.

Sebelumnya sudah ada obat antivirus yakni seperti Zanamivir dan Remdevisir. Keduanya diyakini dapat mengurangi dan bahkan pasien bisa pulih lebih cepat.

Namun baru kali ini yang mengklaim dapat langsung menghentikan virus corona. obat itu akan masuk ke aliran darah melalui suntikan pada sesuatu yang disebut nanopartikel.

"Nanopartikel masuk ke paru-paru dan bergabung dengan sel yang mengirimkan RNA. RNA mencari virus serta menghancurkan genom jadi virus tidak dapat bereplikasi," kata Mcmillan.

Tim peneliti sudah mengerjakan obat ini sejak April 2020. Sebab Australia meminta penutupan selama enam minggu. Diharapkan obat ini bisa diluncurkan pada tahun 2023 mendatang.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar