Jokowi Tolak 75 Pegawai KPK Dinonaktifkan, Busyro: Jangan Basa-basi!

Selasa, 18/05/2021 10:19 WIB
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas. (Breakingnews.co.id)

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas. (Breakingnews.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menyebut sikap Presiden Joko Widodo terkait status 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan usai tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak menyentuh akar permasalahan.

Hal ini dia lontarkan merespons pernyataan Jokowi yang menyebut TWK tak bisa menjadi dasar penonaktifan 75 pegawai KPK pada hari Senin (17/5) kemarin.

"Presiden jangan basa-basi. Masyarakat semakin cermat, mana pernyataan yang sekadar basa-basi, mana yang punya kejujuran," ucap Busyro seperti melansir cnnindonesia.com.

Menurut Busyo, Jokowi seharusnya mulai mengidentifikasi permasalahan terkait pelaksanaan TWK. Ia menilai, TWK tidak mempunyai dasar hukum yang jelas sehingga menjadi tindakan ilegal yang dilakukan KPK.

Busyro meyakini, 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan itu telah mempunyai wawasan kebangsaan yang terbukti dari keseriusan dalam menangani kasus-kasus korupsi.

"75 orang itu sudah teruji komitmen kebangsaannya. Tidak perlu lagi [TWK]," ucap dia.

Di sisi lain, Ketua PP Muhammadiyah itu menilai, sekolah kedinasan wawasan kebangsaan yang juga disarankan Jokowi bagi 75 pegawai tak lolos itu bukan solusi.

Sebaliknya, Busyro mempertanyakan pimpinan KPK saat ini dan pemerintahan Jokowi terkait wawasan kebangsaan karena justru banyak mengeluarkan peraturan yang merugikan bangsa termasuk revisi UU KPK.

"Presiden sudah menyetujui revisi UU KPK itu bertentangan dengan wawasan kebangsaan. Presiden juga menyetujui UU Cipta Kerja, UU Minerba, revisi soal usia hakim Mahkamah Agung," beber Busyro.

Dia menuturkan, Jokowi semestinya memiliki kewenangan yang lebih besar menyikapi 75 pegawai KPK yang tak lolos dengan membatalkan hasil TWK maupun SK penonaktifan.

"Ketika KPK sudah menjadi eksekutif dan di bawahnya presiden, presiden harus memberi tindakan. Konsekuensinya adalah pernyataan pimpinan KPK soal tidak lulus TWK itu mencederai 75 pegawai. Itu harus dibatalkan," ujar Busyro.

Jika Jokowi tak segera membatalkan hasil TWK dan SK penonaktifan itu, Busyro menilai, hal itu semakin menunjukkan upaya pelemahan KPK secara sistematis.

"Kan lembaganya sudah diamputasi lewat revisi KPK yang baru, nah sekarang kaki-kakinya. Kaki-kaki 75 ini kalau dipotong habis sudah," ucap dia.

"Tidak berlebihan kalau saya katakan kemarin itu, di zaman Pak Jokowi ini ditamatkan riwayatnya," imbuhnya.

Disisi lain, mantan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan menghargai keputusan Jokowi. Namun, menurutnya, usulan sekolah kedinasan wawasan kebangsaan belum tepat dibicarakan.

Ia menyebut pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) harus melakukan beberapa hal terlebih dahulu.

Pertama, KPK dan BKN harus menjelaskan dengan transparan dan akuntabel kepada semua pegawai KPK terkait kriteria yang dipakai.

Kedua, kata dia, mereka juga harus memberikan penjelasan soal metodologi yang dipakai dalam TWK.

"Setelah dua hal di atas dijelaskan baru kita bicarakan pendidikan kedinasan, karena jangan sampai memang tesnya yang bermasalah," tutur Laode.

Jokowi sebelumnya menyampaikan TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara tak bisa menjadi dasar pemberhentian 75 pegawai yang tak lolos.

Ia juga mengusulkan pegawai KPK yang tak lolos tes itu mengikuti sekolah kedinasan untuk memperbaiki hasil TWK.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar