Naikkan Tarif PPN yang Bebankan Rakyat, Pemerintah Dinilai Tak Kreatif

Rabu, 12/05/2021 10:27 WIB
Pemerintah dinilai tak kreatif saat ingin menaikkan tarif PPN (indozone)

Pemerintah dinilai tak kreatif saat ingin menaikkan tarif PPN (indozone)

Jakarta, law-justice.co - Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) oleh pemerintah ditentang oleh sejumlah pihak. Pasalnya, hal itu dapat membebankan rakyat. Pemerintah pun dinilai tak kreatif.

Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS) Gde Siriana Yusuf yang ikut mengkritik rencana kebijakan tersebut melihat dengan perspektif evaluatif. Dia menyatakan, kebijakan pajak yang diemban oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan belum memberikan performa yang cukup signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) di dalam negeri.

Karena menurutnya, rezim Presiden Joko Widodo pada periode lalu memperlihatkan bahwa rasio pajak (tax ratio) hanya mencapai satu digit. Misalnya pada 2019 (9,8 persen). "Selama ini pemerintah gagal naikkan tax ratio," ujar Gde Siriana, Rabu (12/5).

Dari catatan evaluatif tersebut, Gde Siriana menilai rencana kebijakan kenaikan PPN secara tidak langsung menunjukkan sempitnya solusi yang dimiliki pemerintah untuk menggenjot perekonomian di dalam negeri. Fatalnya, menurut deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini, pemerintah secara tidak langsung memberikan beban tambahan kepada masyarakat, jika nantinya kenaikan PPN benar-benar direalisasikan.

"PPN kan ditanggung oleh end user, konsumen akhir. Ketika ekonomi rakyat sedang susah, apakah ini kebijakan proper dan bijak?" tuturnya.

Maka dari itu, dia menyarankan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dirasanya lebih efektif untuk menggenjot perekonomian domestik. Yaitu dengan menaikan pajak penghasilan (PPh) wajib pajak (WP) korporasi atau perusahaan.

Masukan BPKN, Kebijakan Kenaikan Tarif PPN Ditunda Sementara
"Kalau naikkan dari PPN itu tidak kreatif. Seharusnya naikkan PPh dari WP korporasi. Lebih adil," tutupnya.

Rencana kenaikan PPN telah diumumkan pemerintah. Di mana, angkanya akan menjadi 15 persen dari yang sebelumnya 10 persen.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar