Penduduk di Kota ini Miliki Antibody Super dan Kebal Covid-19

Sabtu, 08/05/2021 16:00 WIB
Ilustrasi salah satu kota di Italia (Go Travelly)

Ilustrasi salah satu kota di Italia (Go Travelly)

Italia, law-justice.co - Kota Vo’ di Italia menjadi salah satu hotspot COVID-19 pertama di Eropa. Kasus pertama di sana pertama kali terdeteksi pada awal Februari 2020. Tapi, ada yang unik dengan apa yang dialami penduduk kota Vo’, orang-orang di sana disebut punya kekebalan super terhadap virus corona, atau dengan kata lain mereka memiliki jumlah antibodi yang sangat tinggi.

 

Vo’ adalah sebuah kota kecil di Provinsi Padova, Italia, yang bisa ditempuh perjalanan selama satu jam dari Venesia. Kota ini dihuni oleh sekitar 3.200 orang. Di kota inilah kasus dan kematian pertama COVID-19 di Italia terdeteksi pada Februari 2020.


Tak lama kemudian, pemerintah di sana segera menerapkan lockdown, sementara militer dan para ilmuwan turun tangan dalam upaya membantu penduduk kota agar lebih memahami wabah penyakit yang muncul.


Pemerintah Vo’ juga melakukan tracing atau penelusuran untuk mendeteksi penyebaran virus corona yang terjadi di masyarakat, dengan cepat mereka memberi wawasan penting tentang bagaimana cara menghadapi wabah.


Ini adalah cara yang hampir dilakukan semua negara di dunia saat ini, tapi Vo’ adalah kota pertama yang memberikan ide tersebut.


Kini, Vo’ menjadi pusat studi COVID-19 yang unik. Menurut wartawan The Times yang baru-baru ini dikirim ke Vo’, penduduk di sana masih memiliki jumlah antibodi sangat tinggi--terhadap corona-- sejak wabah SARS-CoV-2 melanda, lebih lama dari perkiraan sebelumnya.


Dari 129 warga dengan antibodi kuat, 16 orang di antaranya memiliki antibodi dua kali lipat lebih kuat dari sebelumnya. Selain itu, banyak pula orang yang dikenal sebagai ‘super-immune case’, istilah non-ilmiah yang digunakan untuk menggambarkan orang dengan tingkat antibodi sangat tinggi terhadap COVID-19.


“Kami pikir itu karena mereka melakukan kontak dengan orang positif corona pada bulan Mei,” kata Enrico Lavezzo, ahli mikrobiologi dari University of Padua, mengatakan kepada The Times.


“Virus memasuki tubuh mereka, menginfeksi beberapa sel tetapi dengan cepat dihilangkan oleh antibodi yang sudah mereka miliki. Tetapi sesuatu yang lain terjadi: virus tersebut merangsang produksi lebih banyak antibodi. Tidak ada yang memiliki gejala apa pun."


Meski begitu, masih belum diketahui pasti tentang seberapa lama antibodi terhadap corona itu bisa bertahan. Namun, hal ini bisa segera terjawab karena studi antibodi yang dimiliki penduduk kota Vo’ akan segera dirilis oleh para peneliti dari University of Padova dan Imperial College London.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar