Erick Tiba-tiba Copot Dirut Pertamina Hulu Rokan, Ada Apa?

Kamis, 06/05/2021 20:41 WIB
Ada apa Menteri BUMN Erick Thohir copot RP Yundantoro dari Dirut Pertamian Hulu Rokan (detikcom)

Ada apa Menteri BUMN Erick Thohir copot RP Yundantoro dari Dirut Pertamian Hulu Rokan (detikcom)

Jakarta, law-justice.co - Langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang mendadak menggantikan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan dari RP Yundantoro ke Deputi Perencanaan SKK Migas Jaffee Arizon Suardin alias Buyung patut dipertanyakan. Apalagi, hal itu dinilai tidak wajar. Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Kamis (6/5/2021).

“Sebab, kita telah tahu dengan jelas, sebagai mana disebutkan dalam LHP BPK tahun 2006, bahwa Energy Service Agremeent (ESA) tanggal 1 Oktober 1998 terindikasi cacat hukum. Dengan demikian semua pejabat BP Migas maupun SKK Migas yang menjabat sejak temuan BPK tersebut dalam LHP tahun 2006 tersebut hingga saat ini, terbukti tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam LHP itu dan tidak berupaya memperbaiki isi ESA dan melaporkan ke penegak hukum mereka-mereka yang terindikasi terlibat dalam pembuatan ESA itu atau yang melanjutkannya,” katanya.

Menurut Yusri, pejabat-pejabat SKK Migas periode setelahnya termasuk Jaffee Arizon Suardin ini, dapat diduga telah mengabaikan rekomendasi BPK selaku Lembaga Tinggi Negara setingkat Presiden, DPR, MA dan MK.

“SKK Migas seolah telah melegalkan sesuatu yang di duga ilegal tanpa melalui putusan Pengadilan, baik Pengadilan Pidana atau Perdata,” tambah Yusri.

Seharusnya, kata Yusri, SKK Migas maupun Menteri BUMN mengetahui antinomi hukum, negara membentuk hukum tapi negara itu sendiri harus tunduk pada hukum yang dibuatnya itu.

“Secara hukum pengabaian rekomendasi LHP BPK tahun 2006 agar negara terhindar dari kerugian itu dapat dipandang sebagai kesengajaan melakukan pembiaran atau delicta commisionis per omisionem comissa, atas berlangsungnya kegiatan PT CPI dan PT MCTN yang ilegal itu dan bisa ditinjau dari UU Tipikor seperti pasal 3 jo pasal 2,” ungkap Yusri.

Lebih lanjut Yusri menyebutkan, keraguan publik atas rencana penggantian Dirut PT PHR itu juga antaran rencana pergantian Dirut PT PHR terjadi di saat belum tuntasnya soal status siapa yang akan mengoperasikan pembangkit listrik North Duri Cogen milik MCTN pada saat alih kelola dari PT Chevron Pasific Indonesia ke Pertamina Hulu Rokan pada 9 Agustus 2021. Maka usulan pergantian layak menjadi sorotan.

Tak hanya itu, menurut Yusri, usulan pergantian itu terungkap dari surat Dirut Pertamina tanggal 30 April 2021 perihal pemberitahuan ditujukan kepada Kepala SKK Migas, untuk bisa diproses administrasi atas usulan surat Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham PT Pertamina (Persero) tanggal 23 April 2021.

“Jika melihat formulering surat itu, status Menteri BUMN membuat surat itu ternyata bukan selaku kuasa RUPS Pertamina. Oleh karenanya, secara UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Pertamina, surat itu bisa menjadi masalah tersendiri,” ungkap Yusri.

Selain itu, sambung Yusri lagi, ternyata rekam jejak karir Jaffee Suardin di bidang eksplorasi dan produksi Migas sangat minim. Karena salama ini berkarir tujuh tahun hanya sebagai engineer bidang keselamatan kerja atau health Safety Security Environmental (HSSE). Pengalaman ini ternyata kalah jauh dengan pejabat yang akan digantinya yang telah memiliki segudang pengalaman di berbagai lapangan eksplorasi dan produksi migas di berbagai lapangan.

“Sebab itu, adanya campur tangan langsung Menteri BUMN terhadap ‘Cucu Perusahaan’ Pertamina, menjadi wajar menimbulkan tanda tanya besar. Karena sudah telah terlalu jauh mencampuri wilayah wewenangnya Subholding PT Pertamina Hulu Energi. Akhirnya timbul pertanyaan. Siapa yang diuntungkan (qui bono) dari agenda ini?,” ungkap Yusri.

“Tolonglah Bapak Presiden dan para Penegak Hukum terutama KPK, untuk segera memperhatikan dan menindaklanjuti temuan dalam LHP BPK tahun 2006 tersebut. Semoga tidak sampai muncul persepsi negatif dari publik. Bahwa telah terjadi pengabaian hukum terhadap cucu perusahaan Pertamina yang menjadi terkesan dikendalikan oleh ‘yang bukan’ Subholding atau Holding Pertamina.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar