Menyikapi Cap Teroris dari RI, OPM Siap Siaga untuk Berperang

Minggu, 02/05/2021 16:52 WIB
Tentara OPM di Hutan Papua (grid)

Tentara OPM di Hutan Papua (grid)

law-justice.co - Organisasi Papua Merdeka (OPM) buka suara merespons langkah Pemerintah Indonesia menyematkan label teroris terhadap kelompok bersenjata di Papua-biasa disebut aparat dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan penetapan status teroris itu lantaran kelompok bersenjata tersebut dianggap semakin brutal melakukan penyerangan dan kekerasan. Bahkan kata Mahfud, mengakibatkan korban warga sipil.

Kondisi tersebut, kata Mahfud, sesuai ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk menggolongkan gerakan tersebut ke kelompok teroris.

Atas ketetapan tersebut, OPM balik menyatakan justru aparat militer Indonesia yang selama ini menyerang warga sipil. "Berbeda dengan militer Indonesia, bagaimanapun pejuang Kemerdekaan TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) tidak pernah menyerang pendidik sipil Indonesia," tulis Dewan Diplomatik OPM, Amatus Akouboo Douw dikutip Minggu (2/5).

Jika pemerintah Indonesia berkeras melanjutkan program tersebut maka dia mengancam pasukannya tak segan melakukan serangan serupa terhadap warga sipil. "Jika Indonesia melanjutkan program teror dan genosida terhadap penduduk sipil Papua Barat (seperti yang terjadi selama hampir 60 tahun) dan masyarakat internasional tidak melakukan intervensi," tutur Amatus.

"Pejuang kemerdekaan TPNPB OPM akan mengumumkan kampanye memusnahkan tidak hanya militer Indonesia yang menduduki [Papua] secara ilegal, tetapi juga orang Jawa ilegal dan pemukim Indonesia lainnya yang semakin mencuri tanah suci dan sumber daya orang Papua Barat," lanjut dia lagi.

Amatus menduga kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan militer Indonesia seperti pemboman penduduk sipil di dataran tinggi Papua Barat merupakan dampak dari ketidakmampuan dan ketakutan militer Indonesia melawan TPNPB.

Dalam poin pernyataannya Amatus pun menyebut, dugaan program genosida Indonesia terhadap Papua telah dinyatakan dalam berbagai laporan sarjana hukum, akademisi, organisasi hak asasi manusia internasional, hingga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Karena itu dia mengecam langkah PBB mengembalikan Papua Barat ke Indonesia pada 1963. Menurut Amatus, hal tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional yang diatur Piagam PBB dan Indonesia, PBB, Amerika Serikat, Australia dan negara-negara lainnya.

Dalam hal ini, Amatus menilai CIA (Badan Intelijen Pusat) AS juga turut bertanggung jawab dalam memunculkan kediktatoran militer pro-AS di Indonesia dan transfer ilegal Papua Barat demi eksploitasi emas di Papua Barat melalui perusahaan Freeport. Atas segala perkara tersebut, ia menyatakan OPM mengundang Indonesia untuk meratifikasi perjanjian yang mengatur Pengadilan Kriminal Internasional.

Sehingga OPM juga menawarkan, kepastian ihwal dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida di Papua Barat maupun dugaan OPM melakukan tindak terorisme dapat diputus melalui pengadilan tersebut.

Kemudian, sambung dia, OPM mengundang Indonesia untuk meminta Mahkamah Internasional memutuskan apakah upaya pendudukan Indonesia terhadap Papua saat ini legal atau sebaliknya.

"OPM juga mengundang Indonesia untuk memberikan akses kepada Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, diplomat asing dan jurnalis ke Papua Barat seperti yang dijanjikan Presiden [Joko] Widodo pada tahun 2015, tetapi hingga saat ini gagal," lanjut Amatus.

Kata dia, OPM tengah menghimpun intervensi militer dari Pasukan Keamanan PBB dan meminta dukungan moral serta material dari Uni Eropa, negara-negara Afrika-Karibia-Pasifik dan semua anggota PBB yang diadvokasi dalam resolusi PBB XXV. "Program Aksi untuk implementasi penuh dari Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Negara dan Rakyat Kolonial.

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar