Pengumuman Reshuffle Kabinet Jokowi Molor karena PAN?

Selasa, 27/04/2021 07:44 WIB
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. (ist).

Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. (ist).

law-justice.co - Meski pembentukan Kementerian Investasi dan penggabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi sudah disetujui parlemen, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kunjung melaksanakan kocok ulang atau reshuffle kabinet.

Ada apa?

Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menduga mundurnya pengumuman reshuffle karena ada tarik-menarik kepentingan di lingkaran Istana.

Umam menyebutkan polemik kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

"Nadiem Makarim yang belakangan juga terhantam dengan kasus hilangnya tokoh ulama pejuang pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari dan masuknya sejumlah nama tokoh PKI di kamus sejarah kepahlawanan, mencoba bermanuver dengan menemui simpul-simpul politik laiknya Megawati Soekarnoputri yang digadang-dagang akan menjadi Dewan Pembina BRIN dan juga menemui elemen PBNU untuk klarifikasi," ujar Umam dalam keterangannya, Senin (26/4/2021).

"Manuver itu tentu berimplikasi pada proposal PP Muhammadiyah yang meminta tambahan jatah pos pendidikan di kabinet (Kemendikbud)," sebut dia.

Umam lalu menyoroti rencana masuknya PAN ke kabinet. PAN digadang-gadang mendapat kursi di antara Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) atau Kementerian Perhubungan.

Menurut doktor politik lulusan University of Queensland ini, PAN menambah kompleksitas kalkulasi politik Istana.

"Jika entitas PAN dan PP Muhammadiyah dipisah, berarti ada dua representasi Muhammadiyah di sana. Hal ini tentu berimplikasi pada munculnya pertanyaan dari Nahdlatul Ulama (NU) yang merasa telah berjasa besar dalam memenangkan Jokowi-Maruf Amin di Pemilu 2019 lalu," kata Umam.

"Jika Menko PMK Muhadjir Effendi bisa dikategorikan sebagai wakil Muhammadiyah, maka Menkopolhukam Mahfud MD yang sebenarnya juga kader NU, tetapi tidak dihitung sebagai wakil PBNU di kabinet. Hal itu dikonfirmasi oleh nama-nama yang dipanggil Presiden Jokowi untuk pos Kementerian Investasi, rata-rata memiliki kaitan latar belakang NU, yakni Witjaksono dan juga menantu Wapres Ma`ruf Amin (Muhammad Rapsel Ali)," ujarnya.

Terlepas dari itu, Umam menyebut keberadaan nomenklatur baru Kementerian Investasi tentu berimbas pada tugas pokok dan fungsi sejumlah lembaga dan kementerian lain seperti Kemenko Kemaritiman dan Investasi, BKPM, Kementerian Industri, Kementerian Perdagangan hingga Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang dihasilkan dari deal-deal Undang-Undang Cipta Kerja yang lalu.

Kementerian baru di rumpun ekonomi dan bisnis ini disebutnya jelas melibatkan kompleksitas kepentingan ekonomi-politik yang lebih besar.

"Sehingga wajar jika proses kalkulasinya agak kompleks dan berliku," kata Umam.

Pakar politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin memberi analisis serupa Umam. Ujang menduga sedang terjadi power interplay atau tarik menarik kepentingan politik di internal istana dan itu sudah biasa dalam setiap rencana reshuffle.

"Di istana sendiri itu kan tempat pertarungan politik juga. Walaupun sesama partai koalisi," kata Ujang.

Ujang juga menilai PAN jadi salah satu penyebab molornya reshuffle kabinet Jokowi.

Faktor PAN menurut Ujang lebih kepada penolakan partai-partai politik pendukung Presiden Jokowi.

"Mungkin salah satu faktornya akan masuknya PAN dalam koalisi. Ini kan akan mendapat resistensi dari partai-partai koalisi Jokowi. Karena PAN dianggap tak berdarah-darah dan tak berkeringat di Pilpres 2019 untuk Jokowi-MA (Ma`ruf Amin). Atau juga tarik menarik karena soal figur menteri siapa yang akan diganti dan siapa penggantinya. Ini persoalan pelik yang tak sederhana yang kita bayangkan," ujarnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar